Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Sastra. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Batak
Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukan semata-mata jerih payah
penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa homat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
isi skripsi ini, penulis memaparkan sistematika penulisan skripsi ini sebagai
istiadat masyarakat.
relevan dan teori yang digunakan. Dalam kepustakaan yang relevan diuraikan
Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi
intrinsik didalam cerita Tugu Silahisabungan meliputi tema, alur atau plot, latar
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
Penulis,
Fertika Sinaga
120703020
ii
disiala sude asi ni roha dohot denggan ni basa na dilehonNa tu hita tarlumobi tu
ahu sandiri. Gabe boi do ahu margogo mangulahon huhut pasaehon skripsi on na
gabe sada syarat laho pasimpulhon singkola sarjana sian Fakultas Ilmu Budaya
Sumatera Utara. Tung pe nunga simpul skripsi on ndada holan halojaan sasada
ahu sian dibagas na alai dohot do tong na pangurupion sian sude sisolhot.
iii
pengertian cerita Dibagasan teori dipangke do teori struktural dohot teori sosiologi
sastra.
Bab III ima metode penelitian na mabahas metode dasar, lokasi penelitian,
Silahisabungan rodi tema, alur manang plot, latar manang setting, dohot
manjaha skripsi on. Tama nian mangalehon panorangoion dohot pandapotna asa
Panurat
Fertika Sinaga
Nim : 120703020
iv
tmdomn\dko\mUliateaHTdebtamprsirohnboln
o\diialSdeainirohdohto\de^gn\nibsndilehno\nTh
ittr\LmobiTaHsn\dirigbeboIdoaHmr\gogom^U
lhno\HHt\psaEhno\s\k\rpi\siaon\ngbesd\yr
t\lhopmi\pL\hno\s^ikolr\jnian\pkL\ts\Il\
MBdyUnipre\it\SmterUtr|s\k\rpi\siano\mr\
JdL\seritTGsilhisB<n\kjian\sosiaologiss\
t\raHmm\bhne\JdL\niano\sian\pr\Mlan\sd
TriTrian\nihlk\btk\nado^diHtsillhikesmtn
\ilhiB<n\kBptne\dIrip\ropni\siSmterUtrT^pe
N^<smi\pL\s\k\rpi\siano\n\ddholn\holn\hlo
jan\ssdaHsian\dibgs\nalIdohto\doto^np^Ur
piano\sian\Sdesislo\hto\hinro\hno\niItmdoa
Hmn\dko\mUliatehserepno\nirohHTLhT\sislo\
hto\Hnaolom<lehno\p^Urpiano\sian\t<ia^n^so<o
nisian\pm\bhenn\tri<to\TsiHmiski\sht\Tns
aes\k\rpi\siano\|asT^de^gn\jltor^p<Rsiaon\t
ri<to\TpNrt\honno\nis\k\rpi\siano\Hbhne\do
pr\sno\di^nsian\bb\1Impn\edHLan\nmm\bhs\
ltr\belk^mslhRMsn\mslh\Tjan\penelitian\m
n\paat\penelitian\letk\geaog\rpsi\Htsillhi
kesmtn\silhisB<n\kBptne\dIrikeadan\pne\Dd
K\Bdyms\yrkt\dohto\adt\Is\tiadt\|bb\2I
mkjian\pS\tknmm\bhs\kepS\tkan\y^relepn\d
ohto\teaoriy^diGnkn\dibgsn\kepS\tkan\y^relep
n\diptor^dope<r\etian\sosiaologipe<r\etian\ss\
t\rpe<r\etian\sosiaologiss\trdohto\pe<re\tia
n\seritdibgsn\teaoridip^kedoteaoris\t\rK\Trl\
dohto\teaorisosiaologisss\tr|bb\3Immetodepene
litian\nmm\bhs\metodedsr\loksipenelitian\me
todepe<M\Pln\dtdohto\metodeanlissi\dt|bb\4I
mnmm\bhs\Isilegne\dnptor^hno\s\t\rK\tR\se
ritTGsilhisB<n\roditemalR\mn^p\lto\ltr\m
n^te\ti^dohto\pre\wtkn\dohto\Un\sR\Un\R\ake\
s\t\rni\ski\|bb\5Imkesmi\Pln\dohto\rn\|sI
ado^doTTnHr^de^gn\Hr^tor^mn^nHr^lobidis\k\rpi\
siano\alniaIm<ni\doian\herephno\nirohdopNr
t\Ta^knmn\jhs\k\rpi\siano\tmnian\m<lehno
pNrt\
pre\tiksing
nmi\120703020
vi
Pada kesempatan ini, penulis tiada hentinya mengucapkan segala puji dan
syukur atas hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perlindungan-Nya serta kasih
damai Tuhan Yesus Kristus yang selalu senantiasa melindungi, mengiringi dan
memberikan kesehatan kepada penulis dari tahap awal penyusunan hingga tahap
penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini banyak pihak yang telah memberikan saran, motivasi, dan bimbingan maupun
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara. Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III,
serta seluruh staf maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra
Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan
vii
penyelesaian skripsi.
Sastra Batak yang telah memberikan pemikiran dan masukan dalam perkuliahan.
4. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum., selaku Pembimbing yang sudah mengarahkan
5. Seluruh Dosen di Program Studi Sastra Batak dan Melayu Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan ilmu
dan kasih sayang dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik kepada penulis
ayahanda PS.Sinaga dan ibunda R. boru Marpaung yang telah bersusah payah
merawat, mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang hingga
perhatian yang sangat berharga kepada penulis dalam mewujudkan cita-cita, baik
material maupun spritual dan selalu mengorbankan apapun yang ada padanya
7. Bapak Saut Siboro selaku Kepala Desa Silalahi yang telah memberikan izin
viii
lapangan.
9. Kak Fifi Triyani S.S., yang setia mengabdi pada kantor Departemen dalam
memberikan arahan kepada penulis dalam bidang akademik hingga saat ini.
10. Abangda Risdo Saragih, S.S.Pd., selaku alumni yang tak terlupakan yang
11. Penulis juga mengucapkan terimakasih abangda Togar Sibuea S.S., Lijen
Pasaribu S.S., Girson Tarigan S.S., Bob Sihombing S.S., Christanto Panjaitan
S.S., Arianus Gea S.S., Parsaoran Naibaho S.S., Willi Candra Pardede S.S,
Nababan, Roniuli Sinaga, Roni Simbolon, Sri Elsita Silalahi, Rianti Sitanggang,
Natalia Manalu, Heni Silitonga, Ria Sinaga, Ramayanti, Olihi Solin, Bob
Valentino, Jackle Sinurat, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu serta adik-adik junior stambuk 2013, 2014, 2015,
dan 2016.
13. Kepada Hotnauli Silalahi, Uli Panjaitan, Mega silitonga S.Kom, dan adek ku
Yosafat Sinaga, Weldyer Sinaga, Abed Nego Sinaga, dan team leader NCPLUS
atas motivasinya
ix
kesah penulis dan memberikan dorongan kepada penulis selama kuliah hingga
Medan maupun diluar kota Medan yang telah membantu penulis. Pada
kesempatan ini penulis selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa kiranya segala pertolongan yang mereka berikan, biarlah Tuhan yang akan
Penulis
Fertika Sinaga
Nim : 120703020
BAB I PENDAHULUAN
xi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Struktur Cerita Tugu Silahisabungan Di Desa Silalahi Kabupaten Dairi ..... 19
4.2 Nilai-Nilai Sosiologi Sastra pada Cerita Tugu Silahisabungan Di Desa Silalahi
5.2 Saran.............................................................................................................. 85
Daftar Pustaka....................................................................................................87
xii
PENDAHULUAN
KBBI artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, majemuk
tersebut biasa dilihat dari jumlah kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia
yaitu menurut sensus BPS tahun 2010 terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia.
Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia adalah suku Batak yang memiliki
populasi 8,5 jiwa yang terletak di Sumatera Utara. Etnik Batak memiliki 5 (Lima)
sub etnis yaitu, Toba, Karo, Simalungun, Angkola Mandailing dan Pakpak.
sejarah dan kebudayaannya. Cara yang paling umum dilakukan dengan cara
tradisi baik tradisi lisan maupun tradisi tulisan. Dalam perkembangannya tradisi
lisan adalah cara paling banyak dan paling umum ditemukan dalam masyarakat
hal ini terjadi karena pada zaman dahulu hanya sebagian masyarakat yang
adalah rakyat biasa menjadi faktor utama tradisi yang disampaikan lebih
cara-cara lisan atau pada masa sekarang lebih dikenal dengan kata folklor lisan.
Danandjaja (2002) folklor lisan memiliki bentuk seperti (1). Bahasa rakyat (folk
tradisional: teka-teki tradisional. (4). Puisi rakyat: pantun, gurindam, dan syair.
(5). Cerita prosa rakyat: mite, legenda, dan dongeng. (6). Nyanyian rakyat.
segi moral, edukasi, ritual, dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada
umumnya cerita prosa rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak
diketahui
bentuk cerita prosa rakyat. Cerita rakyat selalu bisa memberikan donasi tersendiri
cerita rakyat sangat menarik untuk dibahas terutama cerita rakyat yang dianggap
keberadaan cerita rakyat telah banyak yang dibukukan dengan berbagai versi
cerita tersebut. Kemudian cerita rakyat yang telah dibukukan ini lah yang akan
menjadi sastra. Sebuah cerita yang masih berupa lisan tidak dapat disebut sebagai
karya sastra seperti yang dikemukakan oleh Faruk (2005:39). Sastra sebagai
masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah salah satu modal untuk
Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian, yaitu sastra lisan dan sastra
mulut yang merupakan warisan budaya yang turun-temurun dan mempunyai nilai-
nilai luhur yang perlu dikembangkan, misalnya: mitos, dongeng, cerita rakyat
Kajian sastra lisan dapat memfokuskan pada dua golongan besar, yaitu :
1. Sastra lisan primer yaitu sastra lisan dari sumber asli, misalnya dari
alat elektronik.
ke mulut. Banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Selain
semakin canggih di era globalisasi dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang
pernah ada, perubahan pengalaman dari generasi yang berbeda juga menjadikan
sastra lisan tidak bertahan lama. Dalam hal ini timbul keinginan untuk menjaga
menjadi histori yang hanya bisa bertahan pada satu masa saja. Salah satu kearifan
lokal pada masyarakat Batak Toba untuk menjaga dan melestarikan sastra
tersebut diuraikan dan diperjelas dengan media gambar yang diperlihatkan pada
Pendekatan tersebut menjadi hal yang menarik untuk dibahas dan dianalisis.
Namun pada penelitian ini penulis masih berfokus pada cerita lisan
sosial. Cerita gambar yang terdapat pada tugu Silahisabungan dijadikan sebagai
unsur pendukung dan unsur penjelas dalam menganalisis sosiologi sastra pada
tugu Silahisabungan.
marga. Cerita tentang lahirnya satu marga adalah cerita yang memiliki dampak
yang cukup besar bagi suatu kolektif tertentu khususnya di daerah Batak. Pada
berdasarkan keturunannya.
keberadaan sosial yang menjadi subjek atau pelaku penyebaran cerita tersebut,
demikian juga dengan tugu Silahisabungan tempat tersebut ada karena adanya
Dairi?
dilakukan agar memperoleh hasil yang baik tentunya harus mempunyai sasaran
ataupun tujuan.
Kabupaten Dairi.
pembaca.
3. Memelihara karya sastra lisan agar dapat diterhindar dari kepunahan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini didukung oleh buku- buku yang relevan, di antaranya adalah
buku Folklor, Sastra Lisan, Metode Penelitian Sastra, Sosiologi Sastra dan buku
pendukung lainnya. Beberapa hasil karya ilmiah dan penelitian terdahulu yang
memiliki analisis yang sama atau objek yang mirip dengan penelitian ini.
Kecamatan Silahisabungan Oleh Nere Dora Sinaga (2016) dalam skripsi ini
Dairi) oleh Irma Junita Sinurat (2015), dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana
oleh Astina Nababan (2016). Dalam penelitian ini selain membahas tentang
analisis cerita aek sipaulak hosa juga membahas tentang struktur sosial
masyarakatnya. Penelitian ini dijadikan sebagai salah satu acuan karena lokasi
sama.
