Profesor Seni Rupa Asal Aceh, Abdul Djalil Pirous Tutup Usia

Profesor Seni Rupa Asal Aceh, Abdul Djalil Pirous Tutup Usia
Prof. Abdul Djalil Pirous tutup usia. (Foto: Istimewa).

Bandung | Prof. Abdul Djalil Pirous, seorang seniman lintas zaman meninggal dunia di usia 92. Pirous meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Boromeus, Bandung, pada Selasa (16/4/2024) sekitar pukul 20.40 WIB.

Meninggalnya Pirous membawa duka bagi Keluarga Besar Institut Teknologi Bandung (ITB). Pirous diketahui merupakan Purnabakti Guru Besar Emeritus Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB.

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa serta pengabdian yang telah diberikan Pirous, ITB melaksanakan prosesi pelepasan jenazah di Aula Timur, ITB Kampus Ganesha, Bandung, pada Rabu (17/4/2024) sebelum jenazah diberangkatkan ke pemakaman Cibarunai, Sarijadi, Bandung.

Prosesi pelepasan jenazah almarhum Pirous berlangsung secara khidmat. Rektor ITB, Reini Wirahadikusumah dalam pidato pelepasannya menyampaikan belasungkawa yang teramat dalam atas wafatnya almarhum.

Semasa hidup, Reini menyebut Pirous telah menapaki perjalanan panjang di dalam karirnya. Dia juga merupakan sosok terhormat yang banyak berjasa tidak hanya bagi ITB, namun bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

"Keluarga besar ITB berkabung atas berpulangnya Prof. Abdul Djalil Pirous. Kita semua hadir di sini untuk memberikan penghormatan terakhir, penghargaan, atas darmabakti, dan cinta beliau kepada ITB," kata Reini dalam keterangan tertulisnya.

"Selamat jalan Prof. Abdul Djalil Pirous, terima kasih atas segala dedikasi dan pengabdiannya. Doa kami semua menyertai Bapak, semoga berada dengan tenang di sisi Allah SWT," lanjutnya.

Sementara itu, perwakilan keluarga Prof. Abdul Djalil Pirous, yakni Iwan Pirous, yang merupakan anak almarhum mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar ITB atas segala perhatian dan penghormatan kepada beliau.

"Terima kasih kepada seluruh sahabat dan rekan civitas academica ITB atas dukungan yang tak terhingga. Mari bersama-sama merawat apa yang telah beliau tanamkan. Dengan tulus kami ucapkan, selamat jalan Ayah dan guru kami yang tercinta," kata Iwan.

Perjalanan Hidup Sang Seniman

Abdul Djalil Pirous, atau yang dikenal dengan A.D Pirous lahir pada 11 Maret 1932 di Meulaboh, Aceh. Dia merupakan seniman seni rupa di Indonesia, sekaligus perintis pendidikan desain grafis di ITB. Pirous kemudian ditunjuk sebagai Guru Besar Emeritus ITB pada tahun 2005.

Prof. Abdul Djalil Pirous merupakan seniman lintas zaman di Indonesia. Dia memiliki berbagai pengalaman berkarya sejak masa kolonial, Orde Lama, Orde Baru, hingga reformasi. Atas karya-karyanya tersebut, menjadikan Pirous sebagai seniman pembaru seni lukis modern dengan latar belakang karya Islam.

Tak hanya itu, beliau pun adalah pendiri studio seni dan desain bernama Decenta (1973-1983). Semasa hidupnya, Pirous telah banyak mendapat penghargaan atas karya-karyanya.

Perjalanan karirnya dimulai sejak tahun 1960. Karya-karyanya sudah dipamerkan ratusan kali dalam pameran berskala nasional hingga internasional. Pirous menyelesaikan pendidikannya di Departemen Seni Rupa ITB pada tahun 1964 hingga melanjutkan studi printmakingdan desain grafis diRochester Institute of Technology,RochesterNew York,Amerika Serikat pada 1969.

Pada 1972, Pirous kembali ke ITB sebagai Kepala Studio Desain Grafis Jurusan Desain. Di tahun 1975, Pirous mendirikan Decenta atau Design Center Association di Bandung. Pirous ditunjuk ITB sebagai Dekan pertama FRSD pada 1984. Di tahun yang sama, Pirous mendapatkan Silver Prize Seoul International Art Competition dari Kementerian Luar Negeri Republik Korea.

