Anda di halaman 1dari 120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Fertika Sinaga, 2018. Judul Skripsi: cerita Tugu Silahisabungan: kajian


sosiologi sastra.Terdiri dari 5 bab.
Dalam penelitian ini, penulis membahas Analisis Sosiologi Sastra Cerita
sejarah Tugu Silahisabungan. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik
cerita sejarah Tugu Silahisabungan dan nilai-nilai sosiologi sastra yang
terkandung dalam cerita sejarah Tugu Silahisabungan. Cerita sejarah Tugu
Silahisabungan merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat
Batak, tepatnya yang berada di desa Silalahi Kabupaten Dairi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui struktur cerita dan mengetahui nilai-nilai sosiologi
sastra dan pandangan masyarakat Desa Silalahi terhadap cerita sejarah Tugu
Silahisabungan.
Metode yang dipergunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini
adalah metode deskriptif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini
menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur
intrinsik yang ada dalam cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting,
dan perwatakan atau penokohan. Cerita sejarah Tugu Silahisabungan, sangat
dihormati dan di jaga ke-eksistensiannya oleh seluruh keturunan silahisabungan
diamati dari diadakan pesta tugu setiap tahun di Tugu Silahisabungan.

Kata kunci: Sosiologi Sastra dan Tugu Silahisabungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar

Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul Cerita Tugu Silahisabungan: Kajian Sosiologi

Sastra. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Batak

Toba yang terdapat di desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi,

Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukan semata-mata jerih payah

penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa homat dan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun

material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai

isi skripsi ini, penulis memaparkan sistematika penulisan skripsi ini sebagai

berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar,

gambaran umum lokasi penelitian, letak geografis desa Silalahi, Kecamatan

Silahisabungan, kabupaten Dairi, keadaan penduduk, budaya masyarakat, dan adat

istiadat masyarakat.

Bab II merupakan tinjauan pustaka yang mencakup kepustakaan yang

relevan dan teori yang digunakan. Dalam kepustakaan yang relevan diuraikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tentang pengertian sosiologi sastra, dan pengertian cerita. Dalam teori yang

digunakan mencakup unsur pembentuk cerita dan teori sosiologi sastra.

Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi

penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan

metode analisis data.

Bab IV merupakan pembahasan isi cerita yang mencakup unsur-unsur

intrinsik didalam cerita Tugu Silahisabungan meliputi tema, alur atau plot, latar

atau setting, dan perwatakan, dan unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis

sangat menginginkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para

pembaca terutama bagi penulis.

Medan, 15 Januari 2018

Penulis,

Fertika Sinaga

120703020

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HATA PATUJOLO

Tama do mandok mauliate ahu tu Debata Ama Parasiroha Nabolon,

disiala sude asi ni roha dohot denggan ni basa na dilehonNa tu hita tarlumobi tu

ahu sandiri. Gabe boi do ahu margogo mangulahon huhut pasaehon skripsi on na

gabe sada syarat laho pasimpulhon singkola sarjana sian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi on marjudul Cerita Tugu Silahisabungan kajian Sosiologi sastra.

Ahu mambahen judul ni on sian parmulaan sada turi-turian ni halak batak na

adong di huta Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Provinsi

Sumatera Utara. Tung pe nunga simpul skripsi on ndada holan halojaan sasada

ahu sian dibagas na alai dohot do tong na pangurupion sian sude sisolhot.

Hinorhon ni i, tama do ahu mandok mauliate haserepon ni roha hu tu saluhut

sisolhot hu na olo mangalehon pangurupion sian tangiang nang songoni sian

pambahenan taringot tu sihumisik sahat tu na sae skripsi on.

Asa tung denggan jala torang pangantusion taringot tu panurathonon ni

skripsi on, hu baen do parsonding na sian : Bab I ima pendahuluan na mambahas

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

anggapan dasar, gambaran umum lokasi penelitian, letak geografis huta

Silalahi Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Keadaan penduduk, budaya

masyarakat dohot adat istiadat.

Bab II ima kajian pustaka na mambahas kepustakaan yang relevan dohot

teori yang digunakan. Dibagasan kepustakaan yang relevan dipatorang do

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengertian sosiologi, pengertian sastra, pengertian sosiologi sastra dohot

pengertian cerita Dibagasan teori dipangke do teori struktural dohot teori sosiologi

sastra.

Bab III ima metode penelitian na mabahas metode dasar, lokasi penelitian,

instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dohot metode analisis data.

Bab IV ima na mambahas isi legenda na patoranghon struktur Cerita Tugu

Silahisabungan rodi tema, alur manang plot, latar manang setting, dohot

perwatakan, dohot unsur-unsur ekstrinsik

Bab V ima kesimpulan dohot saran.

Sai adong do tutu na hurang denggan, hurang torang manang na hurang

lobi di skripsi on alani i mangido sian haserephon ni roha do panurat tu angka na

manjaha skripsi on. Tama nian mangalehon panorangoion dohot pandapotna asa

boi tu denggan na skripsi on butima.

Panurat

Fertika Sinaga

Nim : 120703020

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


htpTjolo

tmdomn\dko\mUliateaHTdebtamprsirohnboln
o\diialSdeainirohdohto\de^gn\nibsndilehno\nTh
ittr\LmobiTaHsn\dirigbeboIdoaHmr\gogom^U
lhno\HHt\psaEhno\s\k\rpi\siaon\ngbesd\yr
t\lhopmi\pL\hno\s^ikolr\jnian\pkL\ts\Il\
MBdyUnipre\it\SmterUtr|s\k\rpi\siano\mr\
JdL\seritTGsilhisB<n\kjian\sosiaologiss\
t\raHmm\bhne\JdL\niano\sian\pr\Mlan\sd
TriTrian\nihlk\btk\nado^diHtsillhikesmtn
\ilhiB<n\kBptne\dIrip\ropni\siSmterUtrT^pe
N^<smi\pL\s\k\rpi\siano\n\ddholn\holn\hlo
jan\ssdaHsian\dibgs\nalIdohto\doto^np^Ur
piano\sian\Sdesislo\hto\hinro\hno\niItmdoa
Hmn\dko\mUliatehserepno\nirohHTLhT\sislo\
hto\Hnaolom<lehno\p^Urpiano\sian\t<ia^n^so<o
nisian\pm\bhenn\tri<to\TsiHmiski\sht\Tns
aes\k\rpi\siano\|asT^de^gn\jltor^p<Rsiaon\t
ri<to\TpNrt\honno\nis\k\rpi\siano\Hbhne\do
pr\sno\di^nsian\bb\1Impn\edHLan\nmm\bhs\
ltr\belk^mslhRMsn\mslh\Tjan\penelitian\m
n\paat\penelitian\letk\geaog\rpsi\Htsillhi
kesmtn\silhisB<n\kBptne\dIrikeadan\pne\Dd
K\Bdyms\yrkt\dohto\adt\Is\tiadt\|bb\2I
mkjian\pS\tknmm\bhs\kepS\tkan\y^relepn\d
ohto\teaoriy^diGnkn\dibgsn\kepS\tkan\y^relep
n\diptor^dope<r\etian\sosiaologipe<r\etian\ss\
t\rpe<r\etian\sosiaologiss\trdohto\pe<re\tia
n\seritdibgsn\teaoridip^kedoteaoris\t\rK\Trl\
dohto\teaorisosiaologisss\tr|bb\3Immetodepene
litian\nmm\bhs\metodedsr\loksipenelitian\me
todepe<M\Pln\dtdohto\metodeanlissi\dt|bb\4I
mnmm\bhs\Isilegne\dnptor^hno\s\t\rK\tR\se
ritTGsilhisB<n\roditemalR\mn^p\lto\ltr\m
n^te\ti^dohto\pre\wtkn\dohto\Un\sR\Un\R\ake\
s\t\rni\ski\|bb\5Imkesmi\Pln\dohto\rn\|sI
ado^doTTnHr^de^gn\Hr^tor^mn^nHr^lobidis\k\rpi\
siano\alniaIm<ni\doian\herephno\nirohdopNr
t\Ta^knmn\jhs\k\rpi\siano\tmnian\m<lehno

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


\pnor<no\Iano\dohto\pn\dpto\nasboITdE^gn\
nss\k\rpi\siano\Btim|

pNrt\

pre\tiksing

nmi\120703020

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis tiada hentinya mengucapkan segala puji dan

syukur atas hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perlindungan-Nya serta kasih

damai Tuhan Yesus Kristus yang selalu senantiasa melindungi, mengiringi dan

memberikan kesehatan kepada penulis dari tahap awal penyusunan hingga tahap

penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi

ini banyak pihak yang telah memberikan saran, motivasi, dan bimbingan maupun

bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara. Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III,

serta seluruh staf maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra

Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


motivasi serta inspirasi kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam

penyelesaian skripsi.