Ketiga penelitian di atas memiliki objek yang sama untuk diteliti, namun
dengan pembahasan dan penyelesaian yang berbeda hingga masih bisa dijadikan
seperti buku sosiologi sastra, teori sastra, sastra lisan, foklor dan cerita. Buku-
Di Indonesia kata Tugu dibagi atas dua pengertian yaitu: pertama adalah
nama tempat dan yang kedua adalah Tugu sebagai bangunan. Tugu yang
dimaksutkan dalam hal ini adalah tugu bangunan, tugu biasanya memiliki ciri
menjulang besar, tinggi, atau tinggi yang terbuat dari batu, batu bata, atau bahan
yang tahan rusak lainnya yang berfungsi sebagai tanda suatu tempat, peristiwa
Silalahi adalah adalah salah satu marga Batak yang berasal dari Silalahi
Silalahi berkembang menjadi 8 (delapan) sub marga yaitu Loho Raja (Sihaloho),
Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja, Butar Raja (Butar-Butar), Dabariba Raja
(Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja, dan Tambun Raja. Hal ini
dilandasi oleh keturunan dari Silalahi sub marga disesuaikan dengan nama
Arti kata Silalahi juga mengacu kepada pengertian sebuah tempat atau
daerah. Dalam hal ini kata Silalahi yang dimaksud adalah desa Silalahi atau
Silalahi Nabolak.
bentuk persatuan dan persaudaraan yang lebih erat di antara keturunan raja
persatuan dan kesatuan bagi keturunannya dengan motto: “Rao Renta Pomparan
ni Raja Silahisabungan”
Sosiologi Sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra, sosiologi berasal dari
akar kata sosio (yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan
mengalami perubahan makna, sosio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos
berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan
hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris.
Sastra dari akar kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti
kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.
Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian,
Sesunguhnya kedua ilmu tersebut memiliki objek yang sama yaitu manusia
berbeda. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang
terjadi dewasa ini (dassein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das sollen).
10
tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi yang ditujunya.
epistemologis yang daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan
pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan
tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-
sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita
Demikian juga menyangkut ciri-ciri orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap
cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi
11
satu teori sebagai pedoman yang digunakan untuk penelitian, dengan kalimat
apabila memanfaatkan dua teori maka teori-teori yang lain berfungsi sebagai sub-
teori. Apabila terjadi tidak sesuai dengan objek dan data penelitian, maka yang
dimodifikasi adalah teori bukan objek. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah
teori sosiologi sastra dengan menggabungkan dua disiplin yang berbeda yaitu
sosiologi dan sastra, walaupun ditopang oleh dua teori yang berbeda namun yang
menjadi dasar teorinya adalah teori yang mendominasi dalam kebutuhan untuk
penelitian ini adalah sastra, dan teori sosiologi hanya sebagai komplementer atau
melengkapi.
Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori sosiologi sastra
membahas unsur pembentuk karya sastra. Unsur yang dimaksut adalah tema, alur,
karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di
dalam karya itu sendiri. Dalam artian unsur ekstrinsik adalah unsur yang mengaju
12
Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut
refleksi.
masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri, kemudian
menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi atau yang saat ini
terjadi.
Masalah masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-unsur
budaya yang meliputi unsur sistem sosial, sistem nilai dan ide, peralatan budaya.
2) Menghubungkan karya sastra dengan kenyataan yang pernah terjadi atau saat
13
karya sastra ini adalah : 1). sistem kekerabatannya, 2). tanggung jawabnya, 3).
14
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian,
penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada
atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya, Sudaryanto
(1992:62).
menyajikan temuannya dalam bentuk deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan
(2006:139). Jadi, jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian dasar yang
kualitatif deskriptif.
Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan diteliti
15
merupakan bagian yang sangat penting bagi penulis karena ketepatan memilih dan
menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau
ke dalam informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya
sumber data.
Adapun sumber data penelitian ini adalah sumber data primer yaitu yang
terutama atau yang pokok dan sumber data sekunder yaitu yang kedua atau yang
tidak utama, Depdikbud (1996: 894). Sumber data primer penelitian ini meliputi
manusia sebagai narasumber atau informan. Sumber data yang lain adalah
peristiwa yang terjadi, dan aktivitas atau perilaku warga ketika peneliti melakukan
penelitian.
2. Kamera.
3. Pulpen.
4. Buku tulis.
16
yaitu:
1. Teknik Wawancara
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
2. Teknik Pengamatan/Observasi
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
3. Teknik Dokumentasi
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.
17
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
Indonesia.
penelitian.
18
PEMBAHASAN
4.1.1 Tema
Silahisabungan.
4.1.2 Alur
A. Pengenalan (pembukaan)
19
“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na dohot
5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon na
namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak pinomparna namargoar :
Terjemahan:
“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya bernama :
B. Pengembangan
Raja Oloan ketika telah menemukan tempat pemukinan yang diinginkan. Pada
bagian ini cerita mulai berkembang dan mulai mengarah ke bagaimana kehidupan
Raja Silahisabungan berikutnya, dengan siapa dia akan menikah dan bagaimana
20
“...Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan. Di tingki naeng borhat nasida , lao ma
nasida tu mual sibuti lao mambuat aek dohot tano, diisi nasida ma aek i tu bagasan tabu-
tabu dohot tano tolu pohul tu bagas gampil...”
Terjemahan:
“... Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan. Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum
dan tanah. Mereka mengisi air kedalam tabu-tabu (kendi dari buah labu kering) dan
mengambil tanah tiga kepal (tolu pohul) lalu dimasukkan ke dalam gampil (terbuat dari
kulit) masing-masing...”
Bagian 4 : Paragraf 5
“...Dung mangan nasida nadua gabe manghata-hatai ma nasida sahat tu bagas borngin,
jala di panghataion i, jala di sungkun Raja Parultop ma tu Silahisabungan, ai nunga
adong parsonduk bolon mu? Di dokh Silahisabungan mangalusi Raja Parultop “dang
dope mangoli au, naposo dope ahu jala dang hea dope mangoli. Mambege hata ni
Silahisabungan na denggan i naeng mambahen ni Silahisabungan laho helana, jala
didokh Raja Parultop ma tu Silahisabungan “Adong do boru ku pitu halak, sudena
nungga dewasa, molo olo do ho laho helaku, sogot laho ma hita tu Balna, pillit ma sian
na pitui alak i na laho bahenon mu parsonduk bolon mu, las hian roha ni Silahisabungan
mambege, alai di dokhon Silahisabungan ma tu parultop i, na so mungkin do ibana laho
tu Balna anggo so adong hepeng na laho manuhor manang mambahen adat nahombar
tusi, alana ahu sebatang kara do, jadi hupangido ma tu tulang asa hamu ma mamboan
pariban ki tuson laos dison ma hu pillit, ninna Silahisabungan. Gabe tarjalo Raja
Parultop ma hata ni na naeng hela na, jala manon tu on ari laho pajumpang dohot ari
tarsahut na. Dung bagas borngin naeng modom ma nasida alani naung loja di bagasan
sadari i...”
Terjemahan:
“...Setelah makan mereka asyik bercakap-cakap sampai larut malam, dalam percakapan
mereka Raja Parultop berkata di mana istri dan keluarga Silahisabungan, dijawapnya
bahwa istrinya belum ada, dia masih perjaka belum pernah berumah tangga, mendengar
tutur kata dan sopan santung dari Silahisabungan, Raja Parultop padang batanghari ingin
agar Silahisabungan menjadi menantunya, lalu berkata:” ada putriku 7 orang, semuanya
udah dewasa, kalau kau berkenan menjadi menantuku, besok kita ke Deang Namora pilih
salah satu putriku untuk menjadi istrimu. Silahisabungan menyambut dengan senang hati
dang berkata:” mana mungkin saya berani ke Deang Namora, kalau tidak membayar
utang adat istiadat, sedang hidupku hanya sebatangkara, kumohon pamanlah yang
membawa paribanku itu kemari, supaya disini saya pilih”. Alasan Silahisabungan masuk
akal Raja Parultop, akhirnya menerima permintaan calon menantunya, kemudian
menetapkan hari pertemuan dan sekaligus perkawinannya, kemudian mereka sama-sama
meminta tidur karena sudah lelah sepanjang hari...”
21
“... Raja Parultop dohot parsonduk bolon mambere pasu-pasu nai tu anak dohot helana
“goranmu ma borungku Pinggan Matio boru batanghari anggiat ma tio paniadaan dohot
pansarianmu tu jolo niari, asa boru parsonduk bolon ma ho sipangompar sipanggabei,
partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion , parboru so pola
usaon, panggalan panamu, sipatuat na bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela naburju,
goarmu Silahisabungan ni hadatuon. Nungga dipatuduhon ho habisuhon dohot
hadatuonmu na mamilit parsinondukmu, partapian semenak enak ma ho parhatian so ra
monggal paninggala sibola tali, asa saut ma ho gabe raja bolon natarbarita, pasu-
pasuonni mulajadinabolon” ninna. Dung sae dipasu-pasu, mulak ma rombongan ni Raja
Parultop tu Balna, Silahisabungan dohot Pinggan Matio boru padang batanghari jala di
huta i nasida laho mambahen sada huta namargoar Huta Lahi- Silalahi Nabolak...”
Terjemahan:
“...Raja Parultop dan istrinya merestui dan dan memberkati anak menantunya “goranmu
ma borungku Pinggan Matio boru batanghari anggiat ma tio paniadaan dohot
pansarianmu tu jolo niari, asa boru parsonduk bolon ma ho sipangompar sipanggabei,
partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion , parboru so pola
usaon, panggalan panamu, sipatuat na bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela naburju,
goarmu Silahisabungan ni hadatuon. Nungga dipatuduhon ho habisuhon dohot
hadatuonmu na mamilit parsinondukmu, partapian semenak enak ma ho parhatian so ra
monggal paninggala sibola tali, asa saut ma ho gabe raja bolon natarbarita, pasu-
pasuonni mulajadinabolon” katanya. Setelah selesai pemberkatan, rombongan Raja
Parultop kembali ke Deang Namora, Silahisabungan dengan Pinggan Matio boru padang
batanghari memulai hidup baru dan membuka kampung bernama huta lahi – Silalahi
Nabolak...”
C. Pertentangan (Konflik)
timbulnya iri hati karena hadirnya raja tambun sangat diistimewakan. Hal ini
dijelaskan pada:
22
23
24
“...Ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak posir pisu gabe anakkon na siampudan,
ima di bahen goar nai Tambun Raja , jala gabe marlobian do holong ni siPinggan Matio
tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni angka akkang na ( Sihaloho sahat tu si
Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon ibana hian do siampudan , alai ianggo
ibotona si Boru Deang Namora aha ma burju jala holong hian rohana tu si Tambun Raja
, tarlumobi sahalak ibana do boru ni Raja Silahisabungan , gabe dohot ma ibana
marorot Tambun Raja sahat tu namagodang , jala mansai jonok do ibana tu si Tambun
Raja , naeng songon silahi sabungan dohot siPinggan Matio aha ma manjahon Tambun
Raja. Dungi di sada tingki marbadai ma si Tambun Raja dohot sahalak akkang na
mambahen hanssit ni roha si Tambun Raja , alai di dokh on “ Ho Tambun Raja ndang
inong hami siPinggan Matio manubuhon ho , unang ho manja jala ginjang roham , alana
ndang anggi hami sangka ho, inong mu ndang dos dohot inong hami”. Mambege hata-
hata ni akkang nai sai tumangtangis ma si Tambun Raja...”
Terjemahan:
Perasaan Raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio kepada
anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga menimbulkan iri
hati abang-abangnya (sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja karena tadinya si
batu raja ini yang menjadi anak bungsu. Si boru Deang Namora sangat sayang kepada
Tambun Raja sebagai satu-satunya perempuan yang ikut marorot (mengasuh) Tambun
Raja sampai besar, bahkan menjadi orang paling dekat dengan Tambun Raja. Raja
Silahisabungan dan Pinggan Matio sangat memanjakan Tambun Raja (Tambunan).
Konon suatu ketika , Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah (tanoh galot)
kepada anak-anaknya (Sihaloho sampai Tambunan) agar jangan terjadi persoalan
kemudian hari.Tambun Raja mendapat tanah yang paling luas dan subur yang
mengakibatkan kecemburuan abang-abangnya (sihaloho sampai Pintu Batu) .
Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara Tambun Raja Tambun Raja dengan salah
seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata-kata yang menyakitkan hati
Tambun Raja : “Hai Tambun Raja yang melahirkan kau bukan ibu boru padang
batanghari, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kandung kami, ibumu tidak
sama dengan ibu kami” kata abangnya itu. Mendengar ucapan itu, Tambun Raja
menangis tersedu-sedu.
