Anda di halaman 1dari 3

Source: http://www.walhi.or.

id/kampanye/psda/050928_benihjagung_cu/

Paten Benih Menyeret Petani Jagung ke Meja Hijau


Jakarta-Tukirin (62) petani asal Nganjuk, Jawa Timur diseret ke pengadilan dengan
tuduhan mencuri benih perusahaan produsen benih jagung hybrida, PT. BISI. Anak
perusahaan Charoen Pokphand, konglomerasi usaha input pertanian terbesar di Asia
tersebut juga menuduh Tukirin melakukan sertifikasi liar atas benih jagung yang mereka
patenkan. Selain Tukirin, tetangganya sesama petani Suprapto juga ikut dilaporkan.

Padahal yang dilakukan Tukirin sangat jauh dari yang dituduhkan. Ia memperoleh benih
yang dijual bebas tersebut secara sah dari penyalur benih resmi. Lewat pengetahuan
mengenai budidaya jagung yang dimilikinya, ia kembangkan benih jagung tersebut agar
dapat digunakan sebagai benih. Selama ini jagung hybrida yang dipanen tidak dapat
dijadikan benih untuk musim tanam berikutnya. Jika ingin menanam jagung kembali,
petani harus membeli benih jagung. Jagung hybrida hasil panen hanya bisa dijual dan
untuk konsumsi.

Yang dilakukannya adalah menanam benih jagung BISI yang dibelinya dalam 4 jalur.
Ketika jagung-jagung tersebut berumur 3 bulan, dan mulai mengeluarkan serbuk sari,
maka 3 jalur jagung dipotong serbuk sarinya. Dia sebut jalur ini jagung betina. Satu
jalur jagung tetap dibiarkan serbuk sarinya berkembang, jalur ini dia sebut jagung jantan.
Dengan pengaturan ini, maka 3 jagung betina tadi akan mengalami penyerbukan silang
dari jalur jantan.

Cara budidaya yang tidak biasanya itu, ternyata berhasil. Jagung yang dipanen dapat
digunakan sebagai benih dan tumbuh dengan baik. Petani-petani lain yang mengetahui
ini sangat senang karena tidak perlu mengeluarkan biaya besar membeli benih. Ia bagi
pengetahuan dan benihnya tersebut kepada petani lain.

Hal ini sampai ke manajemen perusahaan BISI. Apabila ini berlanjut, maka petani tidak
lagi bergantung pada benih yang dijual. Petugas lapangan BISI terjun ke kebun Tukirin
dan memperhatikan ladang jagungnya. Hingga akhirnya perusahaan melaporkan ke polisi
dengan tuduhan sertifikasi liar. Ia dicecar dengan tuduhan melakukan pencurian benih
induk jagung dari perusahaan dan kemudian menanamnya.

Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk mencoba mempertemukan kedua belah pihak.


Pemda berharap Perusahaan mencabut laporannya dan mencari penyelesaian damai.
Tukirin menyetujui, namun Perusahaan tetap melanjutkan laporannya. Atas pengaduan
tersebut, Pemerintah Kabupaten Nganjuk sangat kecewa dengan keputusan ini.

Sebelumnya Pemda Kabupaten Nganjuk dan PT. BISI telah melakukan perjanjian
kerjasama penanaman jagung dilahan petani. Menurut pihak pemda, program kerjasama
tersebut bertujuan memberdayakan kemampuan petani untuk menanam jagung hibrida.
Atas munculnya kasus ini Pemda Kabupaten Nganjuk menilai BISI telah mengingkari
kesepakatan. Namun demikian, pada saat proses pengadilan, para petani tidak didampingi
oleh Dinas Pertanian setempat maupun pengacara.

Proses pengadilan yang berlangsung selama 3 kali sidang, memutuskan Tukirin dan
Suprapto didakwa melakukan pembenihan illegal menggunakan teknik dari penangkaran
benih milik PT BISI Kediri. Dalam putusannya pada tanggal 15 Februari 2005, majelis
hakim yang diketuai oleh Makmun Masduki, SH, dan hakim anggota Saptono Setiawan,
SH,MHm, dan Vonny Trisaningsih, SH menyatakan kedua petani ini melanggar pasal
Pasal 61(1) “b” junto pasal 14 (1) UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman.

Padahal apa yang dilakukan Tukirin adalah penanaman silang, dan tidak terkait sama
sekali dengan kegiatan sertifikasi. Perbuatan melakukan penanaman silang jagung tidak
terkait sama sekali dengan aktivitas melakukan sertifikasi. Perusahaan telah melakukan
tuduhan yang tidak mendasar, dan Pengadilan telah salah menjatuhkan vonis.

Selain putusan yang tidak tepat, pengadilan juga berlangsung dengan tidak adil dan tidak
sesuai dengan hukum acara dalam KUHAP. Tukirin yang tidak mengetahui seluk beluk
aturan hokum dan tidak didampingi pengacara. Dirinya juga tidak menerima salinan
putusan (vonis) hakim, walaupun pernah dimintanya kepada Jaksa Penuntut. Baru pada
tanggal 27 Juni 2005 salinan putusan tersebut diperoleh Tukirin yang didampingi
WALHI. Hingga empat bulan lamanya ia tidak tahu pasal apa yang dilanggarnya dan
vonis sebenarnya. Sebelumnya ia menyangka divonis bersalah karena meniru cara
budidaya. Dengan proses pengadilan seperti ini, hilang haknya untuk mengajukan
banding.

"Komisi Yudisial harus melakukan pemeriksaan atas putusan tersebut. Apabila terbukti
pengadilan berlangsung tidak adil dan tidak wajar, maka Komisi Yudisial harus
mengupayakan pembatalan putusan tersebut dan mendorong ke arah pemulihan nama
baik dan hak para petani," tegas P. Raja Siregar.

Gugatan yang diajukan oleh BISI didasari oleh kepentingan ekonomi semata. Perusahaan
benih khwatir, dengan cara budidaya Tukirin, keuntungan perusahaan akan berkurang.
Petani tidak lagi tergantung pada benih yang dijual perusahaan setiap kali musim tanam
dimulai. Setelah kasus ini, masih ada beberapa petani lain yang saat ini mengalami
gugatan yang sama di Pengadilan Negeri Kediri.

“Menteri Pertanian harus turun tangan melindungi petani dari jeratan hukum ini dan
melakukan kajian ulang atas izin perdagangan benih jagung hybirda. Aturan hukum harus
dibuat untuk melindungi petani,” tegas Saiful Ridho, direktur eksekutif WALHI Jatim.
(rs/in)

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Ridho Saiful Ashadi


Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur
Email Ridho Saiful Ashadi
Telepon kantor: +62-031-501 4092
Mobile:
Fax: +62-031-505 4313
Tanggal Buat: 28 Sep 2005 | Tanggal Update: 28 Sep 2005

Anda mungkin juga menyukai