Begini Cara Pengecer Membawa Es Batu Hingga Jadi Minuman di Warung

Kasus Es Beracun

Begini Cara Pengecer Membawa Es Batu Hingga Jadi Minuman di Warung

- detikNews
Jumat, 10 Apr 2015 11:55 WIB
Jakarta - Fenomena es beracun terungkap di Setiabudi, Jakarta Selatan. Ada warga yang mengaku keracunan setelah mengkonsumsi minuman dingin memakai es. Pabrik yang memproduksinya pun disegel polisi. Apakah ada es beracun lain beredar di pasaran?

Mari kita lihat penjualan es balok di kawasan Kranji, Bekasi, Jawa Barat. Bermula dari seorang penjual es balok bernama Arya (37) yang sedang menjajakan dagangannya. Dia mengaku sehari bisa menjual 300 balok es. Harganya, satu balok es besar Rp 48 ribu, setengahnya Rp 24 ribu, seperempatnya Rp 12 ribu dan pecahan-pecahan kecil Rp 5.000.

"Sisanya, yang kecil-kecil saya jual ke tukang buah," kata Arya saat berbincang dengan detikcom, Jumat (10/4/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila sedang ramai, dia bisa menjajakan es ke warung-warung hingga dua kali putaran. Artinya, es yang terjual mencapai 600 balok.

Bagaimana cara Arya mendistribusikan es tersebut? Bila es yang berada di dalam depot, dia menyimpannya dalam sebuah tempat beralas kayu, lalu ditutupi terpal dan menambahkan semacam selimut tebal. "Supaya nggak meleleh," imbuhnya.

Bila di depot esnya dibungkus rapat menggunakan terpal dan selimut, saat dibawa menggunakan gerobak es itu hanya ditutupi terpal. Pihak BPOM berpendapat, ada kemungkinan penyebaran bakteri baru terjadi saat proses pendistribusian es ke konsumen. Karena itu, publik diminta hati-hati.

Para pelanggan Arya datang dari warung-warung makan dan penjual minuman yang berdomisili di sekitar Kranji. Sementara pemasoknya dari sebuah pabrik di Tambun, Bekasi.

"Tambun mananya saya nggak ngerti, ini saya lanjutin punya teman sih," terangnya.

Seorang agen penjual es batu di Cakung, tepatnya di jalan I Gusti Ngurah Rai, Jakarta Timur, bercerita, pasokan esnya diperoleh dari pabrik di Tambun. Dia memesan via telepon. Es yang dijualnya biasanya dibuat untuk hiasan patung es, sampai minuman di warung.

"Bisa kan es dari air. Kalau air mateng nggaknya, nggak tahu juga. Kan dari pabrik," terang penjual tersebut.

"Kayaknya sih mateng, yang mesen banyakan warteg sama rumah makan sih. Kalau nggak mateng nanti kayak yang kena gerebek di Pulogadung itu lagi," tambahnya.

detikcom kemudian mewawancarai sebuah warteg yang menjadi pelanggan depot es tersebut. Ridho, sang pemilik warteg mengakui tak memproduksi es sendiri, sehingga tidak tahu wartegnya menggunakan es batu yang bersih atau tidak. Yang jelas, selama ini tidak pernah ada keluhan dari pelanggan.

"Kalau bikin sendiri nggak ada kulkas. Beli Rp 10 ribuan seperempatnya aja, itu juga banyak sampe siang. Nanti kalau habis mesen lagi," ucapnya.



(mad/nrl)