Teror Pocong Hitam (Part 1)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
18 Juni 2020 22:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pocong, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pocong, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebut saja Karyo, Karyo biasa bermain dengan teman-temannya di depan rumah pak Doyo. Karyo tipe orang yang kendel (pemberani) dan arogan. Saking beraninya, dia pernah bersembunyi di makam yang angker. Tempat dimana dikuburnya para korban pesugihan atau para pelaku pesugihan.
ADVERTISEMENT
Untuk desanya mungkin berbatasan dengan daerah Pemalang. Desa itu diapit oleh sawah yang sangat luas. Konon, desa M (tempat para pelaku pesugihan) sering meneror desa W dengan mengganggu anak-anak kecil.
Karyo ini berada di desa W dan memang faktanya, desa W lebih maju dibanding desa M. Kok bisa? Karena rata-rata hasil pertaniannya selalu berhasil, ternak juga sebagai tempat transit para pendatang yang akan melanjutkan ke daerah Batang atau Pekalongan Utara.
Karyo bermain dengan temannya yang kala itu berjumlah 5 orang. Padahal orang tuanya telah memperingatkan untuk tidak bermain setelah azan magrib.
"Jangan pulang lagi! tidur di luar," ucap bu Cici, ibunda Karyo.
Karyo hanya tertawa dan berlari tanpa memikirkan ada bahaya yang akan mengancamnya.
ADVERTISEMENT
"Siapa yang jaga?," tanya Karyo.
"Adit. Ayo sembunyi," Adit berjaga.
Dia menutup matanya dan berhitung hingga 50. Sandarannya adalah tembok rumah pak Dodo. Karyo, Rohim, Sastro dan Rusman bersembunyi. Namun mereka berpencar ketika berada di belakang rumah pak Dodo.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/restupa71830152]
"Kamu yakin bakal sembunyi disini?," tanya Rohim.
"Bagaimana lagi, yang penting jangan ketahuan," ucap Sastro.
Mereka bingung, sedangkan hitungan sudah mencapai 30. Karyo dan yang lainnya masih belum tahu tempat bersembunyi mana yang cocok untuk mereka.
"Aku di kandang sama Rohim, Karyo sama Rusman di mana?," Karyo langsung berlari menuju pohon salak yang tumbuh liar di dekat kandang.
"Ryo, mau ke mana? tunggu dulu," tanya Rusman.
ADVERTISEMENT
"Man, jaga anak itu," ucap Rohim.
Ilustrasi petak umoet, dok: pixabay
Rusman berlari mengejar Karyo yang sudah bersembunyi. Entah mereka tahu atau tidak, orang tua dari mereka mencari kesana-kemari. Tampaknya, teror pocong ireng (hitam) itu akan segera dimulai.
"Pak, Karyo belum datang," ucap Bu Cici.
"Dimana?," tanya Pak Subhan.
"Rumahnya pak Dodo," jelas bu Cici
"Susul sekarang," jelas pak Subhan.
Sementara itu, Adit mencari mereka yang sedang bersembunyi.
"Di mana, yo? Di belakang kali," ucapnya.
Adit mendengar suara hentakan kaki di kandang kambing. Pikirnya, ada orang yang bersembunyi di situ. Adit mendekati secara perlahan, langkah kakinya dipelankan. Dia menghindari menginjakkan kaki di ranting kering, dedaunan dan juga bekas botol-botol yang berserakan.
Begitu Adit telah berada di bibir pintu kandang, dia mendapati dua orang yang sedang menundukkan kepala.
ADVERTISEMENT
"Apa tidak bau sembunyi disini? Haha," Adit berlari ke arah depan rumah Pak Dodo sembari berteriak "Apel!"
Sastro dan Rohim telah ketahuan. Kini menyisakan Karyo dan Rusman.
"Halah, mudah ya?," ucap Sastro.
"Carikan dua lagi," sambung Rohim.
Dengan perasaan bangga, Adit mencari Karyo dan Rusman di sekitaran kandang. Sastro dan Rohim segera berdiri dan menyambut kedatangan pak Subhan serta bu Cici.