D. Peleraian (Rekonsiliasi)
Silahisabungan meredakan konflik yang terjadi pada keluarganya, dan media apa
keutuhan keluarganya seperti semula. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut:
25
“...Mamingkiri aha do namasa tu jolo an on, molo tung naeng adong tahi ni si Tambun
Raja laho pajumpang tu inong pangintubu dohot tulang na , gabe di dokhon
Silahisabungan ma tu si Pinggan Matio asa di topa sada gana-gana na dos songon jolma
, jala di peakkon di bagasan ampang. Dungi laho ma nasida borhat tu maras , jala di
pabolak ma amak laho hundulan ni nasida. Hunddul ma si Raja Silahisabungan ,
siPinggan Matio dohot boruna si Deang Namora maradophon ampang na gokh marisi
Sagu-sagu Marlangan , dungi si dokhon ma tu ankkon na siloho raja (Sihaloho) , Sondi
raja (Ruma Sondi) , Dabariba raja (Sidabariba) , dan Batu raja ( Pintu raja) hunddul
di sabolah sianun , Situngkir raja ( Situngkir) , Butar raja ( Sidabutar) , Debang raja
(Sidebang) hunddul di sabolah hambirang, jala molo si Tambun Raja(Tambunan)
hunddul di jolo na rap mandompakkon ampang namarisi Sagu-sagu Marlangan. Sian
parhunddulan ni halaki sude patuduhon songon alatan tu ari na naeng ro , tarsongon on
ma dua bius ( Bius Ganjil dohot Gonap) bius pisih dohot bius na gonap , jala huta
ingana nasida pe gabe adong dua turpuh na balga. Dungi hunddul ma nasida sude
manghaliangi ampang na gokh marisi Poda-poda Sagu Marlangan , jala jonjong ma si
Raja Silahisabungan martonggo tu Mulajadi Nabolon , laho pasahaton tona na tarbarita
songo goara “ Poda Sagu-Sagu Marlangan”.Dungi hundul ma Silahisabungan jala
mandokh tu angka pomparan na laho maniop sagu-sagu marlangan i songon tanda na olo
laho mangulahon tona nai jala hu sandok anakkon na ualu i sai di pargogoi Mulajadi
nabolon ma hami dohot pomparan ni mangulahon poda na di lehon ni amang , ninna
pomparan nai margantian.Dungi di dokhon si Raja Silahisabungan tu pomparan ni ,
manang ise na mangalaosi Poda sagu-sagu marlangan on , ndang marpinompar gabe
mandapoton malapetaka...”
Terjemahan:
“...Membayangkan kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang sehubungan
dengan rencana Tambun Raja menemui ibu kandung dan tulangnya. Raja Silahisabungan
menyuruh Pinggan Matio boru Padang Batanghari menempa sebuah patung berbentuk
manusia yang ditaruh di kedalaman ampang (sejenis bakul). Mereka pergi ke maras dan
dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio boru
padang batanghari bersama putrinya Deang Namora duduk menghadap ampang berisi
sagu-sagu marlagan, lalu disuruhnya anaknya loho Raja (Sihaloho), Sondi Raja
(Rumasondi), Dabariba Raja (Sidabariba) Dan Batu Raja (Pintu Batu) duduk di sebelah
kananya. Tungkir Raja (Situngkir), Butar Raja (Sidabutar), Debang Raja (Sidebang)
disuruhnya duduk disebelah kiri mereka sedang Tambun Raja (Tambunan) disuruh duduk
didepannya sama-sama menghadap berisi sagu-sagu marlagan. Konon cara duduk
mereka semua juga menggambarkan masa yang akan datang bahkan sudah terlihat
sekarang. Misalnya kenyataan ada dua bius (bius ganjil dan genap), kampung tempat
tinggal juga menjadi dua bagian yang besar.setelah mereka duduk mengeliling di ampang
berisi poda-poda sagu marlagan, Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada mulajadi
nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan nama “poda
sagu sagu marlangan” sebagai berikut :
hamu anakku na ualu :
1. Ingkon masihanolongan ma hamu sama hamu ro di pomparanmu, sisada anak
sisada boru na so tupa masiolian, tarlumbi pomparanmu na pitu dohot pomparanmu si
tambun on.
2. Ingkon humolong rohamu na pitu dohotpomparanmu tu boru pomparan ni anggimu
si tambun on, suwang songon i nang ho tambun dohot pomparanmu inkon kumolong
roham di boru pomparan ni haham na pitu on.
3. Tongka dohononmu na ualu na so sanina hamu tu pudian ni ari.
4. Tongka pungkaon bada manang salisi tu ari na naeng ro molo adong marbada
manang parsalisihan di hamu, ingkon sian tonga – tongamu masi tapi tola, sibahen
umum na tingkos na sojadi mardinkan, jala na so tupa salak na hasing pasaehon.
26
Bagian 10 : Paragraf 1
Terjemahan:
“...Pada suatu ketika terjadi pergulutan (pertengkaran) di antara anak-anak cucu
Silahisabungan yang sulit untuk didamaikan, untuk menjaga hal-hal yang tidak di
inginkan Raja Silahisabungan mengumpulkan anak, menantu dan cucunya di bawah
pohon jabi-jabi sumandar, sejenis pohon beringin. Di tempat inilah dia minta petunjuk
dari mulajadi nabolon agar diberikan satu alat pengadilan kepada keturunannya untuk
menyelesaikan perselisihan. Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi
nabolon terjadi hal yang menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka,
satu berdiri (jongjong) dan satulagi tergeletak (gadap) kemudian Silahisabungan berkata
:” Ya anak cucuku semua, mulajadi nabolon telah mengirim alat pengadilan hatian so ra
monggal, ninggala sibola tali, yaitu bahwa baju jongjong dan batu gadap bila ada
perselisihan yang tak bisa didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian kelak,
bawalah mereka ke tempat pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran masing-
masing terhadap mulajadi nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah dia
berdiri seperti batu jongjong ini, dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia dan
mati binasaseperti batu sigadap ini “katanya. Sejak adanya pengadilan bstu jongjong dan
batu gadap, hampir tidak ada lagi perselisihan yang membenarkan diri sendiri di
keturunan Raja Silahisabungan...”
27
bersama, bersatu dan saling mengasihi di antara mereka sesama keturunan Raja
Terjemahan:
Maka dibangunlah sebuah tugu sebagai bentuk nyata dari sejarah Raja Silahisabungan
untuk dijadikan teladan bagi semua keturunannya, Tugu Silahisabungan dibangun untuk
menjadi tempat para keturunannya untuk berjiarah sekaligus bertemu dengan sanak
saudara sekeluarga keturunan Raja Silahisabungan , sehingga ditetapkan hari di mana
28
Tugu makam Raja Silahisabungan diresmikan pada tanggal 19 november sampai dengan
23 november 1981 dan telah dimasukkan tulang benulang anaknya yang delapan dan
putri raja si boru Deang Namora...”
Dalam rentetan peristiwa yang telah diuraikan, mulai dari saat pengenalan
(rekonsiliasi) sampai saat penyelesaian disimpulkan bahwa alur cerita adalah alur
maju, karena rentetan peristiwa yang terdapat pada cerita berjalan searah dan
4.1.3 Latar/Setting
A. Latar tempat
Latar tempat dalam cerita dijelaskan dalam berbagai tempat tidak hanya di
kota (wilayah) namun juga tempat yang sebutkan secara spesifik. Latar tempat
yang dimaksut adalah lokasi di mana tempat kejadian cerita itu berlangsung baik
29
“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak...”
Terjemahan:
“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...”
Di halaman rumah
Terjemahan:
“...Mereka terkejut melihat borotan yang sudah layu dihalaman rumah itu dan berseru
memanggil Raja Sibagot ni Pohan...”
Di hutan
“...Di harangan i nasida (raja sipahet tua, Raja Silahisabungan dohot raja sihuta lima)
mandopot hau borotan na pas tu na di dokh natoras nai...”
30
Di mual sibuti
Bagian 1 :Paragraf 1
“... Parjolo lao ma nasida tu mual sibuti mambuat aek sidinumon dohot tano...”
Terjemahan:
“...Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum dan tanah...”
Di Laguboti
Bagian 2 : paragraf 1
“...Parjolo sahali ma nasida natolu borhat tu porsea , sahat tu laguboti , dung sahat ma
nasida tu laguboti maradian ma nasida...”
Terjemahan:
“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang mereka berhenti...”
Di Bakkara
Bagian 2: paragraf 3
Terjemahan:
“...Mereka periksa daerah itu berminggu-minggu dan telah berniat tinggal disitu tetapi
satu hari Silahisabungan naik ke perbukitan bakkara dan melihat “asap api” di Balige,
maka niatnya untuk tinggal disana dibatalkan...”
31
Terjemahan:
“...Mereka pergi melalang buana dari bakkara ke janji raja, Sabulan Tamba, Sihotang
Siogung-ogung, aek rangat, kaki dolok pusuk buhit, tulus, hainggaan, harangan hole...”
Bagian 3: paragraf 1
Terjemahan:
“...Silahisabungan terus melanjutkan perjalanan searah kaki melangkah membawa ”duka
pojjotni roha” kepada abangnya si bagotni pohan, melanglang buana hidup sebatang kara.
Dia berangkat dari dolok siogung-ogung berjalan kaki ke Aek Rangat (sekarang), dari
kaki dolok pusuk buhit, terus ke tulus, bonan dolok sampai ke hasinggaan naik ke bukit
dan masuk ke harangan hole...”
Bagian 3: paragraf 2
“...Disada tingki , jumpang ni Silahisabungan ma sada hau nabolon jala dakkana dohot
bulung na rindang...”
Terjemahan:
“...Suatu ketika Silahisabungan menemukan sebuah pohon yang besar dan cukup rindang
di mana ranting dan daunnya sangat lebat...”
32
Bagian 4: paragraf 3
Terjemahan:
“...Raja Parultop tercengang melihat seorang pemuda duduk diatas pohon sambil
memegang elang yang disumpitnya tadi...”
Di Silalahi Nabolak
Bagian 4 : paragraf 1
Terjemahan:
“...Setelah berbulan-bulan Silahisabungan tinggal di Silalahi Nabolak, dia dikejutkan
dengan suatu peristiwa yang membawa berkah bagi hidupnya...”
Bagian 4 : paragraf 2
“...Habang ma pidong i tu pulo samosir mangalaosi tao silalahi na bolak i , hape pidong
i dang tolap na habang tu pulo samosir , gabe mulak ma muse pidong i tu huta silalahi
na bolak jala songgop ma jonok ni sopo silalahisabungan …”
Terjemahan:
“...Rupanya burung itu tidak sanggup terbang ke pulo Samosir, lalu kembali ke Silalahi
dan hinggap dekat pondok Silahisabungan....”
Bagian 4 : paragraf 2
“...gabe tuat ma Raja Parultop sian dolok silalahi nabolak lao mangalului inganan ni
hasonggopan ni pidong lali i...”
33
“...Raja Parultop menuruni bukit Silalahi Nabolak dan terus mencari tempat hinggapnya
burung elang itu...”
Di Deang Namora
Bagian 5: paragraf 1
“...dung sahat Raja Parultop di Balna, di jakkon parsonduk bolon na dohot boru nai
marsai las rohana...”
Terjemahan:
“...Setelah Raja Parultop tiba di Deang Namora, ia disambut oleh istri dan anaknya
dengan rasa gembira...”
Di tepi sungai
Bagian 5: Paragraf 2
“...Jala di pagalak Silahisabungan ma museng asap api tanda laho manjalo haroro ni
uduran Raja Parultop i di topi aek namansai bagas...”
Terjemahan:
“...Silahisabungan menyambut rombongan Raja Parultop ditepi sungai yang agak dalam
airnya...”
Bagian 6 paragraf 2
“...karena Pinggan Matio boru batanghari merasa haus, kemudian Silahisabungan
menancapkan siorlombingnya ke dingding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum
Pinggan Matio boru padang batanghari sepuas-puasnya, air itulah yang disebut “mual
sipaulak hosa” hingga saat ini yang terdapat dilereng bukit Silalahi Nabolak...”
34
Di Sibisa
Bagian 7 paragraf 1
Terjemahan:
“...Raja Mangarerak pun mulai gelisah melihat putrinya kena dorma sijundai, pada ketika
itu Raja Silahisabungan datang ke Sibisa mempraktekkan ilmu mengobati...”
Di atas para-para
Bagian 8 : paragraf 1
“...Dung sahat Silahisabungan botari naintu huta Silalahi Nabolak, pintor di peakkon do
hajut-hajut nai tu ginjang para-para , gabe marauang ma asu nai manganggo tu adopan
ni para-para i...”
Terjemahan:
“...Begitu sampai di rumah, tas hadang- hadang terus ditaruh atas para-para , anjing
peliharaan yang mereka miliki mencium bahwa ada sesuatu diatas para-para sehingga
hanya bisa menggonggong kearah para-para...”
Di Naulibasa
Bagian 9 paragraf 1
“...Raja Silahisabungan mamboan si Tambun Raja tu tuktuk simarmata jala torus tu
Naulibasa , songon laho mangalehon parbinotoan tu si Tambun Raja i , Di Ihoton siboru
Deang Namora do halaki sahat tu naulibasa...”
35
Di Air mancur
Bagian 9: paragraf 2
“...Di paturoh Silahisabungan ma si Tambun Raja tu harbangan ni huta inong pangitubu
tu si bisa, alai mandapothon huta pangisi ni luat di tadingkon Silahisabungan ma si
Tambun Raja jonok di aek panssur , ina niganan na somal laho mancuci dohot
martapian pangisi ni huta i , jala nungga di boto Silahisabungan , na ingkon ro do tu
siboru nailing laho mambuat aek tu mual i...”
Terjemahan:
“...Silahisabungan mengantar si Raja Tambun ke kampung halaman ibunya di Sibisa,
namun tidak sampai ke kampung tempat pemukiman penduduk, Silahisabungan
meninggalkan Silahisabungan di air mancur tempat warga mencuci dan mandi, Raja
Silahisabungan tau jika Siboru Nailing pasti akan datang ke tempat itu untuk mengabil
air...”
