Booklet Batak - Festival Budaya Unpad 2017

Page 1



ORGANIZED BY : REVITA FEBRYANI CHOREOGRAPHY BY : DYO TRINI THERESIA TAMPUBOLON

RANGGA RAMADITA MUHAMMAD BRAMASTIO M.

PERFORMANCES BY : DYO TRINI THERESIA TAMPUBOLON

GIVANI MAGHFIRAH PUTRI RANGGA RAMADITA RIDHO MULYA PAMBUDI ANISA NURFADILAH SYAFIRA ANUGRANI TASYA CECEP SUPERATMAN SAPUTRA ANGGUN TRIE NOVIANTI ASEP RUSLAN TRIE SETIANING TYAS ZAINI SUBANGKIT RAFIANI NURUL FAUZIAH DIMAS SUMARGONO DINI EKA LESTARI RATU ARLIZA KUSUMAH MUHAMMAD BRAMASTIO M.

DESIGN BY : ZAINI SUBANGKIT

MUHAMMAD BRAMASTIO M. DIMAS SUMARGONO

M A E T R E P U S K BATA IT.LY/BOOKLETBATAK]

LINE [B READ THIS BOOKLET ON


Oleh Dyo Trini Tampubolon

Menelik asal usul suku batak Banyak buku sejarah batak yang menyatakan bahwa “Si Raja Batak” ialah nenek moyang orangorang batak. “Si Raja Batak” yang dikatakan bertempat tinggal di Sianjur Mulamula di kaki Pusuk Buhit (daerah sekitar Kabupaten Samosir) merupakan keturunan dari Raja Ihatmanisia. Raja Ihatmanisia ini sendiri merupakan anak dari Si Borudeak Parujar yang lahir dari hasil perkawinannya dengan Raja Odapodap dari Langit Ketujuh. Berbagai tulisan maupun buku-buku sejarah Batak lainnya menyebutkan bahwa Si Raja Batak berasal dari Hindia Belakang dan membangun suatu perkampungan di Sianjur Mulamula. Meskipun terdapat banyak versi dari kisah asal muasal bangsa Batak ini, pada dasarnya si Raja Batak yang membangun perkampungan di Sianjur Mulamula merupakan awal dari lahirnya Suku Batak yang disebut Bangso Batak di dalam bahasa tradisional.

Keturunan Si Raja Batak kemudian menyebar dan membentuk perkampungannya masing masing. Perkampungan yang dibangun oleh keturunan Si Raja Batak inilah yang kini menjadi subkultur dari suku ini yaitu yang terdiri dari lima subkultur Batak: Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pak-pak, Batak Angkola dan Batak Mandailing (Batak Angkola dan Mandailing lebih sering dilebur menjadi satu subkultur). Secara khusus, W. M. Hutagalung menulis tarombo (silsilah) yang menunjukkan bahwa marga-marga dari subkultur Pak-pak, Karo, Simalungun, serta Mandailing merupakan turunan dari marga-marga Toba. Artinya, Batak Toba merupakan induk dari marga-marga tersebut. Namun di luar sejarah yang sudah dipaparkan, terdapat pula beberapa pandangan ahli sejarah yang menyatakan bahwa sebelum SI Raja Batak tiba dan mendirikan perkampungan di Sianjur Mulamula, Tanah


Toba pada sekitar 500 – 1.000 tahun lalu telah didiami oleh banyak manusia. Orang-orang ini disebut Raja-Raja Toba. Raja-Raja Toba ini dipercaya datang dari pesisir timur Sumatera bagian Utara dan diperkirakan merupakan orangorang yang berasal dari ras Australomelanesoid atau yang disebut juga Orang Negrito.