Dia juga merupakan pengajar senior Pascasarjana Seni Rupa dan Desain ITB yang membuka mata kuliah baru "Seni Rupa Modern di Asia Pasifik dan Asia Tenggara".

Di tahun 1991, Pirous ditunjuk sebagai Ketua Delegasi Indonesia untuk Komite Nasional Asian International Art Exhibition dan sempat menjadi Deputi Direktur Contemporary Art Exhibition of the Non Aligned Countries, Kemdikbud RI pada tahun 1994.

Prof. Abdul Djalil Pirous kemudian menikah dengan Erna Garmasih, yang juga merupakan seorang pelukis ulung alumni ITB. Pernikahan keduanya dikaruniai tiga orang anak, yakni Mida Meutia, Iwan Meulia, serta Raihan Muerila.

Di tahun 2003, pasangan ini mulai membangun rumah impian mereka di Bandung, yang rampung pada setahun kemudian. Pada tahun 2017, mereka meresmikan galeri bernama "Serambi Pirous", yang menjadi tempat beraktivitas, berkarya, dan menampilkan karya seni mereka.

Karya Pirous

Beberapa pameran tunggal pernah digelar Pirous, seperti Pameran Retrospektif I untuk karya 1960-1985, di TIM pada tahun 1985 dan Retrospektif II untuk karya 1985-2002, di Galeri Nasional, Jakarta pada tahun 2002.

Pirous mempunyai gaya lukis yang khas dengan tekstur dan warna-warna yang dibuat sangat terelaborasa dan sabar. Cara melukisnya mempunyai identitas tersendiri, yaitu dibuat dengan cara melapisi warna dengan pasta pualam dan pisau palet. Pembeda pameran itu yaituAyat-ayat Semestayang berfokus pada gaya karya Pirous.

Pada tahun 2010, seni modern dan abstrak di Asia Tenggara semakin mendapatkan tempat di dunia internasional. Hal ini membuat Pirous beserta dengan pelukis lain, seperti Ahmad Sadali,Fadjar Sidik,danUmi Dachlan semakin mendapatkan panggung di pasar seni internasional.

Pengaruh Kaligrafi Islam Terhadap Karya Pirous

Salah satu keunikan Prof. Abdul Djalil Pirous adalah karyanya yang erat dengan kaligrafi Islam. Selain memberikan karya dengan konsep benda alam, lanskap, kehidupan sehari-sehari, dan figur binatang, dia juga memberikan perhatian khusus terhadap karya yang berhubungan dengan kaligrafi Islam.

Karya pertama beliau mengenai kaligrafi Islam diperkenalkan pada 1970 dengan menampilkan Surah Al Ikhlas: Pure Faith.

Awal Pirous mulai berkarya dengan kaligrafi, yaitu ketika dia melihat pameran Fragmen Keramik, manuskrip kuno Islam, kaligrafi Al-Qur'an dan lukisan miniatur yang dipamerkan di Metropolitan Museum of Art, New York Amerika Serikat sekitar tahun 1960-an.

Dari melihat objek-objek tersebut membuatnya teringat akan kampung halamannya di Aceh, yang memberikan pengaruh kepada karya-karyanya.

Berbagai lukisannya telah dipajang di koleksi Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Selain itu, Pirous juga mendesain ornamen untuk Gedung Bank Indonesia di Padang, Sumatera Barat.

Kecintaannya terhadap agama dan budaya Islam juga dibuktikan saat beliau menjadi Wakil Ketua Festival Istiqlal I di Jakarta pada tahun 1989 dan menjadi Wakil Ketua Mushaf Istiqlal Al-Qur'an Kementerian Agama Republik Indonesia pada 1990. Pada tahun 1995, beliau kembali menjadi Wakil Ketua Festival Istiqlal II di Jakarta.

Atas segala prestasinya, Pirous ditunjuk oleh Presiden Soeharto sebagai Profesor Seni Rupa pada tahun 1993 dan mendapatkan penghargaan Satyalencana Kebudayaan dari Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002.***

Komentar

Loading...