Di atas batu
Bagian 9 :paragraf 3
“...Songoni do naung siboru Deang Namora laho mulak tu huta ni silahi nabolak , alani
loja na mardalan laho mulak tu silahi nabolak mardongan roha na lungun , jala hundul
ma ibana diatas batu paluahon loja na dohot maringot parsirangan dohot si Tambun
Raja...”
Terjemahan:
“...Akhirnya Deang Namora sampai di Silalahi Nabolak, Karena lelahnya berjalan ke huta
lahi disertai perasaan sedih, Deang Namora duduk diatas batu melepaskan lelah sambil
merenungi perpiahannya dengan Tambun Raja (Tambunan)...”
Di Liang batu
Bagian 11 :paragraf 2
“...Dungi di tanggalhon Silahisabungan ma pakean na harajaon ni Dung adong marhira-
hira 30 ari leleng na , Silahisabungan di liang batu i , margatian ma pomparan nai laho
manaruhon unte pangir pangurason tu liang batu...”
36
“...Kemudian ia memakai pakaian dari kulit kayu lalu pergi ke liang batu. Selama tiga
puluh hari anak cucu cicit dan piutnya bergantian mengantar unte pangir pangurason ke
liang batu itu...”
yang paling banyak digunakan adalah Silalahi Nabolak. Silalahi Nabolak menjadi
latar/setting tempat utama dalam cerita sekaligus sebagai tempat berdirinya bukti
sejarah dari cerita tentang tugu Silahisabungan yaitu “tugu Silahisabungan”. Latar
/setting tempat kedua adalah Balige selanjutnya Sibisa dan Deang Namora.
B. Latar waktu
berlangsung.
Dahulu kala
“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna...”
Terjemahan:
“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...”
37
Bagian 8 paragraf 4
“... Di sada tingki marbadai ma si Tambun Raja dohot sahalak akkang na mambahen
hanssit ni roha si Tambun Raja...”
Terjemahan:
“...Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara Tambun Raja Tambun Raja dengan salah
seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata-kata yang menyakitkan hati
Tambun Raja...”
Konon
Bagian 6: paragraf 4
Terjemahan:
“...Konon putra sulung Silahisabungan, loho raja (sihaloho) dijodohkan dengan putri
pamannya Ranim Bani Boru Padang Batanghari (pariban kandung loho raja)...”
Terjemahan:
“...Raja Parultop yang memperhatikan burung elang itu balik kembali dan hinggap
dipantai huta lahi, dia bertekat akan menangkap burung elang itu hidup atau mati, walau
hari udah senja...”
38
“...diartiani holom , pitu ari di bulan purnama ro ma parmaraan na male jala mauas
naso tataon na , mambahen gale hatogoun ni rohani...”
Terjemahan:
“...Pada hari artiani holom, tujuh hari sesudah bulan purnama., datang cobaan rasa lapar
dan haus yang tiada terhingga datang menggoda melemahkan iman...”
Bagian 3 paragraf 4
“..., jonjong ma ibana lao marnida na pinatuhuduhon ni soarai. Toho do tutu adong
jumpang na , ima Lak-lak , Tumbaga holing na rarah , na ijo , dohot na birong , tarbege
ma muse soara-soara (molo saonari bulan Tula / Purnama). Sahat bulan tula na naeng
ro , ingkon tading do ho di inganan on laho tambu parbinotoan mu sian na adong di
tumbaga holing on...”
Terjemahan:
“...Dia berdiri memeriksa tempat yang ditunjut , dan memang benar menemukan “lalak-
lak tumbbaga holing” yang berwarna merah, hijau dan hitam, kemudian didengarnya
suara :” sekarang bulan tula (purnama) hingga bulan tula yang akan datang kamu harus
tinggal ditempat ini dan memperdalam ilmu yang terdapat di tumbaga holing ini...”
“...Di tobang nasida na tolu mamboan hau i mulak tu huta dohot sude pulungan nai ,
sogot manogot ni ari , alai di tonga dalan lao mandapot on harbangan ni huta i , di
bereng nasida ma adong tena ni horbo dohot mudarna marserak...”
Terjemahan:
“Mereka pun kembali ke kampung dengan membawa semua pulungan yang telah mereka
dapatkan dari hutan hingga akhirnya mereka sampai di kampung keesokan hari pagi-pagi
sekali, di tengah jalan menuju ke kampung, dilapangan kampung di mana seharusnya
kerbau akan diikat mereka melihat ada kotoran dan darah kerbau yang sudah berserak...”
39
“...Ia ari nunga lam golap , sogot manogot nai nunga ingkon di patupa ulaon , hape hita
ndang dope mulak ala so jumpang sude na di dokh ni natoras ta. Alai di dokh sipahet tua
dohot si Raja Oloan ma , asa hau na di tobang nai di boan mulak , alai ndang di boto
natoras nai...”
Terjemahan:
“... “Bagaimana ini, sekarang sudah mulai gelap, besok pesta akan diadakan, kita belum
juga kembali, dan sebagian belum juga kita temukan, bagaimana jika kita bawa saja kayu
borotan yang tadi ditebang, ayah tidak akan tahu menahu bahwa kayu itu roboh ke arah
kampung” kata Raja Sipaet Tua dan Raja Oloan...”
Terjemahan:
“...Tugu makam Raja Silahisabungan diresmikan pada tanggal 19 november sampai
dengan 23 november 1981 dan telah dimasukkan tulang benulang anaknya yang delapan
dan putri raja si boru Deang Namora...”
waktu yang digunakan adalah waktu lampau yang diuraikan dalam waktu siang
sore dan malam. Senja menggambarkan suasana di mana sore hari akan berakhir
dan berganti menjadi malam, bulan purnama menggambarkan suasana malam hari
yang di terangi cahaya bulan, sedangkan untuk latar/setting waktu siang hari dapat
40
Suasana haru
Bagian 9 paragraf 2
“...Di tingki na tarsangot jala sonang ma roha ni siboru nailing , gabe ma dabu ma tabu-
tabu na gokh aek sian simajujung nai gabe mapuntar jala maringkati manghaol si
Tambun Raja anakkon ku, ninna siboru nailing dohot las ni roha , jala mangido sian na
dao , si Raja Silahisabungan pe marsai las rohana ala naung pajumpang si Tambun Raja
dohot inong na pangintubu siboru nailing borhat ma ibana mulak tu silalahi nabolak...”
Terjemahan:
“...Dengan suasana hati yang terkejut dan bahagia Siboru Nailing menjatuhkan kendi
berisi air yang dijunjungnya, hingga kendi tadi pecah dan berhambur memeluk si Raja
Tambun ”Anakku!” katanya. Suasana haru pun terjadi dan Silalahi sabungan yang
melihat dari kejauhan merasa lega dan terharu, kemudian Raja Silahisabunganpun
kembali ke Silalahi Nabolak...”
Bagian 7: paragraf 4
Terjemahan:
“...Selama Siboru Nailing dalam pengobatan, rasa cinta dan kasih bersemi dihati mereka
berdua dan setelah penyakit sembuh, Silahisabungan menyatakan rasa cintanya kepada
Siboru Nailing...”
Kasih
Bagian 8 paragraf 2
“...ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak i, jala gabe marlobian do holong ni
siPinggan Matio tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni angka akkang na (
Sihaloho sahat tu si Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon ibana hian do
siampudan
41
Terjemahan:
“...Tak Baik, Kita mohon agar terjadi Lagi musim kemarau yang Berkepanjangan“.
Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah, memang Abang Kurang bijak. Mana
mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan pulung
pulungan...”
Suasana terdesak
Bagian 7 :paragraf 6
“...Dungi roma rombongan ni bawa oroan nai laho mangalo di huta si bisa , jala di
paksa si raja mangarerak ni siboru nailing dohot Silahisabungan borhat manadingkon si
bisa , gabe roma tu roha ni Raja Silahisabungan mambuan parsonduk bolon nai tu
silalahi nabolak , alai di ingot ibana ma padan na tung naso jadi marimbang (istri dua)
tu siPinggan Matio, gabe tading ma siboru nailing di si bias...”
tejemahan:
“...Pasukan lelaki oroan bisa mengepung daerah Sibisa, raja mangarerat mendesak agar
Siboru Nailing dan Silahisabungan pergi meninggalkan Sibisa. Raja Silahisabungan
berniat membawa istrinya Siboru Nailingke Silalahi Nabolak, namun karena ia ingat janji
bahwa ia tidak akan beristri dua (naso marimbang si Pinggan Matio) maka Siboru Nailing
tinggal di Sibisa dan hanya membawa anak laki-laki...”
42
Bagian 3 :paragraf 3
Tejemahan:
“...Silahisabungan terkejut mendengar suara itu, dia perhatikan sekelilingnya namun tidak
ada manusia dia yakin bahwa itu adalah suara mulajadi nabolon yang berkuasa atas alam
ini, dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawap :” ya ompung.. aku adalah
anak yang bernasip malang yang datang dari toba membawa luka dihati karena tindakan
abang saya Sibagotni Pohan dalam horja sakti “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaet Tua dan adiknya si Raja Oloan yang tidak dapat dilupakan...”
Suasana sedih
Bagian 8 : paragraf 9
Tejemahan:
“...Mendengar kata-kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis
lalu merangkul dan mencium Si Raja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata:
”Borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu,
gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak...”
Suasana bahagia
Bagian 6 paragraf 3
43
Bagian 8 :paragraf 1
Terjemahan:
Suasana binggung
Bagian 7 : paragraf 4
Tejemahan:
44
“...Pada suatu ketika kemarau panjang dan kekeringan di Balige, dan seorang dukun sakti
menyarankan agar Raja Sorba Banua melaksanakan sebuah acara perhelatan besar di
kampung Balige dan mengundang para raja-raja dan undangan penting beserta
mengundang semua penduduk kampung untuk mengadakan horja sakti, agar tidak terjadi
lagi kekeringan dan berkat semakin bertambah....”
Keadaan badai
Bagian 3 : paragraf 7
Pada waktu itu datang hujan lebat disertai angin puting beliung , gemuruh dan halilintar
bersahut sahutan tanah bergetar serasa akan runtuh. Maka Silahisabungan melipat
tumbaga holing menjunjung diatas kepala, mata dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada
mulajadi nabolon
dalam cerita. Suasana pertentangan dan konflik adalah suasana yang banyak
D. Latar sosial
kelompok sosial, sikap adat dan kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang
Dalam hal ini keadaan masyarakat masih sangat bergantung kepada alam,
sistem kepercayaan),
45
setiap keturannya adalah raja. Hal tersebut dapat ditemukan dalam kutipan
berikut:
“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak pinomparna namargoar :
Dungi di dokhon raja Sorba banua tu pinomparna nai asa laho nasida tu harangan laho
mangalului horbo laho sipatupaon hombar tu na di dokh ni raja namaloi (dukun) , ima
na laho mambahen sada pesta di luat i ima ari senin. Di dokh raja sorba banua tu
pinomparna “ hamu pinompar hu (sipahet tua , Silahisabungan , oloan) laho ma hamu
tu harangan lului hamu horba siopat pisoran (kerbau besar tandk panjang) , dohot hau
na ganjang na pitu nasta ( 7 cm) , jala tobal na sabalga ni sulpi , pulungan na si takpas ,
bonang-bonang bolon , dohot sanggar. Borhat ma hamu marsogot na jala asa ingkon
mula do hamu di ari minggu botarina , ala pesta di patupa ari senen...” (awal)
“...Dang adong dua taon leleng na , dang hea be Silahisabungan dohot parsonduk bolon
nai ,dang hea be ro tu Balna ,di bagasan dua taon i , nungga masihol Raja Parultop
naeng lao tao silalahi nabolak , jala di dokh tu parsonduk bolon nai “Sitingkir jolo
borunta tu silalahi nabolak. Ditingki si Raja Parultop di silalahi nabolak , tubu ma anak
Silahisabungan dohot si Pinggan Matio , jala di bahen ma goarn ni Situngkir raja.
46
Di tingki tubu anak na nomor onam ro ma udan doras mambahen tano bonbong di huta
silalahi nabolak , ima di bahen goar ni anak na Debang Raja (Sidebang Raja). Alana
nunga matua si Pinggan Matio dang boi ibana manggora Silahisabungan i gua batu ,
alana di bereng sihaloho siPinggan Matio manghanssit lao ma ibana manggora
Silahisabungan , di tingki sahat Silahisabungan tu jabu tubu ma anak na siapudan , i
bahen ma goar ni Batu Raja...” (6:4,5,6,7,8)
“...Adong ma boru ni Raja Mangareak nauli rupa nai di huta Sibisa Uluan namargoar
Siboru Nailing boru Nairasaon. Alana nauli rupa nai di Uluan , gokh ma bawa naeng
parsonduk bolon nai, hape nungga di pinggit dohot putra raja sian pulau sibadang.
Alana hanssit roha ni bawa di huta Sibisa , ro ma alak i tu datu na mambahen siboru
nailing ona dorma sijundai na sulit di ubati. Ditingki ro ma Silahisabungan tu Sibisa ,
tarbege barita adong datu na sakti i Sibisa namargoar Silahisabungan , di gora ma
Silahisabungan nuaeng mangubati boru nai. Silahisabungan mambuka lak-lak tumbaga
holing mambereng aha mambahen boru ni raja manggareak songoni. Di tingki di dokh
Silahisabungan tu raja manggareak boru nai ona guna-guna sian si bolis , tarsonggot ma
raja manggareak, di dokh ma tu Silahisabungan “ Ubati ma boruki , sude di jalo ho , hu
lehon pe tu ho”. Nungga mulai malum ma sahit ni bou Nailing sian Mulajadi
Nabolon...” (7:1)
Terjemahan:
Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang anak
nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru Pasaribu
dan 5 orang anaknya bernama :
1. Raja Sibagot ni pohan
2. Raja Sipaet Tua
3. Raja Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja hutalima.
“...Lalu berkatalah Raja Sorba Banua kepada anak-anak nya: “hai, anak ku hari senin kita
akan adakan pesta di Balige, dan kita harus makan daging kerbau, biar tambah berkat
kita. Kamu anakku sipahet tua, Silahisabungan dan Raja Oloan, pergilah kalian ke hutan,
carilah kerbau yang bertanduk sopat sitoran, kayu panjangnya 7 nasta (sesikut) dan tebal
sebesar sulpi (paha), pulungannya sitakpas, bonang-bonang, bolon, dan sanggar, besok
kalian berangkat pagi dan sampai di kampung ini hari minggu sore...” (awal)
“...Mendengar ucapan Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah Raja
Parultop jadi hilang dan menjawap dengan ramah :” goarmu sude baoa mamoan, goarhu
pe dengganma paboahon, ima ula-ulangku siganup ari marga padang batangharina
domu tu marga pasaribu” katanya, dan mereka tidak menyebutkan nama mereka masing-
masing dengan jelas, tetapi sudah sama-sama mengerti (sude lahi mamoan maksutnya
adalah ia bernama silahi = anak laki-laki, ula-ulangku siganup ari atau pekerjaanku setiap
hari maksutnya ia bernama parultop = orang yang berburu dengan sumpit)...” (4:4)
“...Setelah itu dua tahun mereka tidak pernah lagi datang ke Deang Namora, karena sudah
dua tahun rasa rindu Raja Parultop timbul lalu berniat pergi ke Silalahi Nabolak dan
berkata kepada istrinya :” sitingkir jolo borunta tu Silalahi nabolak, Pinggan Matio Boru
Batanghari tu Silalahi nabolak ( aku sudah rindu katanya). Bertepatang dengan Raja
Parultop di Silalahi Nabolak , Pinggan Matio Boru Padang Batanghari melahirkan anak
kedua seorang laki-laki, kemudian diberi nama tungkir raja.
47
Hati Pinggan Matio boru Padang Batanghari yang gundah gulana diperhatikan raja
Silahisabungan, lalu pergi bersemedi ke gua batu di atas huta lahi. Dia memohon kepada
mulajadi nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan
Matio dan permohonan Silahisabungan dikabulkan oleh mulajadi nabolon, Pinggan
Matio melahirkan anak keempat seorang anak perempuan, lalu berkata :” domma gabe
jala mamora au, hubaenma goranni borunta on deang na mora” (sudah bahagia dan
kaya aku, kuberi nama putri kita Deang Namora=kaya) kata kepada Silahisabungan
dengan suka cita, kemudian Pinggan Matio melahirkan anak kelima, seorang anak laki-
laki, pada waktu kelahiran anak ketiga ini, Silahisabungan sedang mengganti atap rumah
yang terbuat dari kayu butar, oleh karena itu mereka membuat nama anak kelima ini butar
raja (sidabutar).
Pada waktu kelahiran anak ke-enam, raja silahi sabungan sedang berada di pulau Samosir
untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu kemudian
disebut “luat parbaba”. Setelah Silahisabungan kembali ke seberang (bariba),
dijumpainya telah lahir seorang anak laki-laki, karena ia baru tiba dari bariba (seberang) ,
maka diberilah nama anak itu dabariba raja( sidabariba).
Kelahiran anak Silahisabungan yang ketujuh ditandai dengan terjadinya peristiwa alam,
pada saat Pinggan Matio boru padang batanghari melahirkan, terjadi hujan lebat sehingga
terjadi tanah longsor (tano bongbong) di Silalahi Nabolak. Karena tano bongbong (tanah
longsor) itu mengagetkan raja Silahisabungan dan Pinggan Matio matio boru padang
batanghari, maka mereka membuat nama anaknya debang raja( sidebang). Anak raja
Silahisabungan ke delapan bernama batu raja , pada waktu kelahiran anak bungsu
Pinggan Matio, raja Silahisabungan sedang bersemedi di gua batu diatas huta lahi, saat
melahirkan itu Pinggan Matio merasa lelah karena faktor usia, sehingga mengerang
meminta bantuan loho raja (sihaloho) yang melihat ibunya mengerang pergi memanggil
bapaknya. Silahisabungan mengambil obat salusu (obat penambah tenaga), Pinggan
Matio boru padang batanghari melahirkan seorang anak laki-laki. Karena Silahisabungan
dipanggil dari gua batu maka diberilah nama anak itu batu raja...” (6:4,5,6,7,8)
“...Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah putri Raja Mangarerak, seorang raja yang
terkenal di Sibisa Uluan. Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah gadis primadona di
Uluan, banyak pemuda yang melihatnya terpesona dengan kecantikannya. Banyak
pemuda dan anak raja ingin meminangnya, tapi terganjal karena dia adalah putri pingitan
yang sudah dijodohkan dengan seorang putra raja dari pulau sibadang. Siboru Nailing
Boru Nairasaon menjadi putri rebutan, para pemuda yang ingin mempersunting mencari
dukun membuat guna-guna mencapai tujuan .karena banyaknya persaingan konon Siboru
Nailing kena dorma sijundai (dorma sisundae) yang sulit diobati. Raja Mangarerak pun
mulai gelisah melihat putrinya kena dorma sijundai, pada ketika itu raja Silahisabungan
datang ke Sibisa mempraktekkan ilmu mengobati. Kemudian Raja Mangarerak
memanggil raja Silahisabungan mengobati putrinya. Silahisabungan membuka laklak
tumbaga holing untuk melihat petunjuk apa penyebap penyakit itu lalu berkata:” penyakit
putri raja disebapkan persaingan tidak sehat, iblis dan setan selalu datang menggangu
sehingga ia selalu mengigau. Pengobatannya agak lama karena rohnya (tondinya) sudah
48
berlatar kerajaan dengan keadaan sosial yang sangat erat hubungannya dengan
keadaan alam dan mistisme. Kepercayaana akan kekuatan gaib alam dan kesaktian
mendominasi.
4.1.4 Tokoh/Penokohan
langsung dari penokohan yang terdapat dalam sebuah cerita. Membicarakan tokoh
A. Tokoh utama
1) Raja Silahisabungan
yang berasal dari Balige yang pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan
Penokohan raja Silahisabungan dalam cerita adalah seorang yang sakti, tegas ,
49
Sakti : Bisa berbicara langsung dengan mulajadi nabolon (yang diyakini berkuasa
atas alam ini), bisa membedakan manusia asli dengan siluman, bisa membuat
(batu jong-jong dan batu si gadap, bisa mengetahui ajalnya ,bisa membuat
perlindungan kampung agar orang asing tidak bisa masuk ,bisa mengalahkan
Dungi di bege Silahisabungan ma muse soara na lambot. “ Hei , anak ni jolma alana
tung na hot do roham jala tama do pangalahon , bereng ma tu siamum , adong do disi
ugasan na margoar Tumbaga holing namarisi parbinotoan (Raksari , Hadatuon ,
dohot Raksari Harajaon). Jaha ma i , jala parsiajari ma isi na , alana aha ma porlu
hian doi di bagasan ngolum...” (3:3)
“..Diubati raja Silahisabungan ma Si Boru Nailing, dung piga-piga ari Nungga mulai
malum ma sahit ni boru Nailing sian Mulajadi Nabolon...” (7:2)
50
Terjemahan:
“...Silahisabungan terkejut mendengar suara itu, dia perhatikan sekelilingnya namun tidak
ada manusia dia yakin bahwa itu adalah suara mulajadi nabolon yang berkuasa atas alam
ini, dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawap :” ya ompung.. aku adalah
anak yang bernasip malang yang datang dari toba membawa luka dihati karena tindakan
abang saya Sibagotni Pohan dalam horja sakti “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaet Tua dan adiknya si Raja Oloan yang tidak dapat dilupakan.
Dengan suara lembut didengarnya lagi suara :” hei anak manusia.. kau adalah orang yang
teguh pendirian, tutur sapamu sangat menawan. Lihatlah ke sebelah kananmu disitu ada
barang bernama tumbaga holing yang berisi macam-macam ilmu (raksani hadatuon
dohhot raksani harajaon), baca dan pelajarilah isinya karena sangat berguna dalam
hidupmu...” (3:3)
“...Raja Silahisabungan mulai mengobati Siboru Nailing, beberapa hari diobati , tanda
kesembuhan penyakit boru nailing mulai nampak...” (7:2)
“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu...” (11:1)
51
Terjemahan:
“...Selanjutnya Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-anaknya menjamah
sagu-sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8
anak Raja Silahisabungan menjamah Sagu-sagu marlangan itu dan berkata: ”Sai
dipargogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan
berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu-sagu marlangan inilah
tidak berketurunan, ingkop mago jala pupur.” Katanya...” (8:7)
“...Bila ada perselisihan yang tak bisa didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian
kelak, bawalah mereka ke tempat pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran
masing-masing terhadap mulajadi nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah
dia berdiri seperti batu jongjong ini, dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia
dan mati binasa seperti batu sigadap ini “katanya....” (10:1)
“...Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi nabolon terjadi hal yang
menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka, satu berdiri (jongjong) dan
satulagi tergeletak (gadap) kemudian Silahisabungan berkata :” Ya anak cucuku semua,
mulajadi nabolon telah mengirim alat pengadilan hatian so ra monggal, ninggala sibola
tali, yaitu bahwa baju jongjong dan batu gadap bila ada perselisihan yang tak bisa
didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian kelak, bawalah mereka ke tempat
pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran masing-masing terhadap mulajadi
nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah dia berdiri seperti batu jongjong ini,
dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia dan mati binasa seperti batu sigadap
ini “katanya...” (10:1)
52
menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar (artinya Silahisabungan tidak
memihak siapapun, semua ditentukan oleh batu sigadap dan batu jongjong),
membawa tanah dan air untuk dijadikan alasan untuk bisa menginjak tanah
kekuasaan orang.
Sopan : Bertutur kata lembut kepada yang lebih tua, berkata-kata yang sopan
“...Raja Pakpak yang mulia saya tidak bersalah, ucapan raja yang mengada-ada, saya
berani bersumpah bahwa tanah yang saya duduki ini adalah tanahku dan air yang
kuminum adalah airku”, lalu meneguk air dari kendi (tabu-tabu) yang dibawanya dari
mual siguti. Kemudian Silalahi berkata :” natiptip sanggar ma bahen huru-hururan,
jumolo nisungkun marga asa binoto partuturan, ia goarhu sude jolma baoa mamboan.
Na manungkun ma ahu marga aha ma amang?” lalu menyalam dengan hormat...” (4:3)
Jujur : Tidak mau berbohong kepada ayahnya untuk membawa borotan yang
Matio.
