Hati merupakan organ di dalam tubuh manusia. Fungsinya adalah menghancurkan sel darah merah tua dan membersihkan darah dari senyawa yang berbahaya. Selain itu, hati pun bertugas memproduksi dan membantu metabolisme protein, menyimpan nutrisi, serta menghasilkan cairan empedu, energi, kolesterol, dan hormon.

Akan tetapi, jika kita membuka kamus, hati pun dimaknai sebagai ‘sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya)’. Bahkan, hati juga mengartikan ‘sifat (tabiat) batin manusia’ dan ‘apa yang terasa dalam batin’. Mengapa demikian?

Pada 2008, Poppy Siahaan menulis makalah yang berjudul “Did he break your heart or your liver? A contrastive study on metaphorical concepts from the source domain ORGAN in English and in Indonesian”. Kita tahu, padanan broken heart adalah patah hati. Padahal, secara literal, heart adalah jantung dan liver adalah hati.

Menurut Siahaan, konotasi hati yang saat ini sering kita gunakan tidak terlepas dari tradisi animisme di Nusantara. Pada era itu, organ hati dipercaya berkaitan dengan emosi dan mentalitas. Dalam bahasa Inggris, heart pun berasosiasi dengan konsep cinta. 

Kepercayaan animistik sudah melekat pada masyarakat Nusantara sebelum ajaran agama-agama modern disiarkan. Salah satu ritual dalam kepercayaan ini ialah mengorbankan hewan dan ‘membaca’ organ hati mereka untuk meramal masa depan. Hewan seperti ayam, babi, dan bison disembelih. Organ hatinya diperiksa untuk perolehan pengetahuan, bahkan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan dewa atau roh halus. Konsep hati hewan sebagai inti kehidupan manusia adalah penggambaran metaforis yang bersinggungan dengan perspektif paganisme. 

 

Coba perhatikan tiga poin berikut yang menjelaskan pemakaian kata hati pada era sekarang ini.

 

  1. Sebagai Inti Perasaan Cinta, Kebahagiaan, dan Lain-Lain

Hati sering kali digunakan sebagai tempat cinta bernaung. Jatuh hati dan jatuh cinta, misalnya, mewakili perasaan seseorang yang sedang berbunga-bunga. Perhatikan contoh berikut.

  1. Saya jatuh hati kepadamu.
  2. Buah hati saya telah tumbuh besar.

Lebih dari itu, hati juga dapat mewakili perasaan yang tidak mengenakkan.

  1. Hidup ini dia jalani dengan kecil hati.
  2. Hatinya pedih setelah mengetahui kebohongan sang kekasih.

 

  1. Sebagai Simbol Keinginan

Hati bisa melambangkan keinginan manusia. Uniknya, kita sering menemukan makna tersebut ketika kata hati diiringi dengan kata-kata lain yang mencerminkan keterukuran (volume, bentuk, dan massa).

  1. Roni akan berjuang sepenuh hati.
  2. Intan berbulat hati untuk menikah.
  3. Dengan berat hati, Lintang harus merelakan mimpinya.

 

  1. Sebagai Penanda Karakter Manusia

Jika berdampingan dengan bentuk lain, kata hati bisa menunjukkan karakter manusia. Contohnya adalah tinggi hati, rendah hati, dan murah hati. Bahkan, berhati-hati pun bisa mencirikan karakter atau sifat seseorang.

Selain itu, dua bentuk ini dapat menunjukkan kualitas moral manusia: hati yang kotor serta hati yang bersih, hati nurani, lubuk hati, dan hati kecil.  

Hati bukan sekadar organ tubuh. Lebih dari itu, hati adalah pusat kehidupan, inti jiwa, dan muara perasaan. Setidaknya itulah yang dipercayai oleh penganut animisme. Mungkin hingga hari ini, pandangan tersebut masih berlaku. Ketika cinta kita pupus, segalanya karut-marut. Tak jarang pula, hati yang patah membuat kehidupan hancur tak keruan.

 

Rujukan:

Penulis: Yudhistira

Penyunting: Ivan Lanin