3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi

Sastra Batak yang telah memberikan pemikiran dan masukan dalam perkuliahan.

4. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum., selaku Pembimbing yang sudah mengarahkan

dan mendidik sejak perkulihan hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Program Studi Sastra Batak dan Melayu Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan ilmu

dan kasih sayang dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik kepada penulis

selama menyelesaikan studi.

6. Terkhusus untuk kedua orangtua yang sangat disayangi dan dicintai

ayahanda PS.Sinaga dan ibunda R. boru Marpaung yang telah bersusah payah

merawat, mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang hingga

bisa menempuh pendidikan perkuliahan. Doa mereka sepanjang masa dan

senantiasa selalu mengiringi setiap langkah penulis. Memberikan motivasi dan

perhatian yang sangat berharga kepada penulis dalam mewujudkan cita-cita, baik

material maupun spritual dan selalu mengorbankan apapun yang ada padanya

tanpa mengharapkan pamrih.

7. Bapak Saut Siboro selaku Kepala Desa Silalahi yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Silalahi sehingga penulis

dapat memperoleh data dengan baik.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Kepada Amang J .Situngkir, Amang M. Situngkir dan manguda M.

Sinaga selaku informan yang telah banyak memberikan informasi dan

pengetahuan berdasarkan judul skripsi ini ketika penulis melaksanakan penelitian

lapangan.

9. Kak Fifi Triyani S.S., yang setia mengabdi pada kantor Departemen dalam

memberikan arahan kepada penulis dalam bidang akademik hingga saat ini.

10. Abangda Risdo Saragih, S.S.Pd., selaku alumni yang tak terlupakan yang

senantiasa memberikan masukan, tenaga, dan waktu kepada penulis dalam

penyelesaian akademik dan skripsi ini.

11. Penulis juga mengucapkan terimakasih abangda Togar Sibuea S.S., Lijen

Pasaribu S.S., Girson Tarigan S.S., Bob Sihombing S.S., Christanto Panjaitan

S.S., Arianus Gea S.S., Parsaoran Naibaho S.S., Willi Candra Pardede S.S,

Almarhuma Angel Marbun S.S serta alumni Sastra daerah lainnya.

12. Kepada sahabat-sahabat terbaikku dan seperjuangan stambuk 2012, Astina

Nababan, Roniuli Sinaga, Roni Simbolon, Sri Elsita Silalahi, Rianti Sitanggang,

Natalia Manalu, Heni Silitonga, Ria Sinaga, Ramayanti, Olihi Solin, Bob

Valentino, Jackle Sinurat, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan namanya satu persatu serta adik-adik junior stambuk 2013, 2014, 2015,

dan 2016.

13. Kepada Hotnauli Silalahi, Uli Panjaitan, Mega silitonga S.Kom, dan adek ku

Yosafat Sinaga, Weldyer Sinaga, Abed Nego Sinaga, dan team leader NCPLUS

atas motivasinya

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14. Kepada Jackson Silalahi yang selalu mendampingi dan mendengarkan keluh

kesah penulis dan memberikan dorongan kepada penulis selama kuliah hingga

penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik di

Medan maupun diluar kota Medan yang telah membantu penulis. Pada

kesempatan ini penulis selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa kiranya segala pertolongan yang mereka berikan, biarlah Tuhan yang akan

membalasnya kepada mereka sebagaimana layaknya.

Medan, 15 Januari 2018

Penulis

Fertika Sinaga

Nim : 120703020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang relevan ............................................................................. 7

2.2 Teori yang digunakan................................................................................... 10

2.2.1 Sosiologi Sastra .......................................................................................... 10

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar ................................................................................................ 15

3.2 Lokasi Data Penelitian .................................................................................. 15

3.3 Sumber Data Penelitian ................................................................................. 16

3.4 Instrumen Penelitian...................................................................................... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 17

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Metode Analisis Data .................................................................................... 18

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Struktur Cerita Tugu Silahisabungan Di Desa Silalahi Kabupaten Dairi ..... 19

4.2 Nilai-Nilai Sosiologi Sastra pada Cerita Tugu Silahisabungan Di Desa Silalahi

Kabupaten Dairi .................................................................................................. 71

4.3 Pandangan Masyarakat Desa Silalahi Terhadap Cerita Sejarah Berdirinya

Tugu Silahisabungan ........................................................................................... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 84

5.2 Saran.............................................................................................................. 85

Daftar Pustaka....................................................................................................87

LAMPIRAN 1 Cerita Tugu Silahisabungan

LAMPIRAN 2 Ilustrasi Gambar pada Tugu Silahisabungan

LAMPIRAN 3 Data Informan

LAMPIRAN 4 Peta Silalahi

LAMPIRAN 5 Surat Ijin Penelitian

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Majemuk menurut

KBBI artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, majemuk

juga disama artikan dengan keanekaragaman. Salah satu contoh keanekaragaman

tersebut biasa dilihat dari jumlah kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia

yaitu menurut sensus BPS tahun 2010 terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia.

Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia adalah suku Batak yang memiliki

populasi 8,5 jiwa yang terletak di Sumatera Utara. Etnik Batak memiliki 5 (Lima)

sub etnis yaitu, Toba, Karo, Simalungun, Angkola Mandailing dan Pakpak.

Suatu masyarakat memiliki beberapa cara untuk mewariskan nilai- nilai

sejarah dan kebudayaannya. Cara yang paling umum dilakukan dengan cara

tradisi baik tradisi lisan maupun tradisi tulisan. Dalam perkembangannya tradisi

lisan adalah cara paling banyak dan paling umum ditemukan dalam masyarakat

hal ini terjadi karena pada zaman dahulu hanya sebagian masyarakat yang

mengenal tulisan, hanya para cendekiawan dan keturunan kerajaan yang

diperkenankan untuk mengenal tulisan sehingga masyarakat yang mayoritas

adalah rakyat biasa menjadi faktor utama tradisi yang disampaikan lebih

berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dalam kaitannya dengan sastra juga

masyarakat tradisional mewariskan nilai-nilai sejarah dan kebudayaanya dengan

cara-cara lisan atau pada masa sekarang lebih dikenal dengan kata folklor lisan.

Danandjaja (2002) folklor lisan memiliki bentuk seperti (1). Bahasa rakyat (folk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


speech): logat, julukan, pangkat tradisional, titel kebangsawanan. (2). Ungkapan

tradisional: pribahasa, pepatah, perumpamaan dan pemeo. (3). Pertanyaan

tradisional: teka-teki tradisional. (4). Puisi rakyat: pantun, gurindam, dan syair.

(5). Cerita prosa rakyat: mite, legenda, dan dongeng. (6). Nyanyian rakyat.

Cerita prosa rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri dikalangan

masyarakat pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi kehidupannya baik dari

segi moral, edukasi, ritual, dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada

umumnya cerita prosa rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak

diketahui

Cerita Silahisabungan merupakan salah satu bentuk foklor lisan dalam

bentuk cerita prosa rakyat. Cerita rakyat selalu bisa memberikan donasi tersendiri

kepada masyarakat khususnya masyarakat kolektif tertentu si empunya cerita,

cerita rakyat sangat menarik untuk dibahas terutama cerita rakyat yang dianggap

memiliki dampak yang bisa menghasilkan sebuah kesadaran bagi masyarakat

pentingnya menjaga keberlangsungan suatu cerita. Pada masa sekarang ini

keberadaan cerita rakyat telah banyak yang dibukukan dengan berbagai versi

sesuai dengan kempampuan pemahaman dan pengetahuan si pengarang mengenai

cerita tersebut. Kemudian cerita rakyat yang telah dibukukan ini lah yang akan

menjadi sastra. Sebuah cerita yang masih berupa lisan tidak dapat disebut sebagai

karya sastra seperti yang dikemukakan oleh Faruk (2005:39). Sastra sebagai

tulisan, kemungkinan pengertian sastra sebagai tulisan tidak dapat dihindarkan

karena secara etimologis sastra itu sebagai nama berarti “tulisan”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari

masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah salah satu modal untuk

memperkaya dan memberikan sumbangan terhadap sastra Indonesia.

Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian, yaitu sastra lisan dan sastra

tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah disampaikan dari mulut ke

mulut yang merupakan warisan budaya yang turun-temurun dan mempunyai nilai-

nilai luhur yang perlu dikembangkan, misalnya: mitos, dongeng, cerita rakyat

(turi-turian), mantra (tabas), dan lainnya.

Kajian sastra lisan dapat memfokuskan pada dua golongan besar, yaitu :

1. Sastra lisan primer yaitu sastra lisan dari sumber asli, misalnya dari

pendongeng atau pencerita.

2. Sastra lisan sekunder yaitu sastra lisan yang disampaikan menggunakan

alat elektronik.

Secara lisan adalah karya yang penyebarannyan disampaikan dari mulut ke

mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya disampaikan dari mulut

ke mulut. Banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Selain

keterbatasan memori manusia dalam mengingat, perkembangan teknologi yang

semakin canggih di era globalisasi dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang

pernah ada, perubahan pengalaman dari generasi yang berbeda juga menjadikan

sastra lisan tidak bertahan lama. Dalam hal ini timbul keinginan untuk menjaga

dan melestarikan keberadaan sastra lisan tersebut agar keberadaannya tidak

menjadi histori yang hanya bisa bertahan pada satu masa saja. Salah satu kearifan

lokal pada masyarakat Batak Toba untuk menjaga dan melestarikan sastra

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lisannya ditemukan pada tugu Silahisabungan di mana sebuah cerita rakyat

tersebut diuraikan dan diperjelas dengan media gambar yang diperlihatkan pada

setiap sisi- sisi penyangga tugu Silahisabungan.

Pendekatan tersebut menjadi hal yang menarik untuk dibahas dan dianalisis.

Namun pada penelitian ini penulis masih berfokus pada cerita lisan

“Silahisabungan” yang berkembang di tengah masyarakat Silalahi dan hubungan

sosial. Cerita gambar yang terdapat pada tugu Silahisabungan dijadikan sebagai

unsur pendukung dan unsur penjelas dalam menganalisis sosiologi sastra pada

tugu Silahisabungan.

Cerita Silahisabungan adalah sebuah cerita yang berasal dari Sumatera

Utara yang memiliki keterkaitan dengan keberadaan mengenai munculnya suatu

marga. Cerita tentang lahirnya satu marga adalah cerita yang memiliki dampak

yang cukup besar bagi suatu kolektif tertentu khususnya di daerah Batak. Pada

umumnya etnik Batak memiliki cerita historis mengenai bagaimana sejarah

munculnya marga tersebut hingga melahirkan banyak marga yang sama

berdasarkan keturunannya.

Keberadaan cerita Silahisabungan memiliki keterikatan yang sangat dalam

dengan masyarakatnya karena cerita Silahisabungan bisa berkembang karena

keberadaan sosial yang menjadi subjek atau pelaku penyebaran cerita tersebut,

demikian juga dengan tugu Silahisabungan tempat tersebut ada karena adanya

masyarakat pendukung yang berusaha menjaga kelestarian sejarah, cerita dan

leluhur yang dianggap penting. Sehingga pada kesempatan ini penulis

mengangkat judul Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Tugu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Silahisabungan pada Masyarakat Silalahi, Kabupaten Dairi untuk memberikan

pemaparan tentang Tugu Silahisabungan yang ditinjau dari segi sosiologi

sastranya sehingga menjadi dokumen dan pengetahuan bagi generasi berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari

permasalahan, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan

terperinci. Perumusan masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan yang

memerlukan penyelesaian atau pemecahan. Bentuk perumusan berupa kalimat

pertanyaan yang menarik atau dapat mengubah perhatian.

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana struktur cerita Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Kabupaten

Dairi?

2. Bagaimana nilai-nilai sosiologi sastra pada cerita Tugu Silahisabungan di

Desa Silalahi, Kabupaten Dairi?

3. Bagaimana Pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita Sejarah

Berdirinya Tugu Silahisabungan?

1.3. Tujuan Penelitian

Rumusan tujuan mengungkapkan keinginan peniliti untuk memperoleh

jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan. Suatu pekerjaan yang

dilakukan agar memperoleh hasil yang baik tentunya harus mempunyai sasaran

ataupun tujuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini bertujuan :

1 Untuk mengetahui struktur cerita Tugu Silahisabungan di desa Silalahi

Kabupaten Dairi.

2 Untuk mengetahui nilai-nilai sosiologi sastra pada cerita Tugu

Silahisabungan di desa Silalahi.

3 Bagaimana pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita Sejarah

Berdirinya Tugu Silahisabungan?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pembaca.

1. Menjadi sumber informasi tentang ilmu sosiologi sastra bagi mahasiswa

program studi Sastra Batak

2. Untuk Prodi Sastra Batak, untuk menambah dokumentasi jurusan.

3. Memelihara karya sastra lisan agar dapat diterhindar dari kepunahan dan

diwariskan bagi generasi berikutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung

pemecahan masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut

bersumber dari pendapat para ahli-ahli, pengalaman penelitian (empirisme),

dokumentasi, buku buku pendukung dan nalar penelitian yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti.

Penelitian ini didukung oleh buku- buku yang relevan, di antaranya adalah

buku Folklor, Sastra Lisan, Metode Penelitian Sastra, Sosiologi Sastra dan buku

pendukung lainnya. Beberapa hasil karya ilmiah dan penelitian terdahulu yang

memiliki analisis yang sama atau objek yang mirip dengan penelitian ini.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pesta Tugu Sarana Mempererat Kekerabatan Keturunan Silalahi Di

Kecamatan Silahisabungan Oleh Nere Dora Sinaga (2016) dalam skripsi ini

dijelaskan bagaimana cara keturunan Silalahi untuk mempererat kekerabatan di

antara seluruh keluarga besar keturunan Silalahi.

2. Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam

Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus

Pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten

Dairi) oleh Irma Junita Sinurat (2015), dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana

usaha seluruh pomparan Silahisabungan di seluruh dunia untuk mempertahankan

integrasi sosial pomparan raja Silahisabungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Analisis Sosiologi Sastra Pada Cerita Aek Sipaulak Hosa di desa Silalahi

oleh Astina Nababan (2016). Dalam penelitian ini selain membahas tentang

analisis cerita aek sipaulak hosa juga membahas tentang struktur sosial

masyarakatnya. Penelitian ini dijadikan sebagai salah satu acuan karena lokasi

penelitian yang berdekatan dengan penelitian tempat terbentuknya Tugu

Silahisabungan sehingga memungkinkan untuk memiliki struktur sosial yang

sama.

Ketiga penelitian di atas memiliki objek yang sama untuk diteliti, namun

dengan pembahasan dan penyelesaian yang berbeda hingga masih bisa dijadikan

sebagai tinjauan pustaka yang relevan.

Penelitian ini didukung oleh buku-buku yang relevan dengan penelitian

seperti buku sosiologi sastra, teori sastra, sastra lisan, foklor dan cerita. Buku-

buku tersebut dijadikan acuan untuk membantu penyusunan kripsi ini.

2.1.1 Tugu Silahisabungan

Di Indonesia kata Tugu dibagi atas dua pengertian yaitu: pertama adalah

nama tempat dan yang kedua adalah Tugu sebagai bangunan. Tugu yang

dimaksutkan dalam hal ini adalah tugu bangunan, tugu biasanya memiliki ciri

menjulang besar, tinggi, atau tinggi yang terbuat dari batu, batu bata, atau bahan

yang tahan rusak lainnya yang berfungsi sebagai tanda suatu tempat, peristiwa

sejarah, atau orang terkait dengan tempat tugu berada (Wikipedia).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tugu berdasarkan fungsinya dibagi dalam empat yaitu:
1) Sebagai tugu peringatan yaitu dibuat dengan tujuan untuk memperingati
suatu peristiwa bersejarah atau penting, 2) Sebagai tugu penanda jejak yaitu
dibuat untuk membantu perjalanan/ navigasi atau sebagai markas, 3)
Sebagai gapura yaitu sebagai tanda masuknya seseorang pada lingkungan
terbatas tertentu, 4) Sebagai patung, tugu patung dibangun untuk
mengenang tokoh tertentu (wikipedia).