53
“...Tenanglah abang, adik, ayah, ibu, abang dan adik akan tetap menunggu kita di
kampung, tidak akan mungkin pesta dimulai sebelum kita kembali, karena kita juga
bagian dari suhut (tuan rumah) dan tidak mungkin pesta dilaksanakan jika borotan tidak
ada, apa yang akan digunakan untuk menjadi borotan, dan kita tidak boleh berdusta
kepada ayah kita harus jujur dan menuruti dengan benar keinginannya” kata
Silahisabungan...” (awal)
Terjemahan:
“...dang jadi margabus hita , alana natoras ta dohot haham dohot anggita
ingkon paima hita sahat di huta , ndang patupaon na ulaon anggo so disi
hita , alana borotan na ndang adong , jala hita do sahut di ulaoni “ nina
Raja Silahisabungan...” (awal)
Pemberani: Bisa dengan tenang berbicara dengan sesuatu yang bahkan tak
terlihat, tetap tenang saat datang binatang buas dan badai, berani bertanggung
“...Diari artia bulan naro manang 14 ari naung martapa ibana , ro ma parmaraan na
padua on tu Silahisabungan , imana di songopi tawon dohot ulok marbisa sian sude luat
, di lompit ibana ma tumbaga holing ,di paderem ma simalolong lao martapa , na tingkos
gabe mago so tarida ma sudena...” (3:6)
“...Di bulan nagok ( purnama) ima ari na parpudi lao martapa , ro ma museng
parmaraan na bolon mambahen Silahisabungan mabiar , toho di ari roma udan naso
hasaongan dohot angin hatiopan , dohot longgur na ma sialusan , mambahen tano
humutur songon lalo (gempa) , di lomppit Silahisabungan ma museng tumbaga holing di
ginjang simajujung na , di paderem ma simalolong na dohot di pihira gala las roha ompu
mulajadi nabolon. Ndang sadia leleng nari , gabe maradian ma udan i dohot angin dohot
longgur...”(3:7)
54
“...Pada hari artia bulan berikutnya atau 14 hari bertapa, datang cobaan kedua
Silahisabungann mau diserang tawon dan ular berbisa yang datang dari segala pejuru,
maka dilipatnya tumbaga holing, dipejamkannya mata dan dipusatkannya pikirannya ,
tawon dan ular jadi menghilang...” (3:6)
“...Pada bulan purnama (tula) bulan berikutnya merupakan hari terahir masa pertapaannya
datang cobaan alam yang paling menakutkan. Pada waktu itu datang hujan lebat disertai
angin puting beliung , gemuruh dan halilintar bersahut sahutan tanah bergetar serasa akan
runtuh. Maka Silahisabungan melipat tumbaga holing menjunjung diatas kepala, mata
dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada mulajadi nabolon. Tidak berapa lama hujan
berhenti , angin dan halilintar menjadi reda...” (3:7)
“...Dung adong sia bulan leleng na , masihol ma siPinggan Matio boru padang batang
hari laho pajumpang dohot natoras na, di tongihon ma Silahisabungan laho mulak tu
Balna pajumpang tu sude keluarga nai, alani holong ni Silahisabungan tu parsonduk
bolon na , di undukon ma dohot las ni roha na nasida...” (6:1)
“...Gabe roma tu roha ni Raja Silahisabungan mambuan parsonduk bolon nai tu silalahi
nabolak , alai di ingot ibana ma padan na tung naso jadi marimbang (istri dua) tu
siPinggan Matio...”(7:6)
55
“Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari pun
mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Diajaknya Silahisabungan
pergi ke Deang Namora mengunjungi keluarga, Silahisabungan yang sangat sayang
kepada istri tercinta mengabulkan nya dengan senang hati...” (6:1)
“...Silahisabungan dari kejauhan memperhatikan Raja Tambun dengan sedih ternyata raja
Silahisabungan sedari tadi tidak langsung pulang tapi memperhatikan anaknya si
Tambun Raja dari kejauhan...” (9:2)
Pendendam : Sakit hati dan meninggalkan abang dan ayahnya sampai tidak
“...Alana nunga maila halaki natolu gabe di tadingkon nasida natolu ma huta Balige ,
jala marpadan , tung na so jadi marhaham dohot maranggi nasida tu natoras dohot
akkang dohot anggi na i. Jala dang bahen on asap ni api na boi di bereng on nasida ,
dohot bona ni pisang namarboras mandopakon huta pe di tobang , unang gabe adong
tanda tu huta alak na tading di huta Balige...” (awal)
Terjemahan:
“...akhirnya mereka pergi meninggalkan Balige dan berjanji untuk tidak perlu lagi
berhubungan dengan ayah dan abangnya yang tinggal di Balige, sedang asap
apinyapun tidak boleh mereka lihat dan bila ada pohon pisang yang mereka tanam
dan berbuah menyembah kekampung ini akan mereka tebang....” (awal)
Teguh : Tidak terpengaruh keinginan abang dan adiknya membawa borotan yang
“...dang jadi margabus hita , alana natoras ta dohot haham dohot anggita ingkon paima
hita sahat di huta , ndang patupaon na ulaon anggo so disi hita , alana borotan na ndang
adong , jala hita do sahut di ulaoni “ nina Raja Silahisabungan...” (awal)
“...laos di panonoti ma tu sabolah Balige dang adong be tarida manang nadia , alana
nunga di dolok pusuk buhit dohot pulo samosir , tuat ma ibana tu toru lereng lasa bunga ,
di parrohahon ma tano i mansai napu manang ugan, ala so tarida be asap api sian
56
Terjemahan:
“...Tenanglah abang, adik, ayah, ibu, abang dan adik akan tetap menunggu kita di
kampung, tidak akan mungkin pesta dimulai sebelum kita kembali, karena kita juga
bagian dari suhut (tuan rumah) dan tidak mungkin pesta dilaksanakan jika borotan tidak
ada, apa yang akan digunakan untuk menjadi borotan, dan kita tidak boleh berdusta
kepada ayah kita harus jujur dan menuruti dengan benar keinginannya” kata
Silahisabungan...” (awal)
“...Kemudian dipandanginya kearah Balige tidak tampak lagi apa-apa karena dihalangi
dolok pusuk buhit dan pulau Samosir dan ia turun ke bawah melalui lereng lassa bunga,
dan dilihatnya tanah yang terhampar adalah tanah yang subur. Karena asap Balige tidak
mungkin lagi tampak, maka dia berkenan tinggal disitu hingga kemudian tempat tersebut
dinamai Silalahi Nabolak ...” (3:8)
B. Tokoh Pendukung
Raja Sorba Banua adalah seorang raja di Balige yang merupakan ayah dari
raja Silahisabungan (tokoh utama cerita) yang memiliki perwatakan tidak sabaran
dan teguh.
Penokohan :
Tidak sabar: Tidak mau menunggu anaknya sedikit lebih lama (tidak memberi
57
“...“Tidak, pesta akan tetap dilaksanakan. Carilah pohon beringin yang bergetah, dan
ujungnya batangnya harus menghadap kesungai jangan ke arah kampung, dan potonglah
kerbau itu. Kata Raja Sorba Banua kepada anak nya. “Mereka sudah permalukan saya,
saya sudah katakan kepada mereka harus sampai ke kampung ini sore hari, dan sampai
saat ini belum juga sampai“ kata Raja Sorba Banua dalam hatinya...”
hutan.
“...“Tidak, pesta akan tetap dilaksanakan. Carilah pohon beringin yang bergetah, dan
ujungnya batangnya harus menghadap kesungai jangan ke arah kampung, dan potonglah
kerbau itu....”
Raja Sibagotni Pohan adalah anak tertua Raja Sorba Banua sekaligus
abang dari raja Silahisabungan yang kelak akan menggantikan Raja Sorba Banua
menjadi raja di Balige. Memiliki perwatakan yang kurang bijak dan licik.
Penokohan :
kurang bijak : sebagai anak sulung tidak membujuk ayahnya untuk mengganti
Sifat kurang bijak Raja Si Bagotni Pohan ditemukan dalam kutipan berikut:
“...Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah, memang Abang Kurang bijak.
Mana mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan pulung
pulungan. Kan masih ada orang lain? Nah, kami serahkan kepada Silahisabungan
58
Licik: memiliki tingkah yang pura-pura baik namun ada hal terselubung
didalamnya .
“...Dengan senyum dan Ramah Sibagot ni Pohan menjawab: “Terima Kasih, terima
kasih adik sayang. Kalian sehat – sehat semua. Kusangka ada terjadi malapetaka
dihutan karena kalian tak pulang. Karena hari yang ditentukan dukun sudah tiba,
Horja Sakti sudah selesai dilaksanakan. Borotan dan ramuan yang kalian bawa ini
baiklah kita simpan untuk Horja Sakti kelak, Katanyan Membujuk adik adiknya
itu....”
3) Sipaet Tua
Sipaet Tua adalah anak kedua Raja Sorba Banua atau abang raja
adik-adiknya.
Penokohan :
walau asap dari lumban gorat Balige masih tampak. Sifat Mudah menyerah Sipaet
“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang merka berhenti. Di daerah ini mereka tinggal beberapa hari
untuk memeriksa lahan pertanian , ternyata daerah itu adalah tanah yang subur sehingga
mereka bermaksut tinggal disana. Tetapi karena asap masih terlihat dari tempat itu di
lumban gorat (lumban yang ditinggali oleh Sibagotni Pohan), sesuai tekadnya
Silahisabungan tidak mau berdiam di daerah itu, sedang Sipaet Tua berminat untuk
tinggal ditempat itu dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya....”
59
Si Raja Oloan adalah anak ke empat Raja Sorba Banua atau adik dari
Penokohan :
Mereka periksa daerah itu berminggu-minggu dan telah berniat tinggal disitu tetapi satu
hari Silahisabungan naik ke perbukitan bakkara dan melihat “asap api” di Balige, maka
niatnya untuk tinggal disana dibatalkan. Siraja Oloan menetapkan hati untuk menetap di
Bakkara , tetapi karna sumpah Silahisabungan dengan bagotni pohan dan sulit rasanya
berpisah dengan Silahisabungan, maka usulan meninggalkan Bakkara diturutinya.
Mereka pergi melalang buana dari bakkara ke janji raja, Sabulan Tamba, Sihotang (nama-
nama daerah ini adalah daerah yang dulunya belum memiliki nama/sebutan). Perjalanan
yang berbulan-bulan ini membuat mereka menjadi lelah dan memilih beristirahat di
Dolok Siogung-ogung (sekarang). Disinilah perpisahan si Raja Oloan dengan abangnya
Silahisabungan dengan abangnya sangat mengharukan dan memilukan.
yang sangat suka berburu dan merupakan ayah mertua dari raja Silahisabungan
ayah Pinggan Matio boru padang batanghari. Memiliki perwatakan yang sakti dan
royal.
Penokohan :
putrinya yang dirindukan, membawa dengke ihan yang banyak kepada keluarga
60
Gemar berburu : Senang berburu dan membawa hasil buruannya kepada istri dan
anaknya
Sifat penuh kasih sayang, royal dan gemar berburu Raja Parultop padang batang
“...Mendengar ucapan Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah Raja
Parultop jadi hilang dan menjawap dengan ramah :” goarmu sude baoa mamoan, goarhu
pe dengganma paboahon, ima ula-ulangku siganup ari marga padang batangharina
domu tu marga pasaribu” katanya, dan mereka tidak menyebutkan nama mereka masing-
masing dengan jelas, tetapi sudah sama-sama mengerti (sude lahi mamoan maksutnya
adalah ia bernama silahi = anak laki-laki, ula-ulangku siganup ari atau pekerjaanku setiap
hari maksutnya ia bernama parultop = orang yang berburu dengan sumpit)...” (4:4)
Penokohan :
61
anak sendiri
Sifat penuh kasih sayang, baik hati dan polos Pinggan Matio Boru Padang
“...Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari
pun mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Diajaknya
Silahisabungan pergi ke Deang Namora mengunjungi keluarga, Silahisabungan yang
sangat sayang kepada istri tercinta mengabulkan nya dengan senang hati...” (6:1)
7) Mulajadi nabolon
penguasa yang dipercaya sebagai sang pencipta langit dan bumi. Walau
Penokohan :
62
berikut:
“...Dengan suara lembut didengarnya lagi suara :” hei anak manusia.. kau adalah orang
yang teguh pendirian, tutur sapamu sangat menawan. Lihatlah ke sebelah kananmu disitu
ada barang bernama tumbaga holing yang berisi macam-macam ilmu (raksani hadatuon
dohhot raksani harajaon), baca dan pelajarilah isinya karena sangat berguna dalam
hidupmu...” (3:4)
“...Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi nabolon terjadi hal yang
menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka, satu berdiri (jongjong) dan
satulagi tergeletak (gadap) ...” (10:1)
8) Deang Namora
Penokohan :
Penuh kasih sayang: Merawat adik tirinya seperti adik kandung sendiri,
Sifat penuh sayang Deang Namora ditemukan dalam kutipan berikut ini:
“...Si boru Deang Namora sangat sayang kepada Tambun Raja sebagai satu-satunya
perempuan yang ikut marorot (mengasuh) Tambun Raja sampai besar, bahkan menjadi
orang paling dekat dengan Tambun Raja...” (8:3)
“...Siboru Deang Namora mungkin orang paling sedih dengan perpisahan ini di huta lahi
sehingga ikut mengantar hingga ke tepi pantai...” (9:1)
63
Raja Tambun (Tambun Raja) adalah anak bungsu raja Silahisabungan dari
Penokohan :
Tegar
“...Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu di dengarnya kata yang
menyayat hatinya, akhirnya Tambun Raja memberanikan diri bertanya kepada ayahnya “
Ayah siapakah ibu yang melahirkan saya dan di mana pamanku?”...” (8:5)
Raja mangarerak adalah seorang raja di Sibisa sekaligus ayah dari istri
anaknya.
Penokohan :
Sayang anak : Memberi upah yang tidak sedikit demi kesembuhan putrinya,
“...Kemudian Raja Mangarerak berkata:” para undangan yang saya muliakan... hari ini
adalah pesta syukuran sekaligus pesta perkawinan putri kita dengan Silahisabungan,
marilah kita memberi berkat (mamasu-masu) semoga mulajadi nabolon memberi
kebahagiaan “ katanya kepada raja-raja dan undangan...” (7:4)
64
Memiliki perwatakan yang tegar, penuh kasih sayang namun mudah terbuai.
