Langit Biru Jakarta, Dampak Lengangnya Aktivitas Akibat Corona

Langit Biru Jakarta, Dampak Lengangnya Aktivitas Akibat Corona

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Selasa, 07 Apr 2020 15:38 WIB
Langit biru di kawasan Cipete, Mampang, Jakarta Selatan, pukul 15.30 WIB (Rahel/detikcom)
Langit biru di kawasan Cipete, Mampang, Jakarta Selatan, pukul 15.30 WIB. (Rahel/detikcom)
Jakarta -

Hari ini langit Jakarta tampak begitu biru dan bersih. Apakah fenomena birunya langit Jakarta ini berkaitan dengan kebijakan pencegahan Corona (COVID-19)?

Seperti diketahui, Pemprov DKI sudah melakukan pembatasan kegiatan sosial sejak dua pekan lalu untuk mencegah penularan Corona. Banyak kantor dan pusat keramaian yang tutup. Dua pekan berlalu, langit Jakarta di beberapa lokasi tampak begitu biru. Seperti di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.

Langit di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat pagi tadi (John Martinson/pasangmata)Langit di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat, pagi tadi. (John Martinson/pasangmata)



Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena langit biru Jakarta ini memang ada kaitannya dengan kebijakan pencegahan virus Corona tersebut.

"Terkait langit biru, kalau sedang keadaan cuaca cerah memang warna langit biru. Terkait dampak pembatasan pergerakan orang dan kendaraan (WFH) untuk mencegah, memang ada pengaruhnya," kata Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan saat dihubungi, Selasa (7/4/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut hasil pengamatan BMKG, konsentrasi partikel debu (polusi, red) memang rendah jika dibandingkan dengan tahun lalu. Data ini dibandingkan dengan data Maret 2019.

"Kami punya pengamatan di beberapa lokasi di Jakarta tentang partikel/debu (SPM=Suspended Particulate Matter), konsentrasinya lebih rendah di banding bulan yang sama Maret 2019," jelas Dodo.

ADVERTISEMENT

Data polutan Maret 2020 (dok. BMKG) Foto: Data polutan Maret 2020 (dok. BMKG)



Dodo menambahkan, secara kualitatif, konsentrasi partikel debu ini juga rendah. Padahal curah hujan pada Maret 2020 lebih kecil dibanding Maret 2019. Dia menduga hal ini disebabkan pergerakan orang dan kendaraan yang rendah selama wabah Corona.

"Tapi secara kualitatif lebih rendah, padahal curah hujan di Maret 2020 lebih kecil daripada di Maret 2019. Jadi kami menduga rendahnya SPM (polutan) di Maret 2020 karena sumbernya rendah, karena tidak banyak pergerakan orang dan kendaraan," tuturnya.