Mengenal Sejarah Papua yang akan Dibuatkan Istana oleh Jokowi

Mengenal Sejarah Papua yang akan Dibuatkan Istana oleh Jokowi

Niken Widya Yunita - detikNews
Rabu, 11 Sep 2019 16:06 WIB
Mengenal Sejarah Papua yang akan Dibuatkan Istana oleh Jokowi/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Nama Papua menjadi mencuat karena ricuh di Manokwari hingga pertemuan Presiden Jokowi dengan tokoh Papua. Seperti apa sejarah Papua itu? Simak di sini.

Papua atau Nugini Barat merupakan wilayah Indonesia yang terletak pada bagian barat dari Pulau Papua. Wilayah ini terbagi ke dalam dua provinsi yakni Provinsi Papua dan Papua Barat.

Berikut sejarah Papua yang dirangkum dari berbagai sumber:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



1. Bersengketa dengan Belanda

Sejarah berdirinya Papua dimulai dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949. Konferensi itu menghasilkan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia.

Namun, KMB masih menyisakan sengkarut bagi Indonesia dan Belanda. Keduanya merasa berhak atas tanah Papua Barat. Belanda ingin Papua bagian barat atau Netherlands New Guinea sebagai negara tersendiri di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Indonesia beda lagi. Indonesia ingin seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda diserahkan. Perundingan demi perundingan digelar namun tidak juga menemui titik temu. Uni Indonesia-Belanda yang diamanatkan KMB bubar pada Agustus 1954.

Karena Belanda yang masih juga ingin mempertahankan Papua bagian barat, masalah tersebut akhirnya dibawa ke forum PBB pada 1954, 1955, 1957, dan 1960. Dalam Sidang Umum PBB pada September 1961, Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Marie Antoine Hubert Luns mengajukan usulan agar Papua Barat berada di bawah perwalian PBB sebelum diadakan referendum. Namun, Majelis Umum PBB menolak usulan tersebut.

Presiden Sukarno lalu membentuk Komando Mandala untuk merebut Papua pada 2 Januari 1962. Pembentukan itu melalui Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1962. Mayor Jenderal Soeharto ditunjuk jadi komandan operasi militer ini.

Belanda pun akhirnya mau berunding kembali dengan Indonesia. Pada 15 Agustus 1962, disepakati Perjanjian New York yang menyatakan Belanda akan menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

Perjanjian New York mensyaratkan Indonesia melaksanakan suatu Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Rakyat Papua bagian barat akan memutuskan sendiri apakah bersedia menjadi bagian dari Indonesia atau tidak. Batas waktu pelaksanaan Pepera ditetapkan sampai akhir 1969 dengan PBB sebagai pengawas.

Pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Akhirnya pada 31 Desember 1962, dimulailah kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB. Bendera Belanda pun diganti dengan bendera Merah Putih.

Papua pun diberikan sepenuhnya kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Kedudukan Irian Barat menjadi lebih pasti setelah diadakan sebuah referendum act of free choice pada tahun 1969 dengan hasil rakyat Irian Barat memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia.


2. Gubernur Papua Pertama

Pemerintah Indonesia lalu mengangkat Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore menjadi Gubernur Papua pertama pada tahun 1956-1961. Kemudian dibentuklah provinsi Irian Barat sejak 1969 hingga 1973.

Irian Barat lalu diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto. Nama itu tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Provinsi itu lalu diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Lalu pada tahun 2004 Papua dibagi menjadi dua provinsi yakni bagian timur tetap memakai nama Papua. Sedangkan bagian barat menjadi Provinsi Irian Jaya Barat atau Papua Barat.


3. Sejarah OPM Papua

Penduduk asli Papua merasa tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Penyatuan Papua ke Indonesia sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia.

Sebagian masyarakat Papua tidak mengakui perjanjian itu dan menganggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain. Pada tahun 1965, beberapa nasionalis Papua membentuk Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hal ini dinilai sebagai sarana perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.

4. Sejarah Freeport Papua

Dikutip dari Wikipedia, pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih di Papua. Data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda.

Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan van Gruisen, Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya saat itu menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya serta melakukan penilaian.

Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembangunan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).

Kemudian pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija, pemimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jenderal Ibnu Sutowo, Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia saat itu.

Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan, Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.



5. Akan Dibuat Istana

Presiden Jokowi bertemu dengan perwakilan masyarakat Papua dan Papua Barat di Istana Negara pada Selasa (10/9/2019). Perwakilan masyarakat Papua pun menyampaikan 10 poin permintaan kepada Jokowi.

Berikut ini 10 poin permintaan:

1. Kita minta kepada yang terhormat Bapak Presiden RI, untuk adanya pemekaran provinsi 5 wilayah adat di Provinsi Papua-Papua Barat

2. Pembentukan Badan Nasional Urusan Tanah Papua

3. Penempatan pejabat-pejabat eselon 1 dan 2 di kementerian dan LPMK

4. Pembangunan Asrama Nusantara di seluruh kota studi dan menjamin keamanan mahasiswa Papua

5. Usulan revisi Undang-Undang Otsus dalam Prolegnas 2020

6. Menerbitkan inpres untuk pengangkatan ASN honorer di tanah Papua

7. Percepatan Palapa Ring Timur Papua

8. (Tidak dibacakan)

9. Bapak Presiden mengesahkan lembaga adat perempuan dan anak Papua

10. Membangun Istana Presiden RI di ibu kota provinsi Papua, di Kota Jayapura

Poin 10, Jokowi mengiyakan permintaan tokoh Papua. Dalam Instagram resminya, Jokowi menyebut, masyarakat Papua ingin Istana Presiden dibangun di Papua agar presiden berkantor di Papua, bukan sekadar perjalanan berkunjung ke Papua.

Untuk lahannya, masyarakat Papua siap menyumbangkan tanah untuk pembangunan istana tersebut. Lahan yang disumbangkan gratis yakni 10 hektare.

Sebelum pertemuan Jokowi ini, terjadi kericuhan di Manokwari, Papua. Kejadian itu dipicu dari aksi pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat (16/8/2019). Polisi telah menangkap aktor intelektual kerusuhan tersebut.


Simak juga video "TNI Siapkan Hercules, Angkut Pelajar Papua Kembali ke Perantauan" :

[Gambas:Video 20detik]

(nwy/lus)