JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) bakal menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada Jumat (14/7/2023).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKN Sri Mulyono mengatakan forum tersebut digelar untuk mengangkat Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum PKN.
"Agenda utama mengangkat Pak AU (Anas Urbaningrum) menjadi ketua umum dan Pak Gede Pasek Suardika menjadi Ketua Majelis Agung PKN," ujar Sri pada Kompas.com, Selasa (11/7/2023).
Ia mengungkapkan Munaslub PKN hanya akan berjalan satu hari.
Baca juga: PKN Bakal Gelar Munaslub, Angkat Anas Urbaningrum Jadi Ketum
Selain itu, ia memastikan bahwa forum itu tak menunjukan adanya perebutan kekuasaan di internal PKN antara Gede Pasek dan Anas.
"Tapi lebih pada keluasan persahabatan dan persaudaraan untuk bersama-sama membesarkan PKN. Sekaligus, berjuang demi kepentingan rakyat," tuturnya.
Ia optimis di bawah kepemimpinan Anas, PKN bisa menjadi partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan.
"AU sebagai ketua umum akan bekerja maksimal dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya dan potensi yang ada," imbuh dia.
Berikut jejak politik dan kasus hukum Anas Urbaningrum:
Politikus kelahiran Blitar, 15 Juli 1969 ini pernah menduduki posisi ketua umum Partai Demokrat periode 2010-2013.
Namun, ia tak lama mengemban posisi strategis ini. Sebab, ia harus melepas jabatan tersebut setelah tersandung kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2013 silam.
Dalam pengakuannya, Anas mengungkapkan bahwa dirinya pernah diminta oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono untuk mundur dari bursa calon ketua umum partai pemenang Pemilu 2009 itu.
Baca juga: Ditanya Soal Rencana Pertemuan dengan SBY, Anas Urbaningrum: Tunggu Mimpi Dulu
Hal itu disampaikan SBY beberapa saat menjelang Kongres II Partai Demokrat 2010 di Bandung, Jawa Barat.
"Ada dinamika dan tekanan yang kuat. Saya diminta mundur sebagai kandidat ketua umum, termasuk oleh Pak SBY," kata Anas dalam wawancara dengan RCTI, Rabu (27/2/2012).
Selain SBY, beberapa politisi Partai Demokrat lainnya juga sempat memintanya untuk mundur.
Anas mengatakan, tampilan Kongres II Partai Demokrat 2010 memang baik. Namun, hal yang sesungguhnya terjadi di balik kongres tersebut adalah sebaliknya.
"Apa yang terjadi di depan panggung berbeda dengan apa yang terjadi di belakang panggung. Hal ini saya sadari. Demikian juga peserta kongres yang lain," katanya.
Anas, ketika menyampaikan pidato pengunduran diri, mengibaratkan dirinya sebagai bayi yang tak diharapkan pada Kongres II Partai Demokrat 2010.
Ketika ditanya alasan mengapa dirinya tak diinginkan, Anas mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya juga sedang mencari-cari rumusan dosa politik saya. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa menemukannya," katanya.
Pada kesempatan itu, Anas juga mengatakan, seusai terpilih menjadi pucuk pimpinan Partai Demokrat, dirinya berusaha merangkul Cikeas.
Caranya, Anas meminta izin kepada SBY untuk menjadikan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, sebagai sekretaris jenderal partai.
"Ini saya usulkan untuk menghindari kesan adanya situasi yang tidak enak antara ketua dewan pembina dengan ketua umum," kata Anas.
Awalnya, SBY tidak setuju Ibas menjabat sebagai sekjen. Namun, akhirnya SBY mengizinkannya.
Pinangan Anas terhadap Ibas juga mendapat restu sebagian anggota tim sukses Anas. Pada Kongres II Partai Demokrat 2010, Anas mengalahkan dua kandidat lainnya, yakni Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Cikeas disebut-sebut menjagokan Andi Mallarangeng, yang juga mantan juru bicara presiden, sebagai penerus Hadi Utomo, ketua terdahulu.
Namun, Andi malah tersingkir di putaran pertama. Pada putaran kedua, Andi Mallarangeng, yang pencalonannya didukung Ibas, memberikan dukungannya kepada Marzuki Alie. Akhirnya, Anas tak terbendung dan berhasil mengalahkan Marzuki.
Nazaruddin saat itu tengah melarikan diri ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Dari "nyanyian" Nazaruddin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013.
Anas baru ditahan pada Januari 2014. Sebulan setelahnya tepatnya 23 Februari 2014, dia menyatakan mundur dari ketua umum sekaligus kader Demokrat.
Baca juga: Soal Anas Urbaningrum Akan Jadi Ketum PKN, Gede Pasek: Sudah Dibicarakan Berdua
Vonis terhadap Anas dijatuhkan pada September 2014. Saat itu, Majelis Halim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Namun, vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang meminta dia dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.
Tak terima atas vonisnya, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutuskan memangkas hukuman Anas 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Namun, Anas tetap didenda Rp 300 juta. Kendati dijatuhi hukuman yang lebih ringan, Anas masih tak puas. Dia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada Juni 2015, MA menyatakan menolak permohonan Anas. Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar kala itu justru menjatuhkan vonis 14 tahun penjara ke Anas.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut juga diharuskan membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Selain itu, Anas diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.
Namun, lima tahun berselang, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas. Pada September 2020, majelis hakim PK yang dipimpin Sunarto menyunat hukuman Anas 6 tahun.
Dengan demikian, hukuman Anas berkurang drastis menjadi 8 tahun penjara. Namun begitu, Anas tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS.
Selain itu, majelis hakim PK tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.
Saat vonis dijatuhkan, sahabat Anas, I Gede Pasek Suardika yang ketika itu menjabat Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) menyebut karier politik Anas "dibunuh" lewat hukum.
"Secara posisi, AU telah dimutilasi total lewat hukum. Masa depannya dibunuh, secara politik dimatikan, ekonomi dihabisi, secara keluarga diisolasi," kata Pasek lewat cuitan Twitter-nya, @G_paseksuardika, Selasa (9/6/2015).
Setelah menjalani masa hukuman, Anas akhirnya bebas murni pada Senin (10/7/2023). Status bebas murni Anas diumumkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Jawa Barat.
Pembimbing Kemasyarakatan dari Bapas Bandung Budiana mengatakan masa cuti menjelang bebas Anas Urbaningrum sebetulnya telah berakhir pada Minggu (9/7/2023). Namun, pemberian surat bebas murni baru diberikan pada hari ini.
"Selama beliau menjalani cuti menjelang bebas selama tiga bulan, beliau wajib lapor ke Bapas dua minggu sekali," kata Budiana di Bapas Bandung, Kota Bandung, Senin, seperti dilansir Antara.
Baca juga: Anas Urbaningrum Kini Berstatus Bebas Murni
Saat cuti menjelang bebas, Anas disebut telah melakukan wajib lapor enam kali. Budiana menyatakan, selama program itu tidak ada pelanggaran yang dilakukan Anas.
"Dengan demikian, beliau berhak mendapatkan surat pembebasan bimbingan," kata dia.
(Penulis: Tatang Guritno, Fitria Chusna Farisa, | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Fitria Chusna Farisa, Hindra Liauw, Sabrina Asril)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.