Silalahi adalah adalah salah satu marga Batak yang berasal dari Silalahi

nabolak yang merupakan bius milik keturunan raja Silahisabungan. Selanjutya

Silalahi berkembang menjadi 8 (delapan) sub marga yaitu Loho Raja (Sihaloho),

Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja, Butar Raja (Butar-Butar), Dabariba Raja

(Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja, dan Tambun Raja. Hal ini

dilandasi oleh keturunan dari Silalahi sub marga disesuaikan dengan nama

keturunan dari si raja Silahisabungan.

Arti kata Silalahi juga mengacu kepada pengertian sebuah tempat atau

daerah. Dalam hal ini kata Silalahi yang dimaksud adalah desa Silalahi atau

Silalahi Nabolak.

Tugu Silahisabungan adalah sebuah tugu makam raja Silahisabungan yang

didirikan hasil sebuah musyawarah seluruh keturunan raja Silahisabungan sebagai

bentuk persatuan dan persaudaraan yang lebih erat di antara keturunan raja

Silahisabungan. Sebagai semboyan warga Silalahi mengembangkan rasa

persatuan dan kesatuan bagi keturunannya dengan motto: “Rao Renta Pomparan

ni Raja Silahisabungan”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2. Teori yang digunakan

2.2.1 Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi Sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra, sosiologi berasal dari

akar kata sosio (yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan

logi (logos berarti sabda, perkataan perumpamaan). Perkembangan berikutnya

mengalami perubahan makna, sosio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos

berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan

(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris.

Sastra dari akar kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti

kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian,

yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik.

Sesunguhnya kedua ilmu tersebut memiliki objek yang sama yaitu manusia

dalam masyarakat. Meskipun demikan, hakikat sosiologi dan sastra sangat

berbeda. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang

terjadi dewasa ini (dassein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das sollen).

Sebaliknya, karya sastra jelas bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.

Perbedaan antara sastra dan sosiologi merupakan perbedaan hakikat, Sebagai

perbedaan ciri-ciri sebagaimana di tunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan

kenyataan, fiksi dan fakta.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:855) Sosiologi Sastra

Merupakan Pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau

mengenai sastra karya para kritikus dan sejarahwan yang terutama

mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh status lapisan masyarakat

tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi yang ditujunya.

Soemanto dalam Levin (1973:56) Sosiologi Sastra sebagai suatu jenis

pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi

epistemologis yang daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan

prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan

pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan

dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem

dan nilai dalam masyarakat tersebut

Abrams (1981:178) mengatakan sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-

tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-

cara seseorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat,

keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis

pembaca yang dituju. Semuanya terangkum dalam aspek yang membangun

sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita

adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Ciri-ciri perwatakan seorang

tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana ia hidup.

Demikian juga menyangkut ciri-ciri orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap

cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi

berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Menurut Goldman dalam Ratna (2003:18), dalam penelitian hendaknya ada

satu teori sebagai pedoman yang digunakan untuk penelitian, dengan kalimat

apabila memanfaatkan dua teori maka teori-teori yang lain berfungsi sebagai sub-

teori. Apabila terjadi tidak sesuai dengan objek dan data penelitian, maka yang

dimodifikasi adalah teori bukan objek. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah

teori sosiologi sastra dengan menggabungkan dua disiplin yang berbeda yaitu

sosiologi dan sastra, walaupun ditopang oleh dua teori yang berbeda namun yang

menjadi dasar teorinya adalah teori yang mendominasi dalam kebutuhan untuk

menganalisis objek penelitian. Dalam sosiologi sastra yang mendominasi

penelitian ini adalah sastra, dan teori sosiologi hanya sebagai komplementer atau

melengkapi.

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori sosiologi sastra

dengan pendekatan struktural dengan cara menganalisis unsur pembentuk karya

sastra tersebut baik secara instrinsik maupun ekstrinsik.

Pada dasarnya unsur pembentuk penelitian struktural adalah penelitian

membahas unsur pembentuk karya sastra. Unsur yang dimaksut adalah tema, alur,

latar, setting , dan penokohan.

Unsur Ekstrinsik Nurgiyantoro (2009:23) adalah unsur yang berada di luar

karya fiksi yang mempengaruhi lahirnya karya namun tidak menjadi bagian di

dalam karya itu sendiri. Dalam artian unsur ekstrinsik adalah unsur yang mengaju

kepada gejala-gejala social masyarakatnya yang keberadaannya ditentukan oleh

sudut pandang pembaca .

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ratna dalam (Astina 2016:16) model analisis karya sastra dalam kaitannya

dengan masyarakat dapat dilakukan meluputi 3 macam cara yaitu:

1) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra itu

sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi.

Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut

refleksi.

2) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra itu

sendiri, kemudian menghubungkan antar struktur, bukan aspek-aspek tertentu,

dengan model hubungan yang bersifat dialektika.

3) menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu,

dilakukan oleh disiplin tertentu.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pertama yang digunakan

untuk menganalisis cerita Tugu Silahisabungan yaitu dengan menganalisis

masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri, kemudian

menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi atau yang saat ini

terjadi.

1) Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra.

Masalah masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-unsur

budaya yang meliputi unsur sistem sosial, sistem nilai dan ide, peralatan budaya.

2) Menghubungkan karya sastra dengan kenyataan yang pernah terjadi atau saat

ini sedang terjadi .

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hubungan karya sastra dengan kenyataan sosial yang tergambar dalam

karya sastra ini adalah : 1). sistem kekerabatannya, 2). tanggung jawabnya, 3).

keadaan sosial, 4). kasih sayang, 5). pertentangan

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan, karena penulis turun langsung

ke lapangan untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah penelitian.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian,

maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yakni

penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada

atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya, Sudaryanto

(1992:62).

Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian kualitatif yang

menyajikan temuannya dalam bentuk deskripsi kalimat yang rinci, lengkap, dan

mendalam mengenai proses mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi, Sutopo

(2006:139). Jadi, jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian dasar yang

lebih memfokuskan pada deskripsi proses tentang mengapa dan bagaimana

sesuatu bisa terjadi. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif deskriptif.

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat mengenai objek yang akan diteliti

penulis memperolehnya dari penelitian lapangan. Adapun lokasi penelitian

penulis berada di desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi,

Provinsi Sumatera Utara

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3 Sumber Data Penelitian

Sutopo (2006:56) pemahaman mengenai berbagai macam sumber data

merupakan bagian yang sangat penting bagi penulis karena ketepatan memilih dan

menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau

ke dalam informasi yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya

sumber data.

Adapun sumber data penelitian ini adalah sumber data primer yaitu yang

terutama atau yang pokok dan sumber data sekunder yaitu yang kedua atau yang

tidak utama, Depdikbud (1996: 894). Sumber data primer penelitian ini meliputi

manusia sebagai narasumber atau informan. Sumber data yang lain adalah

peristiwa yang terjadi, dan aktivitas atau perilaku warga ketika peneliti melakukan

penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan

instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan penulis dalam

melakukan wawancara dengan informan. Alat bantu yang digunakan yaitu :

1. Alat rekam (tape recorder).

2. Kamera.

3. Pulpen.

4. Buku tulis.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini.

yaitu:

1. Teknik Wawancara

Esterberg dalam (Sugiyono, 2013:231) wawancara merupakan pertemuan

dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

2. Teknik Pengamatan/Observasi

Hadi dalam (Sugiyono, 2013:145) mengatakan, observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan.

3. Teknik Dokumentasi

Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya

catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,

peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,

gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya

misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi

dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain, Bogdan dalam (Sugiyono, 2013:244).

Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan metode

struktural dan beberapa teori sosiologi sastra. Adapun langkah-langkah analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan.

2. Menerjemahkan data yang diperoleh dari lapangan ke dalam bahasa

Indonesia.

3. Menggidentifikasi data-data yang diperoleh sesuai dengan objek

penelitian.

