Manusia Purba dalam Mitos Jawa: Raksasa yang Dikalahkan

Manusia Purba dalam Mitos Jawa: Raksasa yang Dikalahkan

Danu Damarjati - detikNews
Senin, 23 Des 2019 21:56 WIB
Foto ilustrasi manusia purba, tidak berhubungan dengan berita. (Wahyu Setyo Widodo/detikcom)
Jakarta - Penelitian ilmiah memperkirakan manusia purba Homo erectus tidak pernah berinteraksi dengan manusia modern di Jawa. Di sisi lain, ada mitos yang hidup di masyarakat sekitar situs purba, mitos tentang para raksasa yang hidup pada zaman dahulu.

Mitos itu adalah 'balung buto' alias 'tulang raksasa'. Cerita tentang balung buto hidup di masyarakat Sangiran yang terkenal di dunia karena menjadi situs arkeologi tentang manusia purba. Lokasinya di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah.



Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (23/12/2019), masyarakat sekitar situs purba dahulu menyebut fosil sebagai balung buto. Mereka percaya bahwa balung buto dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti demam, sakit perut, encok, bisul, disentri, pusing, sakit gigi, gatal-gatal, keseleo/retak tulang, penyakit karena gigitan hewan berbisa serta membantu ibu-ibu yang susah melahirkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mitos balung buto sendiri sudah dituliskan oleh Bambang Sulistyanto dalam bukunya, 'Balung Buto, Warisan Budaya Dunia Dalam Perspektif Masyarakat Sangiran'. Alkisah, zaman dahulu kala kehidupan masyarakat diganggu oleh para raksasa. Rombongan raksasa merusak tanaman dan memangsa hewan ternak, bahkan anak-anak. Pendudk Sangiran yang ketakutan harus bersembunyi ke balik bukit, meminta perlindungan ke orang yang sakti mandraguna bernama Raden Bandung.

Raden Bandung datang melobi para raksasa, tapi upaya komunikasi gagal. Para raksasa malah meminta anak manusia untuk dimangsa. Maka Raden Bandung dan pasukannya berperang melawan para raksasa. Pada pertempuran pertama, Raden Bandung dan pasukannya kalah dan harus mengungsi. Raden Bandung kemudian bertapa sewindu dan mendapat wahyu agar mengasah kukunya. Sangir dalam hal ini dimaknai sebagai mengasah kuku Raden Bandung. Maka jadilah daerah ini disebut Sangiran.