Franz Weillhelm, dalam kunjungannya pada tahun 1840-an mengemukakan tentang ritual kanibalisme (Battaer) di Tanah Batak. Ritual ini dipergunakan untuk hukuman sosial dalam kasus perzinaan, mata-mata, hingga pengkhianatan. Anggota tubuh korban didistribusikan kepada Raja dan masyarakat setempat. Konon kabarnya, ritual ini juga dipergunakan untuk menakut-nakuti pemerintah kolonial Belanda.



SUKU SIMALUNGUN


Rumah Bolon Simalungun Memiliki ukuran sangat besar apabila dibandingkan dengan rumah-rumah modern masa sekarang. Bentuk yang besar, merupakan sebuah Istana bagi sang pemimpin masyarakat Simalungun di masa lalu, sekaligus menjadi simbol status sosial masyarakat Simalungun.


MENGENAL SUKU DARI TIMUR DANAU TOBA Oleh Rafiani Nurul Fauziah Simalungun adalah salah satu suku asli yang mendiami Sumatera Utara, tepatnya di timur Danau Toba. Orang Karo menyebut mereka dengan sebutan Timur, karena letak mereka yang disebelah timur Tanah Karo. dalam bahasa karo, simalungun memiliki arti “wilayah yang sepi� karena dulunya daerah simalungun masyarakatnya hidup berjauhan sehingga tampak sepi.

Suku Simalungun diyakini berasal dari wilayah di India Selatan dan India Timur yang masuk ke nusantara sekitar abad ke-5 Masehi serta menetap di timur Danau Toba, dan melahirkan marga Damanik yang merupakan marga asli Simalungun. Dikemudian hari datang marga-marga dari sekitar Simalungun seperti: Saragih, Sinaga, dan Purba yang menyatu dengan Damanik menjadi empat marga besar di Simalungun. Untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang, diadakan kekerabatan menurut adat istiadat (budaya) Simalungun,


kriteria yang digunakan ialah menurut garis keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari pihak perempuan). Namun yang paling menentukan ialah garis menurut garis keturunan ayah. Walaupun demikian dalam menentukan kekerabatan (partuturan) juga dianut oleh paham keibuan (bilibneal discent) karena keluarga ibu/istri menduduki posisi sebagai tempat untuk meminta berkat (tuah atau pasu-pasu). Hubungan kekerabatan di kerajaan-kerajaan Simalungun boleh dikatakan seluruhnya diikat oleh hubungan perkawinan. Hal ini dimungkinkan karena konsep puangbolon (permaisuri) dan puangbona (isteri yang pertama) yang adalah prasyarat utama untuk menentukan seseorang menjadi pengganti raja sebelumnya. Batak Simalungun pada umumnya telah dipengaruhi oleh beberapa agama, seperti agama Kristen Protestan, Katholik, Islam dan yang masuk ke daerah Batak sejak permulaan abad XIX. Sebelum masuknya Misionaris Agama Kristen dari RMG pada tahun 1903, penduduk Simalungun bagian timur pada umumnya sudah banyak menganut agama Islam sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun. Bila diselidiki lebih dalam, suku Simalungun memiliki ber-

bagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari “Datu� (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa, yaitu Dewa di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Dewa di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Dewa di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). Tiga warna yang mewakili dewa-dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya. Bagi orang Simalungun ada falsafah yang mengatakan “totik mansiatkon diri, marombow bani simbuei�, artinya cermat (bijak) membawa diri dan mengabdi kepada khalayak umum. Sehingga hidup selalu menyenangkan bagi orang lain. Hal inilah yang menjadikan orang Simalungun lebih banyak beradaptasi (menyesuaikan diri) dibanding dengan suku lainnya. Ini juga yang membuat orang Simalungun sering melepaskan identitasnya, hanya untuk menyesuaikan dirinya dengan orang sekitarnya.


Kursi Batu Raja Siallagan, salah satu tempat bagi para raja untuk menentukan waktu eksekusi bagi masyarakat batak Toba yang melanggar vvaturan dan norma sosial setempat.


SUKU TOBA


SIGALE GALE

BONEKA MISTIS DARI PULAU SAMOSIR


Sigale-gale merupakan pertunjukkan dari Pulau Samosir, Danau Toba, yang melibatkan boneka mistis berlatar legenda ratusan tahun.


Misteri

Sigale-Gale Oleh Zaini Subangkit Salah satu daya tarik budaya yang bisa disaksikan di tanah batak adalah sigale-gale. Sigale-gale merupakan pertunjukan dari pulau samosir, danau toba, yang

melibatkan boneka mistis. Kisahnya diambil dari cerita turun temurun dan dipercaya oleh masyarakat. Sigale-gale adalah boneka kayu yang dibuat untuk membahagiakan raja rahat, raja dari salah satu kerajaan di pulau samosir. Alkisah, Raja Rahat memiliki putra tunggal bernama Raja Manggale. Sayangnya, sang putra


Berkat patung tersebut, Raja Rahat pulih dari sakitnya. Sejak saat itu, masyarakat batak menyebut patung tersebut sebagai Sigale-gale, yang diambil dari nama Manggale. Pertunjukkan Sigale-gale tentu tidak menggunakan roh seperti dimasa lalu. Boneka yang digunakan dalam pertunjukkan, digerakkan menggunakan sistem penggerak mekanis, sehingga boneka bisa menari lincah. Tarian ini umumnya diiringi kesayangan gugur di medan perang musik Sordam dan Gondang Sabangunan. Boneka Sigale-gale pun akan dan jasadnya tidak ditemukan. ‘ditemani’ 8-10 orang penari yang Kesedihan karena kehila- akan menari Tor-Tor. ngan sang putra membuat Raja Pertunjukkan Sigale-gale bisa Rahat sakit. Guna membahagiakan kembali rajanya, para tetua di ke- disaksikan di Desa Tomok, Samosir, rajaan tersebut membuat sebuah pa- yang hanya berjarak sekitar satu jam tung yang mirip dengan Manggale. menumpang kapal feri dari Parapat. Agar patung tersebut ‘hidup’, para Bahkan, sampai saat ini, di tetua itu memanggil roh Manggale yang membuat patung bisa ber- Samosir, masih bisa dijumpai sejumlah patung yang dipahat puluhan tagerak. hun silam.


SUKU PAKPAK Oleh Dimas Sumargono

Suku batak pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Provinsi Aceh). Suku bangsa Pakpak kemungkinan besar berasal dari keturunan tentara kerajaan Chola di India yang menyerang kerajaan Sriwijaya pada abad 11 Masehi. Dalam administrasi pemerintahan,

suku Pakpak banyak bermukim di wilayah Kabupaten Dairi di Sumatera Utara yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 menjadi dua kabupaten, yakni Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat. Dalam kehidupan sosialnya, sub-suku batak pakpak ini memiliki struktur sosial sendiri. Relasi dalam struktur sosial ini ada pada keterkaitannnya dengan garis keturunan dan perjodohan seperti yang umum dalam suku batak. Struktur sosial tersebut terbagi dalam sinina tertue, penengah, perekur-ekur, berru dan puang.


Okir Nengger / Nipermunung Melambangkan kedudukan Raja, Pertaki (penguasa), seorang bangsawan asli di tempat ia tinggal. Ukiran ini juga melambangkan kejayaan pemerintahan seorang raja.


Mandailing, bersamaan dengan suku Batak lainnya, bermigrasi ke selatan sebelum kedatangan Portugis dan Belanda di Sumatera. Penjajahan Belanda di Sumatera menyebabkan Mandailing menjadi bagian dari Suku Batak, berdasarkan aturan irisan yang dibuat untuk mengklasifikasi dan membuat tipologi. Suku Mandailing memiliki keterkaitan dengan Suku Batak Toba, akibatnya Suku Mandailing melebur menjadi satu yang dinamai Suku Batak Mandailing di Indonesia dan Suku Melayu Mandailing di Malaysia.