4. Menganalisis data-data sesuai dengan rumusan masalah.

Menyimpulkan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam legenda. Dari teori-teori


struktur yang diperoleh yaitu unsur-unsur intrinsiknya kemudian penulis
menggunakannya untuk menganalisa dari struktur situs tersebut. Selanjutnya
berdasarkan unsur-unsur intrinsik yang di dapat, penulis menggunakan teori-teori
sosiologi untuk menentukan nilai-nilai sosiologi yang terdapat dalam cerita Tugu
Silahisabungan di desa Silalahi.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Struktur cerita Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Kabupaten Dairi

4.1.1 Tema

Tema dalam cerita Tugu Silahisabungan di desa Silalahi kabupaten Dairi

adalah sejarah kehidupan raja Silahisabungan hingga berdirinya Tugu

Silahisabungan.

4.1.2 Alur

Alur cerita tugu Silahisabungan diuraikan dalam 5 (lima) pemaparan yaitu

pengenalan (pembukaan), pengembangan, pertentangan (konflik), peleraian

(rekonsiliasi), dan penyelesain untuk mengetahui alur cerita yang digunakan

untuk membangun cerita.

A. Pengenalan (pembukaan)

Bagian pengenalan (pembukaan) dijelaskan tentang silsilah awal keluarga

Silahisabungan bersama dengan tempat tinggalnya. Pada bagian ini disebutkan

berapa Silahisabungan bersaudara, di mana mereka tinggal dan bagaimana

keadaan keluarganya. Hal ini dijelaskan pada:

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian pembuka : Paragraf 2

“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na dohot
5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon na
namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak pinomparna namargoar :

1. Raja Sibagot ni pohan


2. Raja Sipaet Tua
3. Raja Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja Hutalima...”

Terjemahan:

“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya bernama :

1. Raja Sibagot ni pohan


2. Raja Sipaet Tua
3. Raja Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja hutalima...”

B. Pengembangan

Pada saat pengembangan cerita dijelakan tentang perpisahan yang terjadi

antara Silahisabungan dengan keluarganya di Balige karena didasari oleh

perasaan sakit hati dan perpisahannya dengan saudara-saudaranya si paittua, dan

Raja Oloan ketika telah menemukan tempat pemukinan yang diinginkan. Pada

bagian ini cerita mulai berkembang dan mulai mengarah ke bagaimana kehidupan

Raja Silahisabungan berikutnya, dengan siapa dia akan menikah dan bagaimana

keadaan keluarganya. Hal ini dijelaskan pada:

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 1 : Paragraf 1

“...Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan. Di tingki naeng borhat nasida , lao ma
nasida tu mual sibuti lao mambuat aek dohot tano, diisi nasida ma aek i tu bagasan tabu-
tabu dohot tano tolu pohul tu bagas gampil...”

Terjemahan:
“... Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan. Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum
dan tanah. Mereka mengisi air kedalam tabu-tabu (kendi dari buah labu kering) dan
mengambil tanah tiga kepal (tolu pohul) lalu dimasukkan ke dalam gampil (terbuat dari
kulit) masing-masing...”

Bagian 4 : Paragraf 5

“...Dung mangan nasida nadua gabe manghata-hatai ma nasida sahat tu bagas borngin,
jala di panghataion i, jala di sungkun Raja Parultop ma tu Silahisabungan, ai nunga
adong parsonduk bolon mu? Di dokh Silahisabungan mangalusi Raja Parultop “dang
dope mangoli au, naposo dope ahu jala dang hea dope mangoli. Mambege hata ni
Silahisabungan na denggan i naeng mambahen ni Silahisabungan laho helana, jala
didokh Raja Parultop ma tu Silahisabungan “Adong do boru ku pitu halak, sudena
nungga dewasa, molo olo do ho laho helaku, sogot laho ma hita tu Balna, pillit ma sian
na pitui alak i na laho bahenon mu parsonduk bolon mu, las hian roha ni Silahisabungan
mambege, alai di dokhon Silahisabungan ma tu parultop i, na so mungkin do ibana laho
tu Balna anggo so adong hepeng na laho manuhor manang mambahen adat nahombar
tusi, alana ahu sebatang kara do, jadi hupangido ma tu tulang asa hamu ma mamboan
pariban ki tuson laos dison ma hu pillit, ninna Silahisabungan. Gabe tarjalo Raja
Parultop ma hata ni na naeng hela na, jala manon tu on ari laho pajumpang dohot ari
tarsahut na. Dung bagas borngin naeng modom ma nasida alani naung loja di bagasan
sadari i...”

Terjemahan:
“...Setelah makan mereka asyik bercakap-cakap sampai larut malam, dalam percakapan
mereka Raja Parultop berkata di mana istri dan keluarga Silahisabungan, dijawapnya
bahwa istrinya belum ada, dia masih perjaka belum pernah berumah tangga, mendengar
tutur kata dan sopan santung dari Silahisabungan, Raja Parultop padang batanghari ingin
agar Silahisabungan menjadi menantunya, lalu berkata:” ada putriku 7 orang, semuanya
udah dewasa, kalau kau berkenan menjadi menantuku, besok kita ke Deang Namora pilih
salah satu putriku untuk menjadi istrimu. Silahisabungan menyambut dengan senang hati
dang berkata:” mana mungkin saya berani ke Deang Namora, kalau tidak membayar
utang adat istiadat, sedang hidupku hanya sebatangkara, kumohon pamanlah yang
membawa paribanku itu kemari, supaya disini saya pilih”. Alasan Silahisabungan masuk
akal Raja Parultop, akhirnya menerima permintaan calon menantunya, kemudian
menetapkan hari pertemuan dan sekaligus perkawinannya, kemudian mereka sama-sama
meminta tidur karena sudah lelah sepanjang hari...”

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 5 : Paragraf 5

“... Raja Parultop dohot parsonduk bolon mambere pasu-pasu nai tu anak dohot helana
“goranmu ma borungku Pinggan Matio boru batanghari anggiat ma tio paniadaan dohot
pansarianmu tu jolo niari, asa boru parsonduk bolon ma ho sipangompar sipanggabei,
partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion , parboru so pola
usaon, panggalan panamu, sipatuat na bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela naburju,
goarmu Silahisabungan ni hadatuon. Nungga dipatuduhon ho habisuhon dohot
hadatuonmu na mamilit parsinondukmu, partapian semenak enak ma ho parhatian so ra
monggal paninggala sibola tali, asa saut ma ho gabe raja bolon natarbarita, pasu-
pasuonni mulajadinabolon” ninna. Dung sae dipasu-pasu, mulak ma rombongan ni Raja
Parultop tu Balna, Silahisabungan dohot Pinggan Matio boru padang batanghari jala di
huta i nasida laho mambahen sada huta namargoar Huta Lahi- Silalahi Nabolak...”

Terjemahan:
“...Raja Parultop dan istrinya merestui dan dan memberkati anak menantunya “goranmu
ma borungku Pinggan Matio boru batanghari anggiat ma tio paniadaan dohot
pansarianmu tu jolo niari, asa boru parsonduk bolon ma ho sipangompar sipanggabei,
partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion , parboru so pola
usaon, panggalan panamu, sipatuat na bosur, sipanangkok na male. Ho pe hela naburju,
goarmu Silahisabungan ni hadatuon. Nungga dipatuduhon ho habisuhon dohot
hadatuonmu na mamilit parsinondukmu, partapian semenak enak ma ho parhatian so ra
monggal paninggala sibola tali, asa saut ma ho gabe raja bolon natarbarita, pasu-
pasuonni mulajadinabolon” katanya. Setelah selesai pemberkatan, rombongan Raja
Parultop kembali ke Deang Namora, Silahisabungan dengan Pinggan Matio boru padang
batanghari memulai hidup baru dan membuka kampung bernama huta lahi – Silalahi
Nabolak...”