"Nak, Karyo dimana?," Sastro dan Rohim saling gugup. Mereka berdua seperti terpojokkan ketika pertanyaan itu dilontarkan kepadanya.
Sementara itu, Adit mendapati sesuatu di pohon salak yang berdekatan dengan kandang kambing itu.
"Disitu," Adit melakukan hal yang sama, dia berjalan dengan pelan dan menghindari dedaunan serta ranting kering.
Ilustrasi dedaunan, dok: pixabay
Rusman dan Karyo masih bertahan di tempat itu. Mereka tak tahu bahwa pohon salak itu merupakan awal kemunculan pocong ireng (hitam) yang pernah diketahui oleh warga sebelumnya.
ADVERTISEMENT
"Man, banyak nyamuk," ucap Karyo.
"Keluar aja, yuk," ajak Rusman.
Karyo hanya menepak tangannya untuk menangkap nyamuk. Namun, dia merasakan ada endusan napas yang sangat berat. Bau busuk seperti daging terbakar tercium.
"Bau apa ini, man?," Rusman merasakan hal yang sama.
Mereka berdua bersamaan menatap kebelakang. Ketika dilihat.
"POCOOONGG IREEEEENG!"
Rusman berlari meninggalkan Karyo. Sedangkan Karyo hanya terdiam menatap wajah buruk pocong itu.
"Aaa-mpun," ucap Karyo.
Rusman yang keluar dari tempat ia bersembunyi mengagetkan Adit.
"Eh, kenapa kamu teriak-teriak?" ucap Adit.
"A-aada Pocong hitam!" ucap Rusman.
"Karyo mana?," tanya Adit
"Kar- ... lah tadi di belakang?," Rusman bingung.
Dia berlari ke arah depan rumah pak Dodo. Adit menyusul Rusman dari belakang. Dia juga tak ada pikiran untuk menyelamatkan Karyo. Teriakan Rusman membuat pak Subhan dan bu Cici bertanya-tanya.
Ilustrasi ketakutan, dok: pixabay
"Nak, ada apa?," tanya pak Subhan
ADVERTISEMENT
"Po-pocong Ireng."
"Karyo ada di mana?,"
"Karyo tertinggal. Aku takut,"
"Di mana?," tanya Pak Subhan.
"Pohon salak," pak Subhan langsung berlari. Sementara itu bu Cici menyuruh mereka untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Beberapa warga mulai membukakan pintunya. Dia bertanya-tanya dan apa yang sedang terjadi. Mengapa anak-anak masih berkeliaran di luar rumah.
"Ayo, aku bantu." ucap beberapa warga.
Para warga berduyun-duyun menuju pohon salak sembari membawa lentera / damar. Hal yang serupa dirasakan pak Subhan. Dia masih mencari Karyo di pepohonan salak.
"Ka-karyo! Karyooooooo!" Pak Subhan melihat dengan mata kepalanya sendiri tubuh Karyo yang tergeletak di antara dedaunan yang berserakan tepat di antara apitan pohon salak yang digunakan sebagai tempat bersembunyi Rusman dan Karyo.
ADVERTISEMENT
"Badanmu panas, nang," tangis Pak Subhan.
Kala itu, tubuh Karyo seperti orang yang terkena racun. Membiru, bengkak. Sesekali tubuhnya bergerak-gerak. Matanya masih melotot tajam ke arah yang tak dituju. Pak Subhan segera mengangkat tubuh Karyo sambil menangis. Para warga yang baru saja datang menanyakan sesuatu yang sedang terjadi. Mereka membantu pak Subhan untuk membawa Karyo ke rumah.
Keadaan menjadi kacau, seluruh warga desa W menuduh bahwa perbuatan keji ini adalah hasil rencana sempurna yang dikirimkan salah satu warga M dengan menjadikan anak kecil sebagai korban dengan Perantaranya adalah Pocong Ireng.
Bersambung...