Kedai-Berita.com, Makassar– Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar, Jermias Rarsina. SH. MH menjelaskan bahwa PT Lisna Abdi Prima tidak berhak mendapat pengerjaan Proyek Pemborongan Pekerjaan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Area Makassar Selatan senilai Rp 7.550.380.782 miliar tahun 2017.
Pasalnya kata dia, dengan adanya surat keterangan tanggal 29 Desember 2017 yang diterbitkan oleh Kelurahan Katangka Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa yang pada pokoknya menegaskan bahwa badan usaha yang bernama PT. Lisna Abadi Prima tidak pernah berada atau berkantor di wilayah yang dimaksud dan tidak memiliki akta pendirian cabang perusahaan di Kabupaten Gowa berupa ijin Situ, Siup, dan Ijin operasional, bukti jika PT. Lisna Abdi Prima tidak berhak mengerjakan proyek senilai Rp 7.550.380.782 miliar yang bersumber dari APBN Tahun 2017 tersebut.
“Secara hukum ada fakta berupa alat bukti surat dan menurut KUHAP pasal 184 ayat 1 huruf C menunjukkan terjadi pemalsuan identitas perusahaan PT. Lisna Abadi Prima dalam mengikuti kegiatan pengerjaan proyek negara sebesar 7.550.380.782 miliar,” terang Jermias saat dimintai tanggapannya, Sabtu (30/12/2017).
Dengan melihat fakta yang ada, maka untuk mengungkap kebenarannya pun, lanjut Jermias, tak sulit. Yakni dengan meminta pertanggung jawaban hukum dari Lurah Katangka Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa untuk menjelaskan keterangan yang terjadi dengan membantah identitas keberadaan PT. Lisna Abadi Prima yang tidak pernah ada atau tidak berkedudukan hukum di wilayah Kelurahan Katangka yang dimaksud.
“Unsur tipikor jelas. Sudah menjadi rumus baku yang tidak terbantahkan lagi keadaan-keadaan ril unsur persekongkolan (kolusi) itu berafiliasi satu sama lainnya antara para pelaku kejahatan dalam hal bagaimana dapat memenangkan pengerjaan proyek fisik yang dananya bersumber dari anggaran negara itu,” jelas Jermias.
Sehingga dengan ditemukannya bukti dugaan pemalsuan identitas maka jelas perusahaan PT Lisna Abadi Prima sebagai perusahaan pemenang tender pengerjaan proyek P2TL PLN sudah cacat hukum atau tak berhak mengerjakan mega proyek yang dimaksud.
“Maka sesuai hukum, kuat dugaan terjadi persekongkolan atau dikenal adanya kolusi yang telah menimbulkan kejahatan korupsi keuangan negara senilai 7.550.380.782 oleh PT Lisna Abadi Prima sebagai pihak yang tidak berhak,” tegas Jermias.
Karena menurut Jermias, perusahaan tersebut tidak mungkin akan menang atau lolos sebagai pemenang proyek jika semua administrasi tidak memiliki syarat, apalagi syarat tersebut bukan saja bersifat prosedural tetapi sifatnya sangat substansif.
“Ini menunjukkan keberadaan PT PLN Wilayah Sulselrabar terkhusus panitia lelang tidak menjalankan kewenangannya secara maksimal dalam hal memverifikasi data perusahaan peserta tender yang masuk dengan tindakan evaluasi faktual mengenai beberadaan kebenaran perusahaan peserta tender atau lelang sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa,” Jermias menandaskan.
Sebelumnya, Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar mengusut dugaan korupsi pada proyek pemborongan pekerjaan penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) Area Makassar Selatan senilai Rp 7.550.380.782 miliar tahun 2017.
Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib mengatakan dalam proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 7.550.380.782 itu diduga kuat ada unsur gratifikasi sehingga memenangkan proyek yang tak memiliki badan hukum yang jelas yakni PT. Lisna Abdi Prima.
“Kantornya saja disini tak jelas. Dari hasil investigasi kami ada beberapa keterangan domisili usaha yang dibuat PT Lisna Abdi Prima tapi semuanya tak jelas,” kata Thalib, sapaan akrab Abdul Muthalib.
Beberapa dokumen keterangan domisili usaha yang telah dilampirkan PT. Lisna Abdi Prima dalam memenuhi syarat sebagai pelaksana proyek P2TL PLN yakni keterangan domisili dari Kelurahan Masale Kecamatan Panakukang Makassar dan keterangan domisili usaha dari Kelurahan Katangka Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa, semuanya bersifat bodong.
“Kelurahan Masale dan Kelurahan Katangka sudah mengeluarkan keterangan resmi jika surat keterangan domisili usaha PT. Lisna Abdi Prima tidak sah alias dibatalkan karena setelah dicek PT Lisna Abdi Prima sama sekali tak punya kantor dalam wilayah yang dimaksud. Jadi jelas bahwa PT Lisna tak berhak dapat pengerjaan. Ini ada apa,” ungkap Thalib.
Atas temuan ini, ACC Sulawesi akan segera melaporkan dugaan adanya persekongkolan jahat dalam pemenangan tender pengerjaan P2TL PLN senilai Rp 7.550.380.782 miliar yang telah dimenangkan PT Lisna Abdi Prima ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar mendekat ini.
“Mendekat ini kita akan laporkan resmi dan berharap Kejati segera turun mengusut dugaan korupsi dalam proyek ini,” tegas Thalib. (Kha)