Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mikroba Purba dari Dasar Batuan Laut Dalam

A   A   A   Pengaturan Font

Kehidupan di laut dalam sampai saat ini masih menyimpan banyak misteri. Tekanan air yang begitu kuat membuat wahana penginderaan kesulitan menjangkau hingga pada kedalaman ribuan meter.

Usaha untuk membuka tirai kehidupan laut dalam lebih jauh dilakukan tim University of Rhode Island (URI) yang dipimpin Profesor Steven D'Hondt dari Sekolah Pascasarjana Oseanografi universitas tersebut. Pada penelitian ini mereka mengambil sampel sedimen pada kedalaman 5,7 kilometer di Samudera Pasifik Selatan.

Mereka kemudian mengambil sampel sedimen pada kedalam 75 meter dari permukaan dasar laut. Pada kedalaman tersebut para ilmuwan menemukan sekelompok mikroba yang hidup di dalamnya. Dengan mengetahui umur sedimen, diperkirakan mikroba ini bertahan hidup pada batuan selama lebih dari 100 juta tahun dengan sedikit nutrisi.

Setelah diangkat dari endapan di bawah laut, mikroba kemudian ditempatkan pada kondisi yang memungkinkan kehidupan di laboratorium. Hebatnya, mikroba purba tersebut bahkan bisa bangun dari "hibernasi"-nya untuk melakukan metabolisme dan berkembang biak lagi.

Mikroba diinkubasi dengan karbon berlabel isotop dan nitrogen yang mengandung nutrisi. Dalam sepuluh pekan, isotop terlihat pada mikroba menunjukkan memiliki metabolisme aktif, bisa makan, dan membelah diri.

Hasil penelitian yang dipulbikasikan pada jurnal Nature Communications mengeklaim mikroba yang didapat merupakan mikroba tertua yang pernah diperoleh dari lingkungan laut yang berhasil dihidupkan. "Ini merupakan mikroba tertua dari lingkungan laut yang berhasil dihidupkan kembali," kata D'Hondt seperti dilansir oleh Voice of America.

Ia mengatakan kelompok mikroba tersebut terjebak di dasar laut setelah terkubur oleh lapisan sedimen yang terbentuk dari salju laut, puing-puing, debu, dan partikel lainnya. Kumpulan mikroba terjebak selama bertahun-tahun.

Sementara itu, rekan penulis dari Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology, Fumio Inagaki, mengatakan bahwa sedimen ini terbentuk karena terjadinya subduksi lempeng tektonik. Sedimen kemudian teroksidasi dan terbawa ke dalam mantel di zona subduksi. Saat lempeng tektonik bertabrakan membuat satu lempeng berada di bawah lempeng lainnya.

"Subduksi daerah besar ini di mana oksigen menembus melalui sedimen dan ke dalam basement membeku, memasukkan mineral teroksidasi ke mantel, yang dapat mempengaruhi kimiawi mantel atas dan evolusi jangka panjang oksidasi permukaan bumi," kata Inagaki.

Masih Misteri

Pekerjaan rumah dari penelitan itu adalah mengungkap bagaimana kumpulan mikroba tersebut dapat bertahan begitu lama dalam kondisi yang demikian keras, tanpa oksigen masih menjadi misteri. Kondisi tersebut menurut penelitian hampir terjadai pada 37 persen lautan dunia, 44 persennya berada di Pasifik.

Namun, ilmuwan berspekulasi bahwa mikroba menemukan cara untuk hidup dan berkembang biak dengan sedikit atau tanpa energy. Atau mungkin mereka bertahan melalui beberapa sumber energi yang belum ditemukan.

Dengan penemuan ini, D'Hondt menilai, kemungkinan ada kehidupan di tempat lain yang sebelumnya tidak dianggap mungkin. Bahkan di planet-planet tata surya yang memiliki kondisi sangat ekstrem bisa jadi terdapat kehidupan. "Mungkin tidak ada batasan untuk hidup di mana pun," ujar dia.

Pada kondisi anaerobik itu tim menemukan tingkat respirasi yang sangat lambat. "Sangat sulit untuk mendeteksi kehidupan ketika tidak terlalu aktif dan pada konsentrasi yang sangat rendah," lanjut D'Hondt.

Penelitian tersebut disponsoari oleh US National Science Foundation (NSF) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang. Proyek ini bertujuan mengeksplorasi kehidupan di bawah dasar laut.

Selain itu, penelitian juga merupakan bagian dari Deep Carbon Observatory, sebuah inisiatif sains internasional selama satu dekade untuk menyelidiki 90 persen karbon bumi yang terletak jauh di dalam planet ini. "Kami mengambil pendekatan holistik untuk biosfer bawah laut," kata Direktur NSF Division of Ocean Sciences. Rick Murray, yang terlibat pada penelitian tersebut.

Penelitian yang menemukan mikroba pada sedimen di bawah laut melibatkan banyak ahli dari bermacam bidang. "Tim kami terdiri dari ahli mikrobiologi, geokimia, sedimentologi, spesialis sifat fisik, dan lain-lain. Ini ciri khas penelitian interdisipliner," kata Murray.

Tim peneliti mencakup 35 ilmuwan dari 12 negara. Selain D'Hondt, ilmuwan dari URI yang berkontribusi dalam penelitian adalah profesor oseanografi Arthur Spivack dan David C Smith, Ilmuwan Riset Kelautan Robert Pockalny, dan mahasiswa pascasarjana Justine Sauvage. hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top