C. Pertentangan (Konflik)

Pada saat pertentangan (konflik) dijelaskan tentang masalah- masalah yang

timbul dalam keluarga Silahisabungan dan penyebap munculnya permasalahan

tersebut. Permasalahan pertama adalah karena raja Silahisabungan menikah

kembali hingga memiliki seorang anak, permasalahan selanjutnya muncul karena

timbulnya iri hati karena hadirnya raja tambun sangat diistimewakan. Hal ini

dijelaskan pada:

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagian 7 : paragraf 4

“...Saleleng ni siboru Nailing di bagasan pangubatan , gabe tubu ma holong ni roha


nadua , jala dung malum sahit ni Siboru nailing , di dokhon Silahisabungan ma tu
siboru nailing “ Na holong do roha na”. Dang di alusi siboru nailing , alai sian
pamerengan na tarida do na holong do tong rohana tu Raja Silahisabungan , nampe so
saumur alaki nadua. Jala undul on ibana do simajujung na tanda naholong rohana.
Dung parubatan nai , di paboa si Raja Silahisabungan ma tu raja si manggareak naung
sidung parubatan nai , tung marsai las situtu do roha ni si raja manggareak ala dung
malum sahit boru nai , ala las ni rohana gabe tubu ma roha ni si raja manggareak naeng
mambahen songon sada pesta mandokh mauliate , huhut laho manggalar utang nai tu
Silahisabungan na mangubati boru nai. Di gokhon ibana ma angka raja-raja dohot
pangisi ni huta i paboahon tanda ni las rohana alana naung malum sahit ni siboru
nailing , dung sidung ulaon pesta las ni roha i , di parade si raja manggareak mas dohot
perak , jala di sungkun ma tu Raja Silahisabungan “ alana naung malum do di bahen
sahit ni borukon , sadia godang ma na laho silehonon ku upa mu? Ninna si raja
manggareak, jala di buat ma mas dohot perak di bagasan hajut-hajut nai. Alai di dokhon
Silahisabungan do mandokh “ Di hamu raja hami napinarsangapan , dang porlu di ahu
hepeng dohot mas , alai songon padanta , aha napingido i , ingkon na lehonon mu do ,
alana naung holong do rohani Silahisabungan saleleng na mangobati siboru nailing
gabe di dokhon ma tu raja manggareak “Sai di pasu-pasu Mulajadi Nabolon ma hami
alana lomo rohangku naeng mambahen siboru nailing laho donganku saleleng
ngolumku”. Umbege hata ni Silahisabungan gabe longang jala tarhatong-tong ma si raja
manggareak dohot sude na ni haranai (undangan). “ Ala poso dope siboru nailing jala
otik dope umur na” ninna raja manggareak. Jala marsi haraberengan ma raja
manggareak dohot nadi haranai, alai dang barani ibana manjua , gabe di dokhon ma ma
“ Dang na manjua ahu di pangidoan mi , alai asi majo roham di huta nami on , alana
nungga di orohon siboru nailing dohot anak ni raja sian si bandang. Ai molo di oli ho
siboru nailing gabe porang ma di hutaon , jala sega manang maheu”. Di dokh
Silahisabungan ma tu si raja manggareak “ Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona ,
mang ise siose padan tu ripurna tu magona , ianggo hadameon di huta on sian paraloon
na sian raja pulo si bandang , ahu ma batang boban saleleng ahu adong di huta on, tung
naso adong mahua dison”. Alani biar na si raja mangarerak laho manjua pangidoan si
Silahisabungan i angka raja-raja dohot pangisi ni huta mambahen pangidoan tu si Raja
Silahisabungan alana nang di bahen pago-pago , jolo di sungkun hami ma jo siboru
nailing na olo do ibana manjalo Silahisabungan. Di dokh siboru nailing ma “ Ndang
simanuk-manuk , manuk sibontar andorandang sitodo turpuksi siahut lomoni roha , tu
ginjang nina porda tu toru pambarbaran , tu ginjang na nina roha patoruhon do sibaran
, ndang ahu manjua , alana naung marsihaholongan , anggiat dapoton pasu-pasu sian
Mulajadi Nabolon “ ninna umpasa tanda na olo. Mambege hata ni siboru nailing naung
holong rohana tu siRaja Silahisabungan gabe tarsonggot ma sude na di haranai laho
mambege holong na sian rohana naung apala bagas tu siRaja Silahisabungan. Dungi di
dokh raja mangarerak ma tu di nadiharanai , “ Di hamu napinasangapan ia sadarion ,
ima ulaon si las ni roha dohot ulaon pamulihon borunta dohot Silahisabungan, roh ma
hita mangalehon pasu-pasu asa omputa raja Mulajadi Nabolon mangalehon las ni
roha”.

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Selama Siboru Nailing dalam pengobatan, rasa cinta dan kasih bersemi dihati mereka
berdua dan setelaah penyakit sembuh, Silahisabungan menyatakan rasa cintanya kepada
Siboru Nailing.Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa ia pun
merasa cinta kepada Raja Silahisabungan, walaupun umur mereka tidak sebaya. Dengan
menganggukan kepala ia menyatakan cintanya. Setelah sembuh, Raja Silahisabungan
mengatakan pengobatannya telah usai, Raja Mangarerak merasa gembira dan bermaksut
mengadakan pesta syukuran, sambil membayar hutang kepada Silahisabungan, raja-raja
dan penduduk negri diundangtanda rasa suka cita. Setelah acara pesta syukuran selesai,
Raja Mangarerak menyediakan emas dan uang, lalu bertanya kepada Silahisabungan “Ya
Raja Silahisabungan... penyakit putriku sudah sembuh, berapakah upahmu yang saya
bayar?” katanya smbil mengambil emas dan uang dari pundi-pundinya. Raja
Silahisabungan menjawap “ Raja yang mulia yang saya hormati saya tidak butuh uang
dan emas tetapi sesuai pesan raja, apa yang saya pinta upahku raja akan kabulkan. Rasa
kasih sayang selama mengobati, menimbulkan bersemi cinta dihati, kiranya mulajadi
nabolon dan raja memberkati, saya tidak meminta upah tetapi aku menginginka Siboru
Nailing menjadi teman sehidup semati” katanya dengan hormat. Mendengar ucapan
Silahisabungan, Raja Mangarerak dan para undangan tercengang karena umur Siboru
Nailing masih muda. Raja Mangarerak dan para undangan saling berpandangan, tetapi
tidak berani menolak, lalu berkata “Saya tidak menolak permintaanmu itu tapi
kasihanilah kami di negri ini karena Siboru Nailing telah dijodohkan dengan putra raja
dari sibandang. Apabila Siboru Nailing kau persunting, negri ini akan diserang. Penduduk
pun akan susah” katanya minta pengertian. Kemudian Raja Silahisabungan menjawap :”
Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise siose padan tu ripurna tu magona (
janji harus ditepati, bila dialanggar akan datang marabahaya), mengenai keamanan negara
dan serangan dari raja pulau sibadang sayalah tanggung jawapnya selama saya di daerah
ini tidak akan terjadi apa-apa” katanya meyakinkan. Karena takut menolak permintaan
Silahisabungan, raja-raja dan para undangan memberi saran karena Raja Silahisabungan
telah memberi jaminan, kita tanyalah putri kita Siboru Nailing, apakah dapat
menerimanya”. Siboru Nailing lalu menjawap: ”Ndang simanuk-manuh, manuk sibontar
andorandang sitodo turpuksi ahut lomoni roha, tu ginjang nina porda, tu toru
pambarbaran, tu ginjang nina roha patoruhon do sibaran, ndang ahu manjua, ala naung
marsihaholongan, anggiat dapotan pasu-pasu sian mulajadi nabolon” katanya
bersenandung tanda setuju. Mendengar ungkapan suara hati Siboru Nailing yang memang
sudah mencintai Raja Silahisabungan, Raja Mangarerak dan para undanganpun merasa
terkejut karena pernyataan itu merupakan ungkapan hati nurani yang paling dalam..
kemudian Raja Mangarerak berkata:” para undangan yang saya muliakan... hari ini adalah
pesta syukuran sekaligus pesta perkawinan putri kita dengan Silahisabungan, marilah kita
memberi berkat (mamasu-masu) semoga mulajadi nabolon memberi kebahagiaan “
katanya kepada raja-raja dan undangan.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 8: paragraf 2 dan 3

“...Ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak posir pisu gabe anakkon na siampudan,
ima di bahen goar nai Tambun Raja , jala gabe marlobian do holong ni siPinggan Matio
tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni angka akkang na ( Sihaloho sahat tu si
Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon ibana hian do siampudan , alai ianggo
ibotona si Boru Deang Namora aha ma burju jala holong hian rohana tu si Tambun Raja
, tarlumobi sahalak ibana do boru ni Raja Silahisabungan , gabe dohot ma ibana
marorot Tambun Raja sahat tu namagodang , jala mansai jonok do ibana tu si Tambun
Raja , naeng songon silahi sabungan dohot siPinggan Matio aha ma manjahon Tambun
Raja. Dungi di sada tingki marbadai ma si Tambun Raja dohot sahalak akkang na
mambahen hanssit ni roha si Tambun Raja , alai di dokh on “ Ho Tambun Raja ndang
inong hami siPinggan Matio manubuhon ho , unang ho manja jala ginjang roham , alana
ndang anggi hami sangka ho, inong mu ndang dos dohot inong hami”. Mambege hata-
hata ni akkang nai sai tumangtangis ma si Tambun Raja...”