Penokohan :
Tegar dan Penuh kasih sayang : rela ditinggalkan oleh orang-orang yang
hingga pecah untuk memeluk putranya si Tambun Raja. Sifat mudah terbuai, tegar
dan penuh kasih sayang Si Boru Nailing Boru Nairasaonditemukan dalam kutipan
berikut:
“...Selama Siboru Nailing dalam pengobatan, rasa cinta dan kasih bersemi dihati mereka
berdua dan setelah penyakit sembuh, Silahisabungan menyatakan rasa cintanya kepada
Siboru Nailing. Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa ia pun
merasa cinta kepada raja Silahisabungan, walaupun umur mereka tidak sebaya...” (7:3)
“...Siboru nailing berkata “ amang boru aku sangat mencintaimu dan anak kita ini,
selamatkan lah dirimu dengan anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita, ini
sebuah cincin (tintin tumbuk) kalau anakku ini sudah besar, berikanlah kepadanya tanda
akulah ibunya yang melahirkannya” katanya sambil memberikan tintin tumbuk itu...”
(7:6)
65
Penokohan :
Tidak tulus: Tidak lagi mengingini Si Boru Nailing karena dia sudah menikah
Sifat pemarah dan tidak tulus lelaki oroan ditemukan dalam kutipan berikut:
“...Berita perkawinan Siboru Nailing tersiar sampai kepulau sibandang, membuat lelaki
oroan menjadi marah, lelaki itu bermaksut menuntut balas, tetapi mendengar
Silahisabungan yang mempersunting dia menuntut agar dapat menandingi
Silahisabungan...” (7:5)
“...Lelaki oroan itu merasa sedih dan berkata :” ndang diau be amang... jolma naung
marhamulion, alai tong ma huingot hamu boru hasian, parjambar diadaran parbagian di
balian” katanya merenungi nasip dirinya....” (7:6)
bahwa terdapat 13 (tiga belas) tokoh yang berperan dalam cerita. Setiap tokoh
kutipan cerita baik dari percakapan langsung maupun tidak langsung dalam cerita.
Adapun beberapa tokoh dan penokohan yang tidak disebutkan dikarenakan tokoh
Sudut pandang dalam cerita adalah sudut pandang orang ketiga : Penulis
berada di luar cerita serta tidak terlibat secara langsung pada cerita. Penulis
menjelaskan para tokoh didalam cerita dengan menyebut nama tokoh atau dengan
66
“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak...” (awal)
Terjemahan:
“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...” (awal)
Bagian 1
“...Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan....” (1:1)
Terjemahan:
“...Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan...” (1:1)
Bagian 2
“...Parjolo sahali ma nasida natolu borhat tu porsea , sahat tu laguboti , dung sahat ma
nasida tu laguboti maradian ma nasida...”
Tejemahan:
“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang merka berhenti...”
67
Terjemahan:
Bagian 4
Tejemahan:
Bagian 5
“...Dung sahat Raja Parultop tu Balna , di jakkon parsonduk bolon na dohot boru nai
marsai las rohana...”
Tejemahan:
“...Setelah Raja Parultop tiba di Deang Namora, ia disambut oleh istri dan anaknya
dengan rasa gembira...”
Bagian 6
“...Dung adong sia bulan leleng na , masihol ma siPinggan Matio boru padang batang
hari laho pajumpang dohot natoras na, di tongihon ma Silahisabungan laho mulak tu
Balna pajumpang tu sude keluarga nai...”
68
“...Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari
pun mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya...”
Bagian 7
“...Adong ma boru ni Raja Mangareak nauli rupa nai di huta Sibisa Uluan
namargoar Siboru Nailing boru Nairasaon. Alana nauli rupa nai di Uluan
, gokh ma bawa naeng parsonduk bolon nai...”
Terjemahan:
“...Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah putri Raja Mangarerak, seorang raja yang
terkenal di Sibisa Uluan. Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah gadis primadona di
Uluan, banyak pemuda yang melihatnya terpesona dengan kecantikannya....”
Bagian 8
“...Di na laho mulak Silahisabungan dohot anakkon nai mamangke silompit , habang
dohot bulung ni sumpit , jala marangan-angan do ibana, songon dia do laho mangadopi
parsonduk bolon nai na mamboan dakdanak poso-poso nai, hape nungga marpadan
ibana tung nasojadi bahenon na marhama dua parsonduk bolon...”
Terjemahan:
Bagian 9
“...Alani lungun ni roha ni siboru Deang Namora marsirang dohot ito nai , gabe dohot
ma ibana laho manaruhon tu topi ni tao i...”
Terjemahan:
“...Siboru Deang Namora mungkin orang paling sedih dengan perpisahan ini di huta lahi
sehingga ikut mengantar hingga ke tepi pantai...”
69
“Terjemahan:
Bagian 11
Terjemahan:
“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu. Tu si ma pataru hamu pangurason na
gabe balanjoku, alai dung tutup liang batu i, naung marujung ma ngoluku jagaon ni raja
harangan (babiat) dohot ulok naga ma ngoluku. Jagaonni raja harangan(babiat) dohot
ulok naga ma batu i, jala dipintuna jongjong ma sahala ni saribu taon, paruban
namardangka, parjanggut na sungkut tu hae hae, parbaju-baju pahaen bontar partali-tali
sipitu dopa, hola sahala ni partondionku nama na boi mangurupi hamu. Molo mangido
pangurupion hamu dok ma, ale ompung si saur matua, partambak liang batu, partapian
simenak-enak, ro ma hamu marhuta-huta, hanami naeng mangido pasu-pasu dohot miak-
miak, oloi ompung pangidoan nami on. Jala molo manjou ahu boi do holan unte pangir
pangurason dohot napuran simauliate” katanya memberi pesan...”
70
seorang raja, Raja Sorba Banua, si boru Deang Namora, dan menggunakan kata
dengan sudut pandang orang ketiga dan hanya berperan sebagai penulis cerita
kekerabatan antara marga satu dengan marga lainnya, dan dapat mengetahui
panggilan apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah perkenalan, contoh: anak
dari paman kandung disebut dengan pariban kandung yang dijadikan sebagai
keturunan dari satu pomparan semuanya adalah saudara dan harus saling
mengasihi.
71
bisa dijadikan sebagai media untuk mengetahui hubungan antara satu dan yang
lain, dan menganggap bahwa setiap keturunan dalam satu pomparan sebuah
baik anak cicit dan piutnya adalah saudara kandung yang berasal dari satu
orangtua yang sama walaupun sudah berada pada generasi yang jauh.
sebagai bentuk dari kewajiban. Tanggung jawap dalam cerita Sejarah Berdirinya
kelahiran anaknya yaitu Tambun Raja dan mengatasi setiap perselisihan yang
72
Bagian 8
Membayangkan kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang sehubungan
dengan rencana Tambun Raja menemui ibu kandung dan tulangnya. Raja Silahisabungan
menyuruh Pinggan Matio boru padang batanghari menempa sebuah patung berbentuk
manusia yang ditaruh di kedalaman ampang (sejenis bakul). Mereka pergi ke maras dan
dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio boru
padang batanghari bersama putrinya Deang Namora duduk menghadap ampang berisi
sagu-sagu marlagan, lalu disuruhnya anaknya loho raja (sihaloho), sondi raja
(rumasondi), dabariba raja (sidabariba) dan batu raja (pintu batu) duduk di sebelah
kananya. Tungkir raja (situngkir), butar raja (sidabutar), debang raja (sidebang)
disuruhnya duduk disebelah kiri mereka sedang Tambun Raja (tambunan) disuruh duduk
didepannya sama-sama menghadap berisi sagu-sagu marlagan. Konon cara duduk
mereka semua juga menggambarkan masa yang akan datang bahkan sudah terlihat
sekarang. Misalnya kenyataan ada dua bius (bius ganjil dan genap), kampung tempat
tinggal juga menjadi dua bagian yang besar. Setelah mereka duduk mengeliling di
ampang berisi poda-poda sagu marlagan, raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada
mulajadi nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan
nama “poda sagu sagu marlangan” sebagai berikut :
hamu anakku na ualu :
1. Ingkon masihaholongan hamu sama hamu sahat rodi pomparan muna be
2. Naso tupa dohohonan muna naso saama-saina hamu napitu dohot si tambun raja,
jala ingkon sisada anak si sada boru do hamu
3. Hamu pitu dohot angka pinomparmu ingkon humolong rohamu di anggi muna si
tambun raja dohot sandok pomparanmu, ingkon humolong roham diboru ni angka
hahami rodi pomparanna
4. Naso jadi olion ni pomparanmu napitu pomparanni anggimu si tambun raja on, jala
naso na jadi olion ni pomparan ni tambun raja pomparan ni sude haham napituon
5. Na so tupa pungkaon bada manang salisi tu ari na naeng ro, molo adong parbadaan
manang parsalisihan dihamu, ingkon sian tonga-tongamu masitapitola, sibahen uhum
na tingkos naso jadi mardikkan, jala naso tupa halak na asing pasaeon.
Selanjutnya raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-anaknya menjamah
sagu-sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus dijunjung hingga. Ke 8
anak raja Silahisabungan menjamah sagu-sagu marlangan itu dan berkata: ”sai
dipargogoi mulajadi nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian raja Silahisabungan
berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu-sagu marlangan inilah
tidak berketurunan, ingkop mago jala pupur.” Katanya...”
Bagian 11
“...Sepeninggal raja Silahisabungan keturunan (semua pinoppar Silahisabungan) hidup
dengan damai dan tentram di Silalahi Nabolak. Keturunan raja Silahisabungan bermukim
dan membuka lahan diSilalahi Nabolak, bahkan seiring berjalannya waktu banyak
keturunan raja Silahisabungan pergi merantau ke tanah orang untuk menuntut ilmu atau
memiliki rumah tangga baru dengan putra/putri dari luar kampung. Sehingga tidak jarang
mereka yang sudah merantau akan jarang pulang ke Silalahi Nabolak. Untuk
menyiasatinya agar seluruh pomparan raja Silahisabungan tetap bisa bertemu semua
setiap tahunya maka diadakan lah sebuah musyawarah besar untuk membangun tugu
makam leluhur yang di namai tugu Silahisabungan.
Maka dibangunlah sebuah tugu sebagai bentuk nyata dari sejarah raja Silahisabungan
untuk dijadikan teladan bagi semua keturunannya, Tugu Silahisabungan dibangun untuk
menjadi tempat para keturunannya untuk berjiarah sekaligus bertemu dengan sanak
73
Dari uraian nilai tanggung jawap yang terkandung dalam cerita sejarah
keturunannya. Dalam hal ini nilai tanggung jawap yang paling menonjol yang
memberikan nasehat mutlak yang harus dipatuhi oleh semua keturunannya, yaitu
anak-anaknya karena memiliki ibu yang berbeda dan timbulnya rasa iri di antara
mereka. Tanggung jawap kedua yang terjadi adalah ketika seluruh pomparan raja
kesalahan untuk setiap perselisihan yang timbul sehingga ada keinginan untuk
bertanggung jawap akan hal tersebut sehingga mendirikan sebuah tugu sebagai
74
Nilai kesadaran sosial yang terkandung dalam bagian cerita sejarah tugu
“...ro ma angka uduran ni ina-ina tu si inganan laho mambuat aek , jala di sungkun ma
tu si Tambun Raja , “aha do di ulahon ho di sunge on?”. Di dokhon si Tambun Raja ma
patorangkon songon na paimahon inong na , jala patuduhon tintin na di pangke nai , alai
sada pe ndang adong na mananda si Tambun Raja. Nangpe songoni godang na ina-ina
na laho mambuat aek sian i...” (9:2)
Terjemahan:
“...Lalu datanglah sekelompok ibu-ibu yang datang ke tempat itu untuk mengambil air,
mereka bertanya kepada si Tambun Raja apa yang sedang dilakukan di tempat itu, lalu si
Tambun Raja menjelaskan bahwa dia sedang menunggu ibunya, sambil dengan sengaja
menungjukkan cicin yang dia kenakan namun tak satupun dari mereka yang mengenali
Raja Tambun, demikian seterusnya banyak ibu-ibu yang mengambil air ke tempat itu
namun tak ada yang mengenalinya...” (9:2)
“...Disada tingki di huta Balige ro ma ari logo namasa leleng, ima didokh sahalak
namarbinoto (dukun) tu raja sorba banua asa di pamasa (bahen) sada ulaon na bolon di
huta i , jala manggokhon ma angka namarhuaso (raja) na adong di luati dohot sude
pangisi ni huta i , laho mangulahon songon dos ni roha asa unang be adong namasa di
huta i , asa dapotan pasu-pasu sude ni huta i...” (awal)
Terjemahan:
“...Pada suatu ketika kemarau panjang dan kekeringan di Balige, dan seorang dukun sakti
menyarankan agar Raja Sorba Banua melaksanakan sebuah acara perhelatan besar di
kampung Balige dan mengundang para raja-raja dan undangan penting beserta
mengundang semua penduduk kampung untuk mengadakan horja sakti, agar tidak terjadi
lagi kekeringan dan berkat semakin bertambah...” (awal)
75
Kesadaran sosial timbul karena rasa peduli kepada sesama sebagai sesama
makhluk sosial yang membutuhkan makhluk sosial lainnya untuk dapat hidup
keluarga.
Rasa Kasih sayang bisa timbul karena adanya perasaan ingin melindungi,
memiliki dan menyayangi, perasaan kasih sayang bisa timbul pada setiap
hubungan sosial di antaranya adalah kepada lawan jenis, kepada anak, kepada
istri, kepada saudara dan hubungan sosial lainnya. Nilai kasih sayang dalam cerita
berikut:
76
tidak langsung juga menjelaskan rasa kasih sayang Pinggan Matio kepada semua
Terjemahan:
“...Perasaan raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio
kepada anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga
menimbulkan iri hati abang-abangnya (Sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja
karena tadinya si batu raja ini yang menjadi anak bungsu...” (8:2)
sangat berat untuk melepaskan kepergian adiknya yang telah diasuhnya sejak
kecil.
Terjemahan:
Mendengar kata - kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis
lalu merangkul dan mencium Si Raja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata:
”Borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu,
gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Sepertinya
mereka membayangkan mereka tidak akan saling bertemu lagi, setelah itu
berangkatlah Si Raja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa...” (8:9)
“...Jala di dokh si siboru nailing ma tu Raja Silahisabungan asa di boan anak nai tu
silalahi nabolak. nai tu silalahi nabolak. Alai holong ni roha ni siboru nailing tu Raja
Silahisabungan dohot anak na bawa i , di paborhat siboru nailing ma alaki nadua
nangpe ibana tading manarita, jala dilehon do sada tintin tumbuk tu Silahisabungan laho
parsahaton tu anakhon nai molo nunga mangodang umur na , manandahon na ahu do
inong nai na manubuhon ibana...”(7:6)
77
ketika raja Silahisabungan membuat sumber air (mual sipaulak hosa) ketika
istrinya yang sedang hamil tua merasa haus dan dahaga, ketika istrinya sangat
seluruh keturunannya bahwa masih berusaha untuk menjanjikan bahwa roh atau
pertolongan kepadanya.
“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu. Tu si ma pataru hamu pangurason na
gabe balanjoku, alai dung tutup liang batu i, naung marujung ma ngoluku jagaon ni raja
harangan (babiat) dohot ulok naga ma ngoluku. Jagaonni raja harangan(babiat) dohot
ulok naga ma batu i, jala dipintuna jongjong ma sahala ni saribu taon, paruban
namardangka, parjanggut na sungkut tu hae hae, parbaju-baju pahaen bontar partali-tali
sipitu dopa, hola sahala ni partondionku nama na boi mangurupi hamu. Molo mangido
pangurupion hamu dok ma, ale ompung si saur matua, partambak liang batu, partapian
simenak-enak, ro ma hamu marhuta-huta, hanami naeng mangido pasu-pasu dohot miak-
miak, oloi ompung pangidoan nami on. Jala molo manjou ahu boi do holan unte pangir
pangurason dohot napuran simauliate” katanya memberi pesan...” (11:1)
78
“...Hati Pinggan Matio boru Padang Batanghari yang gundah gulana diperhatikan raja
Silahisabungan, lalu pergi bersemedi ke gua batu di atas huta lahi. Dia memohon kepada
mulajadi nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan
Matio dan permohonan Silahisabungan dikabulkan oleh mulajadi nabolon, Pinggan
Matio melahirkan anak keempat seorang anak perempuan,..” (6:6)
Berdirinya Tugu Silahisabungan secara umum adalah rasa kasih sayang kepada
keluarga.
4.2.5). Pertentangan
dendam, tidak menerima kondisi dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang di
maksudkan dalam cerita ini adalah pertentangan yang timbul dikarenakan rasa iri
di antara anak-anak raja Silahisabungan dari Pinggan Matio karena kasih sayang
yang berlebihan yang diberikan oleh ibu dan saudarinya (pingan matio dan Deang
Namora) kepada adik tiri mereka (Tambun Raja) . Secara umum pertentangan itu
adalah luapan emosional dari satu orang (satu kelompok)dengan orang lain
(kelompok lain).
berikut:
79
pergi meninggalkan kampung halaman mereka didasari oleh rasa sakit hati.
“..Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan. Di tingki naeng borhat nasida , lao ma
nasida tu mual sibuti lao mambuat aek dohot tano, diisi nasida ma aek i tu bagasan tabu-
tabu dohot tano tolu pohul tu bagas gampil...” (1:1)
Terjemahan :
“...Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan. Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum
dan tanah. Mereka mengisi air kedalam tabu-tabu (kendi dari buah labu kering) dan
mengambil tanah tiga kepal (tolu pohul) lalu dimasukkan ke dalam gampil (terbuat dari
kulit) masing-masing...” (1:1)
dari Si Boru Nailing yang menimbulkan rasa iri dari anak-anaknya dari Pinggan
“...Perasaan raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio
kepada anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga
menimbulkan iri hati abang-abangnya (Sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja
karena tadinya si batu raja ini yang menjadi anak bungsu. Si boru Deang Namora sangat
sayang kepada Tambun Raja sebagai satu-satunya perempuan yang ikut marorot
(mengasuh) Tambun Raja sampai besar, bahkan menjadi orang paling dekat dengan
Tambun Raja. Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio sangat memanjakan Tambun Raja
(Tambunan). Konon suatu ketika , raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah
(tanoh galot) kepada anak-anaknya (sihaloho sampai Tambunan) agar jangan terjadi
persoalan kemudian hari.Tambun Raja mendapat tanah yang paling luas dan subur yang
mengakibatkan kecemburuan abang-abangnya (sihaloho sampai Pintu Batu)...” (8:2)
80
“...Songon nan sonang ma rohana , ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak posir
pisu gabe anakkon na siampudan, ima di bahen goar nai Tambun Raja , jala gabe
marlobian do holong ni siPinggan Matio tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni
angka akkang na ( Sihaloho sahat tu si Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon
ibana hian do siampudan , alai ianggo ibotona si Boru Deang Namora aha ma burju
jala holong hian rohana tu si Tambun Raja , tarlumobi sahalak ibana do boru ni Raja
Silahisabungan , gabe dohot ma ibana marorot Tambun Raja sahat tu namagodang , jala
mansai jonok do ibana tu si Tambun Raja , naeng songon silahi sabungan dohot
siPinggan Matio aha ma manjahon Tambun Raja. Disada tingki di patupa si Raja
Silahisabungan ma laho mangalehon panjaheon tano tu angka anakkon nai (Tano
Galot), parjolo sian sihaloho sahat tu si tambunan , asa unang adong parbadaan di
parpudihon ni ari , jala di pasahat ma tu Tambun Raja “ Ima tano na godang”. Jala
napu na mambahen gabe tubu hansit ni roha ni akkang sian sihaloho saat tu si pintu
batu...” (8:2)
Tugu Silahisabungan
positif pada masyarakat desa Silalahi karena bisa dijadikan sebagai media untuk
sejarah yang sangat dihormati dan dijaga keberadaannya oleh masyarakat desa
lain dari sub etnik batak lainnya seperti simalungun, karo, toba,
81
terawatnya situs-situs budaya yang ada di desa Silalahi, dan pengetahuan setiap
warga masyarakat mengenai cerita dari setiap situs budaya yang ada di Silalahi,
walaupun tidak dapat menceritakan secara rinci namun pokok cerita dari setiap
cerita sejarah tersebut sudah diketahui oleh masyarakat Silalahi secara umum,
tidak terkecuali tugu Silahisabungan yang merupakan salah satu situs sejarah
cerita yang membawa dampak positif terhadap masyarakat desa Silalahi, karena
banyak amanat yang terkandung dalam cerita yang bisa diteladani untuk mencapai
bagian cerita telah melebur kedalam adat istiadat dan norma yang berlaku di desa
bahwa mereka sangat menghargai cerita tersebut tidak hanya sebatas sebagai
sebuah cerita sejarah tetapi juga sebagai harta peninggalan yang harus ditaati.
adalah tempat yang dihormati dan dijaga oleh masyarakat Silahisabungan. Cara
82
berbagai pelosok dunia karena setiap tahun diadakan sebuah pesta tugu yang besar
yang dihadiri oleh keturunan raja Silahisabungan dari berbagai daerah sehingga
kaki, dan tidak diperkenankan mengucapkan kata-kata yang kotor apabila ada
orang yang dengan sengaja berkata kotor dan berlaku tidak sopan di tugu maka
Silahisabungan agar tidak ada lagi konflik di antara mereka sesama saudara
serumpun marga, dan tidak ada lagi perselisihan di antara mereka, apabila ada
sesuatu permasalahan yang berat dan sulit untuk diselesaikan maka permasalahan
83
bentuk disetiap sisi tugu, agar suasana kejadian dalam cerita dapat dipahami
dengan mudah, bahkan terdapat burung elang yang dipelihara dan dijaga dengan
baik di belakang tugu di sekitaran sisi pantai Silalahi, burung tersebut merupakan
oleh raja Silahisabungan hingga raja Silahisabungan mendapat ijin tinggal dan
84
5.1 Kesimpulan
2) Alur cerita tugu Silahisabungan adalah alur maju yang diuraikan dalam
bagian yaitu latar tempat, latar waktu , latar sosial dan latar suasana.
Latar sosial: pada masa kerajaan dengan keadaan sosial yang sangat erat
Latar suasana: haru, cinta, kasih, terdesak, penuh kejutan, sedih, bahagia,
85
berbeda yang ditemukan dari kutipan cerita baik dari percakapan langsung
Penulis berada di luar cerita serta tidak terlibat secara langsung pada
cerita.
kepada keluarga.
hati.
86
dari Si Boru Nailing yang menimbulkan rasa iri dari anak-anaknya dari
Silahisabungan.
Silahisabungan:
Cerita sejarah berdirinya tugu Silahisabungan dihargai dan tidak hanya dipandang
sebatas sebagai sebuah cerita sejarah tetapi juga sebagai harta peninggalan yang
penuh norma yang harus ditaati. Cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan
memiliki banyak dampak positif pada masyarakat desa Silalahi karena bisa
5.2 Saran
Cerita sejarah adalah salah satu aset budaya daerah yang harus dijaga
persaudaraan yang lebih baik lagi karena telah mengerti tentang kehidupan nenek
moyangnya yaitu Raja Silahisabungan. Setiap cerita daerah pasti ada amanat yang
87
sesuatu yang berhubungan dengan kelestarian budaya harus dijaga dengan baik,
88
Danandjaja, James. 2002 .Foklor Indonesia Ilmu Gosip Dongeng Dan Lain-Lain.
pertama), 2009.
Cipta
Sinurat,Irma Junita 2015. Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahi
89
http://www.kamarsemut.com/2015/05/pengertian-sosiologi-sastra-menurut
ahlihttps://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi
http://dedyrony.blogspot.co.id/2013/03/konsep-teoritis-pengertian
90
(1:3) : Singkatan dari bagian dan paragraf sumber kutipan cerita. (1:3)
artinya adalah bagian satu paragraf ke tiga, (3:6) artinya bagian tiga paragraf enam
demikian seterusnya
“... : menyatakan bahwa ada cerita atau kalimat sebelum kata-kata atau
...” : menyatakan bahwa ada cerita atau kalimat setelah kata-kata atau
91
GAMBAR 2: Si Paet Tua dan Raja Oloan ketika mengambil tanah sebagai bekal
(tano pitu pohul : tanah tujuh genggam)
GAMBAR 10: gelang dan laklak tumbaga holing yang berada diatas batu
GAMBAR 20: Pinggan Matio memberi asi kepada raja tambun anak dari
pernikahan Raja Silahisabungan dengan Si Boru Nailing
GAMBAR 26: Batu sigadap dan batu jongjong sebagai batu pengadilan untuk
menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
DATA INFORMAN
NAMA : J.Situngkir
UMUR : 53 tahun
PENDIDIKAN: SMP
NO.HP : 0812-6002-8129
PEKERJAAN : Pargonsi
Silalahi
Bapak J.Situngkir
musik batak dan telah mengikuti berbagai acara adat budaya yang ada di
berbagai daerah khususnya pada saat pesta tugu Silalahi Bapak M.Situngkir
selalu dipakai sebagai salah satu pargonsi (pemusik). Sejak kecil beliau telah
mengikuti berbagai kegiatan adat di Silalahi nabolak sehingga sebagai salah satu
keturunan dari Raja Silalahi Sabungan beliau telah banyak mengerti tentang
UMUR : 45 tahun
PENDIDIKAN: SMP
NO.HP : 0812-2253-9427
PEKERJAAN : Wirausaha
Silahisabungan yang telah tumbuh besar di desa Silalahi dengan mengikuti adat