Suku Mandailing Oleh Givanni Maghfiroh Suku Mandailing suku yang lebih banyak ditemui di bagian utara pulau Sumatera, Indonesia. Mereka datang di bawah pengaruh Kaum Padri yang memerintah Minangkabau di Tanah Datar. Suku ini dipengaruhi oleh budaya Islam. Suku ini juga tersebar di Malaysia, tepatnya di Selangor dan Perak. Suku ini juga memiliki keterkaitan dengan Suku Angkola.

Suku Mandailing lebih banyak tersebar di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara. Kelompok pertama yang datang di wilayah tersebut adalah Pulungan dan Nasution. Penduduk suku Batak Mandailing mayoritas adalah beragama Islam. Berbeda dengan orang Batak Toba yang beragama Kristen. Tapi kedua suku bangsa ini berawal dari sejarah asal usul yang sama.

Lima belas Marga yang Secara Sah diakui di Suku Mandailing adalah Pulungan, Nasution, Lubis, Matondang, Rangkuti, Batubara, Mandailing merupakan Marbun, Harahap, Dalimunthe, Hutagabungan dari dua kata: mande, suhut, Siregar, Hasibuan, Daulay, yang berarti “ibu�, dan hilang. Suku Pane, dan Pohan.


Suku karo Oleh Asep Ruslan

Karo adalah salah Suku Bangsa asli yang mendiami Pesisir Timur (Ooskust) Sumatera atau bekas wilayah Kresidenan Sumatera Timur, Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Nama suku ini juga dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Suku Karo juga sering disebut suku Batak Karo. Hal ini dikarenakan banyaknya marga, kekerabatan, kepercayaan, dan geografis domisilinya yang dikelilingi etnisetnis yang dikatakan Batak. Orang Karo menyebut dirinya kalak Karo, orang diluar Karo dan tidak mengenal Karo-lah yang kemudian memanggil mereka Batak Karo. Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan

untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, Perangin-angin Kelima marga ini masih mempunyai submerga masingmasing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau lakilaki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah diantara mereka.


Batakhaus, sebuah museum berbentuk Rumah Bolon khas Batak di Werpeloh, Jerman. Rumah ini menjadikan suku Batak lebih dikenal di kancah internasional.


Oleh : Syafira Anugrani Tasya

memperkenalkan EKSISTENSI Suku bataK kepada dunia Sebagai salah satu suku dengan persebaran terluas, suku batak memiliki lima sub-kultur suku yang terbagi ke dalam suku batak pakpak, mandailing, simalungun, angkola dan batak toba. Kelima suku ini terorganisir dalam sebuah ikatan bernama Jong Batak yang tercipta pada tahun 1926. Suku yang umumnya berdomisili di Sumatera Utara ini, kini mulai memperkenalkan eksistensinya kepada dunia internasional. Pasalnya, kehadiran museum batak di Werpeloh, Jerman, menjadi salah satu indikator bagaimana suku batak begitu menarik perhatian ma-syarakat dunia. Rumah Bolon khas suku batak Simalungun berdiri tegak di salah satu jalan di Jerman. Rumah ini disebut sebagai Batakhaus yang terdiri dari tiga tingkat sesuai dengan bentuk aslinya. Tingkat paling atas diperuntukkan kepada roh leluhur, bagian tengah diperuntukkan kepada keluarga, sedangkan tingkatan terendah untuk hewan peliharaan.

Museum berbentuk rumah panggung tersebut menjadi salah satu hal yang menunjukkan keragaman budaya Indonesia. Rumah adat yang memiliki warna dan bentuk yang berbeda dari rumah konvensional di Jerman cukup membelalak mata waga lokal. Hal itu menarik masyarakat Jerman untuk lebih mengetahui lebih dalam mengenai suku batak secara umum. Batakhaus sendiri dibangun dengan bahan-bahan setempat, seperti batu hummlinger, kayu ek untuk dinding dan ilalang untuk atapnya. Didominasi warna merah, hitam dan coklat muda menambah kesan suku batak yang kental. Rumah bolon yang sudah dibangun sejak tahun 1978 ini semakin kental dengan tambahan ornamen dan ukiran yang sangat mencerminkan suku batak itu sendiri.


DANAU TOBA INTRODUCING TOURISM IN THE LAND OF BREATHTAKING BEAUTY Oleh : Dimas Sumargono

DANAU TOBA Berawal dari letusan Gunung Toba, danau ini menjadi danau hasil erupsi vulkanik terbesar di Asia Tenggara. Dengan luas lebih dari satu kilometer persegi dan kedalaman 450 meter, danau di ketinggian 900 mdpl ini lebih terlihat seperti semudera di ketinggian.


Danau yang terletak 170 kilometer dari pusat kota Medan bisa diakses melalui dua rute utama, yaitu Medan-Parapat dan MedanBerastagi. Untuk menjangkau Pulau Samosir bisa ditempuh melalui jalur darat via Tele-Pangururan dan bisa menggunakan Ferry dari parapat. Pulau Samosir memiliki beberapa objek wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Desa Ambarita, Huta Siallagan dan Huta Bolon.


HUTA SIALLAGAN, SAMOSIR Huta Siallagan merupakan salah satu kawasan historis yang kental akan cerita kanibalisme di tanah batak. Kanibalisme di tanah batak didasari atas hukum adat yang berlaku pada masyarakatnya yang menyalahi norma sosial, seperti pengkhianatan, mata-mata, serta perzinaan. Dahulu, para Raja duduk bersama di sebuah batu peradilan untuk menentukan hari baik eksekusi berdasarkan kalender batak. Namun tidak seseram itu, setelah memasuki kawasan Huta Siallagan, kita akan disambut oleh delapan rumah bolon yang membelalak mata. istana maimun, medan Menjadi ikon kota Medan, Istana Maimun adalah salah satu peninggalan terbesar dari Kerajaan Deli. Dengan luas tanah lebih dari 2.700 meter persegi, dahulu tempat ini dijadikan sebagai rumah tinggal pewaris tahta Raja Deli. Unsur islami, Spanyol dan Melayu melekat kuat pada objek pariwisata yang berlokasi di pusat Kota Medan ini.


festival danau toba Dilaksanakan di Danau Toba, prosesi pelaksanaan festival ini dilakukan dengan mengadakan Solu Bolon terlebih dahulu, yaitu mengelilingi danau menggunakan sampan besar dengan hiasan gorga khas batak. Festival ini diadakan untuk mempertahankan tradisi suku batak yang kini mulai tergerus akan peradaban modern. Kebudayaan batak dipertahankan melalui tradisi yang mengusung atraksi pariwisata, olahraga dan alam ini. Atraksi ini biasa dilakukan masyarakat batak, khususnya yang tinggal di Toba-Samosir. Festival ini diadakan pada bulan september di setiap tahunnya. TAMAN ALAM LUMBINI Selain kental akan budaya batak itu sendiri, keragaman suku batak terletak pada penganut agama di dalamnya. Suku batak tidak hanya menganut agama Kristen, namun beberapa marga lainnya ada yang menganut agama islam. Meski di tanah batak, beberapa masyarakatnya masih menganut ajaran Buddha. Taman Lumbini merupakan salah satu bukti nyata keberadaan penganut Buddha pada masyarakat Batak. Selain sebagai tempat ibadah, Taman Lumbini juga menjadi tempat pariwisata yang menarik para turis untuk hadir ke tanah batak.


wajib dicoba! 5 menu kuliner khas batak

Babi Panggang Karo

Saksang Babi


Ikan Arsik Khas Tapanuli

Mie Gomak Khas Medan

Ikan Mas Naniura (Tanpa Masak)



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.