Terjemahan:
Perasaan Raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio kepada
anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga menimbulkan iri
hati abang-abangnya (sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja karena tadinya si
batu raja ini yang menjadi anak bungsu. Si boru Deang Namora sangat sayang kepada
Tambun Raja sebagai satu-satunya perempuan yang ikut marorot (mengasuh) Tambun
Raja sampai besar, bahkan menjadi orang paling dekat dengan Tambun Raja. Raja
Silahisabungan dan Pinggan Matio sangat memanjakan Tambun Raja (Tambunan).
Konon suatu ketika , Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah (tanoh galot)
kepada anak-anaknya (Sihaloho sampai Tambunan) agar jangan terjadi persoalan
kemudian hari.Tambun Raja mendapat tanah yang paling luas dan subur yang
mengakibatkan kecemburuan abang-abangnya (sihaloho sampai Pintu Batu) .

Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara Tambun Raja Tambun Raja dengan salah
seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata-kata yang menyakitkan hati
Tambun Raja : “Hai Tambun Raja yang melahirkan kau bukan ibu boru padang
batanghari, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kandung kami, ibumu tidak
sama dengan ibu kami” kata abangnya itu. Mendengar ucapan itu, Tambun Raja
menangis tersedu-sedu.

D. Peleraian (Rekonsiliasi)

Pada saat peleraian (rekonsiliasi) dijelaskan tentang bagaimana cara

Silahisabungan meredakan konflik yang terjadi pada keluarganya, dan media apa

yang digunakan oleh Raja Silahisabungan untuk mengembalikan kondisi

keutuhan keluarganya seperti semula. Hal ini dijelaskan pada kutipan berikut:

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 8: Paragraf 5

“...Mamingkiri aha do namasa tu jolo an on, molo tung naeng adong tahi ni si Tambun
Raja laho pajumpang tu inong pangintubu dohot tulang na , gabe di dokhon
Silahisabungan ma tu si Pinggan Matio asa di topa sada gana-gana na dos songon jolma
, jala di peakkon di bagasan ampang. Dungi laho ma nasida borhat tu maras , jala di
pabolak ma amak laho hundulan ni nasida. Hunddul ma si Raja Silahisabungan ,
siPinggan Matio dohot boruna si Deang Namora maradophon ampang na gokh marisi
Sagu-sagu Marlangan , dungi si dokhon ma tu ankkon na siloho raja (Sihaloho) , Sondi
raja (Ruma Sondi) , Dabariba raja (Sidabariba) , dan Batu raja ( Pintu raja) hunddul
di sabolah sianun , Situngkir raja ( Situngkir) , Butar raja ( Sidabutar) , Debang raja
(Sidebang) hunddul di sabolah hambirang, jala molo si Tambun Raja(Tambunan)
hunddul di jolo na rap mandompakkon ampang namarisi Sagu-sagu Marlangan. Sian
parhunddulan ni halaki sude patuduhon songon alatan tu ari na naeng ro , tarsongon on
ma dua bius ( Bius Ganjil dohot Gonap) bius pisih dohot bius na gonap , jala huta
ingana nasida pe gabe adong dua turpuh na balga. Dungi hunddul ma nasida sude
manghaliangi ampang na gokh marisi Poda-poda Sagu Marlangan , jala jonjong ma si
Raja Silahisabungan martonggo tu Mulajadi Nabolon , laho pasahaton tona na tarbarita
songo goara “ Poda Sagu-Sagu Marlangan”.Dungi hundul ma Silahisabungan jala
mandokh tu angka pomparan na laho maniop sagu-sagu marlangan i songon tanda na olo
laho mangulahon tona nai jala hu sandok anakkon na ualu i sai di pargogoi Mulajadi
nabolon ma hami dohot pomparan ni mangulahon poda na di lehon ni amang , ninna
pomparan nai margantian.Dungi di dokhon si Raja Silahisabungan tu pomparan ni ,
manang ise na mangalaosi Poda sagu-sagu marlangan on , ndang marpinompar gabe
mandapoton malapetaka...”

Terjemahan:
“...Membayangkan kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang sehubungan
dengan rencana Tambun Raja menemui ibu kandung dan tulangnya. Raja Silahisabungan
menyuruh Pinggan Matio boru Padang Batanghari menempa sebuah patung berbentuk
manusia yang ditaruh di kedalaman ampang (sejenis bakul). Mereka pergi ke maras dan
dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio boru
padang batanghari bersama putrinya Deang Namora duduk menghadap ampang berisi
sagu-sagu marlagan, lalu disuruhnya anaknya loho Raja (Sihaloho), Sondi Raja
(Rumasondi), Dabariba Raja (Sidabariba) Dan Batu Raja (Pintu Batu) duduk di sebelah
kananya. Tungkir Raja (Situngkir), Butar Raja (Sidabutar), Debang Raja (Sidebang)
disuruhnya duduk disebelah kiri mereka sedang Tambun Raja (Tambunan) disuruh duduk
didepannya sama-sama menghadap berisi sagu-sagu marlagan. Konon cara duduk
mereka semua juga menggambarkan masa yang akan datang bahkan sudah terlihat
sekarang. Misalnya kenyataan ada dua bius (bius ganjil dan genap), kampung tempat
tinggal juga menjadi dua bagian yang besar.setelah mereka duduk mengeliling di ampang
berisi poda-poda sagu marlagan, Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada mulajadi
nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan nama “poda
sagu sagu marlangan” sebagai berikut :
hamu anakku na ualu :
1. Ingkon masihanolongan ma hamu sama hamu ro di pomparanmu, sisada anak
sisada boru na so tupa masiolian, tarlumbi pomparanmu na pitu dohot pomparanmu si
tambun on.
2. Ingkon humolong rohamu na pitu dohotpomparanmu tu boru pomparan ni anggimu
si tambun on, suwang songon i nang ho tambun dohot pomparanmu inkon kumolong
roham di boru pomparan ni haham na pitu on.
3. Tongka dohononmu na ualu na so sanina hamu tu pudian ni ari.
4. Tongka pungkaon bada manang salisi tu ari na naeng ro molo adong marbada
manang parsalisihan di hamu, ingkon sian tonga – tongamu masi tapi tola, sibahen
umum na tingkos na sojadi mardinkan, jala na so tupa salak na hasing pasaehon.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


selanjutnya Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu-
sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8 anak
Raja Silahisabungan menjamah Sagu-sagu marlangan itu dan berkata: ”Sai
dipargogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan
berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu-sagu marlangan inilah
tidak berketurunan, ingkop mago jala pupur.” Katanya...”

Bagian 10 : Paragraf 1

“...Disada tingki adong ma pargulutan di angka di anakkon dohot pahompu ni


Silahisabungan na tung mansai maol hian di padomu , jala naeng marjaga-jaga unang
adong pargulutan i di papunggu Silahisabungan ma anakkon na , parumaen dohot
pahompu (Pomparan na) di turu ni hau jabi-jabi sumandar, inna songon hau baringin. Di
inganan inna Silahisabungan manjalo pangidoan tu Mulajadi nabolon asa di lehon sada
panguhuman tu pomparan na laho pasaheon parbadaan , alai di tingki na martangiangi
Silahisabungan tu Mulajadi nabolon gabe adong ma songon halonganon , adong dua batu
di tonga-tonga ni nasida , sada ma jonjong , jala sada nai gadap. Dungi di dokhon
Silahisabungan ma “ Di hamu pomparanku sude, omputa Mulajadi nabolon ro
manaruhon alat penguhuma hatian so ra monggal , ninggala sibola tali , ima batu jonjong
dohot batu gadap. Molo adong parbadaan na so boi di padameon di tonga-tonga hamuna
pomparanku di ari naeng ro , boan hamu maon di tu inganan pangahuman , jala pasombu
hamu na ma halaki mandokhon hatingkosan na maradapoton Mulajadi nabolon , ,manang
ise pe namarsalah, ingkon gadap ma ibana jala marujung ngolu ma ibana songon batu
sigadap on , ninna si Raja Silahisabungan. Dung adong panguhuman Batu Jonjong dohot
Batu Gadap i , gabe dang adong be parbadaan na mandokh holong ibana do na tingkos di
pomparan ni Raja Silahisabungan...”

