Share

Kisah Keakraban KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan Berguru pada Kiai Kholil Bangkalan

Hantoro, Jurnalis · Jum'at 28 April 2023 08:43 WIB
https: img.okezone.com content 2023 04 28 614 2804891 kisah-keakraban-kh-hasyim-asy-ari-dan-kh-ahmad-dahlan-berguru-pada-kiai-kholil-bangkalan-BYhZkOzIen.jpg KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan. (Foto: Muhammadiyah.or.id)
A A A

KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan merupakan tokoh yang sangat penting dalam sejarah dakwah agama Islam di Indonesia. Keduanya adalah sahabat akrab dan menimba ilmu pada guru yang sama yakni Kiai Kholil Bangkalan Madura.

KH Hasyim Asy'ari pun pada akhirnya mendirikan organisasi Islam yang sangat besar yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Sementara KH Ahmad Dahlan menjadi pendiri Muhammadiyah.

KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan. (Foto: Muhammadiyah.or.id)

Kisah keakraban ulama-ulama terkemuka Tanah Air ini sangat menarik diketahui kaum Muslimin. Berikut ceritanya, seperti dijelaskan dalam akun Facebook Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Fahmi Salim, dikutip dari Ustadz Salim A Fillah.

Empat santri Syaikhana Kholil Bangkalan menjadi tonggak dakwah Islam di Indonesia. Bermula pada awal tahun 1900-an, empat murid menamatkan pelajarannya pada Kiai Cholil di Bangkalan Madura. Mereka pun pulang menyeberangi selat: dua ke Jombang, dua ke Semarang.

Dua murid yang ke Jombang, satu dibekali cincin KH Muhammad Ihsan (kakek Cak Nun "Emha Ainun Najib), dan satu lagi KH Romli (ayah KH Mustain Romli) dibekali pisang mas.

Dua murid yang ke Semarang yakni Hasyim Asy'ari dan Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan). Masing-masing diberi kitab untuk dipelajari pada Kiai Soleh Darat. 

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Kiai Soleh Darat adalah ulama terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir, ahli falak. Keluarga besar RA Kartini mengaji pada beliau. Bahkan atas masukan Kartini-lah, Kiai Soleh Darat menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jawa agar bisa dipahami. Dari sinilah buku fenomal Habislah Gelap Terbitlah Terang tercipta dari ayat "Minadz Dzululumati ilan Nuur".

Pada Kiai Soleh Darat, Hasyim dan Darwis (kemudian berganti nama jadi Ahmad Dahlan tabarruk dengan gurunya Syekh Ahmad Zaini bin Dahlan, Mufti Syafiiyyah di Tanah Haram) belajar tekun dan rajin.

Kedua sahabat itu lalu diperintahkan Kiai Soleh Darat segera ke Kota Makkah, Arab Saudi, untuk melanjutkan belajar agama Islam.

Setiba di Makkah, keduanya yang cerdas menjadi murid kesayangan Imam Masjidil Haram, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tampaklah kecenderungan Hasyim yang sangat mencintai hadits, sementara Ahmad Dahlan tertarik bahasan pemikiran dan gerakan Islam.

Tentu riwayat menuntut ilmu mereka di Tanah Suci sangat panjang. Hingga pada kepulangan keduanya ke Tanah Air dan gerakan yang dilakukan.

Hasyim Asy'ari pulang ke Jombang. Di sana Kiai Ihsan (kakek Cak Nun) menantinya penuh rindu. Beliau yang "sakti" inilah yang menaklukkan kawasan Tebuireng untuk didirikan pesantren bersama pendekar dari pesantren di Cirebon. 

Hasyim Asy'ari mohon agar berkenan mulai mengajar di situ. Beliau membuka pengajian "Shahih al-Bukhari". Bahkan Syaikhana Kholil, sang guru, juga pernah mengaji kepada Hadratus Syekh.

KH Romli Tamim yang juga di Jombang mendirikan pesantren di Rejoso, kelak menjadi pusat Thariqoh Al Mu’tabarah (Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah) yang disegani yakni Pondok Pesantren Darul Ulum, Peterongan Jombang.

Sementara Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari menjadi orang yang membuat pengajian hadits penting dan terhormat. Sebelum Hadratusy Syaikh memulai Ponpes Tebuireng dengan kajian Shahih al-Bukhari, umumnya ponpes cuma mengajarkan tarekat. Bahkan pernah suatu ketika Syaikhona Kholil ikut mengaji hadits ke Mbah Hasyim.

Tebuireng makin maju, santri berdatangan dari seluruh Nusantara. Hubungan baik terjalin dengan Kiai Hasbullah, Tambakberas, Jombang.

Putra Kiai Hasbullah, Abdul Wahab, yang kelak jadi pendiri organisasi Islam terbesar yang dinisbatkannya pada Hadratusy Syaikh: NU. Konon selama KH Abdul Wahab Hasbullah dalam kandungan, ayahnya mengkhatamkan Alquran 100 kali diperdengarkan pada si janin.

Tebuireng juga berhubungan baik dengan KH Bisyri Syansuri Denanyar. Abdul Wahid Hasyim menikahi putri beliau, Nyai Hj Solichah (ibunda Gus Dur).

KH Bisyri Syansuri juga beripar dengan KH Abdul Wahab Hasbullah. Inilah segitiga pilar NU: Tambakberas-Tebuireng-Denanyar. 

Satu waktu ada santri Hadratusy Syaikh melapor bahwa di Yogyakarta ada gerakan yang ingin memurnikan agama dan aktif beramal usaha. "Oo kuwi Mas Dahlan," ujar Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari, "Ayo podho disokong! (Itu Mas Dahlan, ayo kita dukung sepenuhnya)."

KH Ahmad Dahlan sang putra penghulu keraton itu amat bersyukur. Beliau kirimkan hadiah. Hubungan kedua keluarga makin akrab.

Sampai generasi keempat, putra-putri Tebuireng yang kuliah di Yogyakarta selalu kos di keluarga KH Ahmad Dahlan Kauman.

Sebagai bentuk dukungan pada perjuangan KH Ahmad Dahlan, Hadratusy Syaikh menulis kitab Al-Tambihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat.

Ketika akhirnya gesekan makin sering terjadi antara anggota Muhammadiyah dan kalangan pesantren, Hadratusy Syaikh turun tangan. "Kita dan Muhammadiyah sama. Kita Taqlid Qauli (mengambil pendapat ulama salaf), mereka Taqlid Manhaji (mengambil metode)."

Tetapi dipelopori KH Abdul Wahab Hasbullah, para murid menghendaki kalangan pesantren pun terorganisasi baik. NU berdiri.

Direstui Hadratusy Syaikh, Abdul Wahab Hasbullah dan rekan berangkat ke Makkah menghadap Raja Saudi menyampaikan aspirasi madzhab agar beliau bisa menghentikan rencana penghancuran makam Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam.

Kepulangan mereka disambut Hadratusy Syaikh dengan syukur sekaligus meminta untuk terus bekerja sama dengan Muhammadiyah.

Atas prakarsa Hadratusy Syaikh, KH Mas Mansur, Muhammadiyah, dan tokoh lain maka terbentuklah Majlisul Islam A’la Indunisiya (MIAI).

Demikian kisah Kiai Kholil Bangkalan yang mendidik murid-murid hingga menjadi ulama besar di Indonesia. Sangat penting diketahui agar terjaga pikiran, lisan, dan perkataan para pewaris dakwah.

Wallahu a'lam bisshawab

1
4

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini