Kelelawar Lokal

Fajar Fauzi Hakim
Kilodepa
Published in
4 min readJan 29, 2020

--

Corona Virus dari Wuhan yang saat ini mewabah di Tiongkok dan mulai menyebar ke seluruh dunia, menurut para peneliti, berasal dari kelelawar. Virus ini berpindah dari kelelawar ke salah satu pemangsanya, yaitu ular, yang dimakan sebagai kuliner tradisional. Bagaimana dengan kelelawar-kelelawar yang ada di Indonesia? Apakah membawa virus berbahaya juga?

Indonesia memiliki 219 spesies kelelawar yang berbeda, terbanyak dibanding negara-negara lain. Variasi ekosistem yang tersebar pada lebih dari 13.000 pulau tropis di negeri ini menjadi penyebab beragamnya spesies kelelawar. Beberapa jenis kelelawar yang terdapat di Indonesia antara lain:

1) Kalong besar (Pteropus vampyrus), yang biasa disebut kalong atau keluang. Ia merupakan kelelawar pemakan buah dan salah satu spesies kelelawar terbesar.

2) Codot krawar (Cynopterus brachyotis), kelelawar pemakan buah yang umum ditemukan di Kalimantan. Makanan favoritnya adalah buah aromatis seperti mangga.

3) Kelelawar gua-nektar (Eonycteris spelaea), kelelawar pemakan nektar yang berperan penting dalam penyerbukan pohon buah durian.

4) Rubah terbang Sulawesi (Acerodon celebensis), spesies kelelawar yang terancam karena perburuan untuk dimakan. Hewan ini sudah punah dari kawasan Sulawesi Utara.

Di alam, kelelawar memiliki banyak tugas penting. Kelelawar, khususnya kelelawar pemakan serangga, berperan sebagai pengendali hama. Kelelawar jenis ini gemar memakan ulat larva ngengat yang sering merusak tanaman di perkebunan.

Selain itu, kelelawar pemakan buah dan pemakan nektar berperan sebagai pollinator, atau penyerbuk. Penyerbukan pada tanaman buah dapat terjadi terjadi jika serbuk sari berpindah ke putik bunga. Penyerbukan akan mendorong terbentuknya buah pada tangkai bunga. Hal tersebut dapat terjadi dengan bantuan angin, burung, serangga, dan kelelawar. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kelelawar sangat berperan pada penyerbukan buah durian.

Kelelawar juga berperan dalam penyebaran benih tumbuhan. Saat terjadi kebakaran hutan atau kerusakan lainnya, kelelawar dapat membantu melakukan revitalisasi hutan dengan menyebarkan benih dan biji-biji tanaman yang akan tumbuh menjadi bagian dari hutan baru. Kelelawar umumnya hanya menyerap sari buah dan membuang serat serta bijinya. Biji buah dapat dijatuhkan kelelawar jauh dari pohonnya sehingga biji tersebut akan tumbuh menjadi pohon tanpa berdesakan dengan pohon induknya. Karena perannya tersebut, kelelawar disebut sebagai ‘petani tropis’.

Namun kelelawar juga merupakan mamalia yang menjadi sumber penyakit terbanyak. Sebanyak 137 penyakit dapat dibawa oleh hewan ini dan 61 di antaranya berpotensi menjangkiti manusia. Kebanyakan penyakit yang dibawanya ini berupa virus, seperti SARS, nipah, rabies, corona virus, alpha herpervirus, paramyxovirus, polyoma virus, bufavirus, dan lain-lain. Virus ebola yang sempat menggemparkan dunia beberapa tahun lalu juga berasal dari kelelawar. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB Prof. drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D., mengatakan bahwa kelelawar merupakan reservoir utama atau agen pembawa berbagai penyakit zoonosis, atau penyakit yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia.

Penyebab kelelawar memiliki banyak virus ini belum benar-benar dipahami oleh para peneliti. Namun lama hidupnya yang cukup panjang dan kebiasaannya bersarang di tempat yang sempit berdesakan satu sama lain diduga menjadi penyebabnya. Anehnya, virus-virus yang dibawa kelelawar ini tidak terlihat menjangkiti kelelawar itu sendiri. Institut Virologi Wuhan di Tiongkok, tempat awal wabah corona virus, menyebutkan bahwa kelelawar telah berevolusi dengan mengembangkan sistem imun yang dipengaruhi oleh kemampuannya untuk terbang.

Mantan Menteri Kesehatan RI, Nila Faried Moeloek, menyebutkan pada tahun 2018 bahwa perubahan iklim dan pertumbuhan populasi manusia meningkatkan resiko kontak dengan kelelawar, baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui kontak dengan hewan ternak. Vaksin untuk virus-virus dari kelelawar dan metode memberantas virus pada kelelawar menggunakan sinar ultra violet masih dalam tahap pengembangan. Namun membasmi kelelawar sendiri bukan tindakan yang tepat untuk mencegah penyebaran penyakit. Malah beberapa penelitian menyebutkan bahwa hal itu akan meningkatkan jumlah kelelawar yang rentan terkena penyakit. Menghindari kontak, apalagi memakan kelelawar, adalah cara yang tepat untuk terhindar dari zoonosis kelelawar.

--

--