Terjemahan:
“...Pada suatu ketika terjadi pergulutan (pertengkaran) di antara anak-anak cucu
Silahisabungan yang sulit untuk didamaikan, untuk menjaga hal-hal yang tidak di
inginkan Raja Silahisabungan mengumpulkan anak, menantu dan cucunya di bawah
pohon jabi-jabi sumandar, sejenis pohon beringin. Di tempat inilah dia minta petunjuk
dari mulajadi nabolon agar diberikan satu alat pengadilan kepada keturunannya untuk
menyelesaikan perselisihan. Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi
nabolon terjadi hal yang menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka,
satu berdiri (jongjong) dan satulagi tergeletak (gadap) kemudian Silahisabungan berkata
:” Ya anak cucuku semua, mulajadi nabolon telah mengirim alat pengadilan hatian so ra
monggal, ninggala sibola tali, yaitu bahwa baju jongjong dan batu gadap bila ada
perselisihan yang tak bisa didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian kelak,
bawalah mereka ke tempat pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran masing-
masing terhadap mulajadi nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah dia
berdiri seperti batu jongjong ini, dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia dan
mati binasaseperti batu sigadap ini “katanya. Sejak adanya pengadilan bstu jongjong dan
batu gadap, hampir tidak ada lagi perselisihan yang membenarkan diri sendiri di
keturunan Raja Silahisabungan...”

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


E. Penyelesaian.

Pada tahap penyelesaian di jelaskan tentang cara keturunan

Silahisabungan mengenang dan meneladani semua nasehat yang pernah

disampaikan oleh leluhurnya Silahisabungan. Dan cara mereka untuk tetap

bersama, bersatu dan saling mengasihi di antara mereka sesama keturunan Raja

Silahisabungan. Hal ini dijelaskan pada:

Bagian 11: Paragraf 3,4 dan 5

“...Dungi di tanggalhon Silahisabungan ma pakean na harajaon ni jala mangalehon inna


tu buha bajuna namargoar si loho raja (sihaloho) , pisso halasan di pasahat tu anakkon
siampudan (Pintu batu) , dungi di pakeon ma pakeon na sian kulit ni hau i , jala borhat
ma ibana tu liang batu. Dung adong marhira-hira 30 ari leleng na , Silahisabungan di
liang batu i , margatian ma pomparan nai laho manaruhon unte pangir pangurason tu
liang batu , alai dung jumpang bulan tula , jala adong na udut na gerhana bulan songoni
nang tarbege soara ni longgur di huta lahi. Gabe marsogot nai sude pomparan nai
mamereng liang batu i nungga be tartutup . hape di tingki na ro longgur ima Raja
Silahisabungan marujung ngolu , sude pomparan na mansai lungun rohana ala dang boi
be pajumpang mese songoni. Nangpe songoni , pahompu dohot nini nono na ndang
porsea , jala laho do pe pareakhon saban ari. Domma marujung ngolu Raja
Silahisabungan , sude angka pinomparna mangolu hadameon dohot ngolu dame. Sude
pinomparna tading dohot mambuka lahan di huta silahi nabolak . dohot mangaratto tu
huta ni halak laho mangaluli ilmu , asa dapot parpunguan sude pinomparnadi bahen ma
jiara laho mambangun tugu ni ompu Raja Silahisabungan , asa pinomparna di ingot
alana nasida sada dohot dang adong parsalisihan, dohot pinomparna mambahen tiap
tahun pesta dohot jiarah asa boi jumpang sude pinomparna ni Raja Silahisabungan.
Tugu makam ni Raja Silahisabungan i bangun dohot di resmihon tanggal 19 November
sahat tu 23 november 1981. Sude angka holi-holi ni Raja Silahisabungan dohot angka
pinomparna dohot siboru Deang Namora nungga i bagas tugu...”

Terjemahan:

“...Sepeninggal Raja Silahisabungan keturunan (semua pinoppar Silahisabungan) hidup


dengan damai dan tentram di Silalahi Nabolak. Keturunan Raja Silahisabungan
bermukim dan membuka lahan diSilalahi Nabolak, bahkan seiring berjalannya waktu
banyak keturunan Raja Silahisabungan pergi merantau ke tanah orang untuk menuntut
ilmu atau memiliki rumah tangga baru dengan putra/putri dari luar kampung. Sehingga
tidak jarang mereka yang sudah merantau akan jarang pulang ke Silalahi Nabolak. Untuk
menyiasatinya agar seluruh pomparan Raja Silahisabungan tetap bisa bertemu semua
ssetiap tahunya maka diadakan lah sebuah musyawarah besar untuk membangun tugu
makam leluhur.

Maka dibangunlah sebuah tugu sebagai bentuk nyata dari sejarah Raja Silahisabungan
untuk dijadikan teladan bagi semua keturunannya, Tugu Silahisabungan dibangun untuk
menjadi tempat para keturunannya untuk berjiarah sekaligus bertemu dengan sanak
saudara sekeluarga keturunan Raja Silahisabungan , sehingga ditetapkan hari di mana

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


setiap tahunnya akan diadakan sebuah pertemuan besar (bisa dikatakan pesta) di mana
seluruh keturunan dari Raja Silahisabungan di manapun berada akan berkumpul di Tugu
Silahisabungan untuk tetap mengingatkan diri bahwa semua keturunan Silahisabungan
adalah satu dan tidak ada perbedaan.

Tugu makam Raja Silahisabungan diresmikan pada tanggal 19 november sampai dengan
23 november 1981 dan telah dimasukkan tulang benulang anaknya yang delapan dan
putri raja si boru Deang Namora...”

Dalam rentetan peristiwa yang telah diuraikan, mulai dari saat pengenalan

(pembukaan), saat pengembangan, saat pertentangan (konflik), peleraian

(rekonsiliasi) sampai saat penyelesaian disimpulkan bahwa alur cerita adalah alur

maju, karena rentetan peristiwa yang terdapat pada cerita berjalan searah dan

mengikuti arus waktu dari masa lampau hingga masa kini.

4.1.3 Latar/Setting

Latar/setting cerita tugu Silahisabungan diuraikan dalam 4 (empat) bagian yaitu

latar tempat, latar waktu , latar sosial dan latar suasana.

A. Latar tempat

Latar tempat dalam cerita dijelaskan dalam berbagai tempat tidak hanya di

kota (wilayah) namun juga tempat yang sebutkan secara spesifik. Latar tempat

yang dimaksut adalah lokasi di mana tempat kejadian cerita itu berlangsung baik

dalam bentuk bangunan, daerah, dan sebagainya.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Di Balige

Bagian awal : Paragraf 2

“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak...”

Terjemahan:
“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...”

Di halaman rumah

Bagian awal : Paragraf 12

“...Tarsongot ma nasida mambereng borotan na ma hau di halaman ni jabu , jala


manjohu ma nasida raja si bagot pohan...”

Terjemahan:
“...Mereka terkejut melihat borotan yang sudah layu dihalaman rumah itu dan berseru
memanggil Raja Sibagot ni Pohan...”

Di hutan

Bagian awal : Paragraf 11

“...Di harangan i nasida (raja sipahet tua, Raja Silahisabungan dohot raja sihuta lima)
mandopot hau borotan na pas tu na di dokh natoras nai...”

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Di hutan akhirnya Sipaet Tua, Silahisabungan dan Raja Oloan menemukan kayu
borotan yang pas dan sesuai dengan persyaratan yang diinginkan orangtuanya...”

Di mual sibuti

Bagian 1 :Paragraf 1

“... Parjolo lao ma nasida tu mual sibuti mambuat aek sidinumon dohot tano...”

Terjemahan:
“...Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum dan tanah...”

Di Laguboti

Bagian 2 : paragraf 1

“...Parjolo sahali ma nasida natolu borhat tu porsea , sahat tu laguboti , dung sahat ma
nasida tu laguboti maradian ma nasida...”

Terjemahan:
“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang mereka berhenti...”

Di Bakkara

Bagian 2: paragraf 3

“...Ndang adong marpiga minggu , naeng tading ma nasida nadua marianganan di


humbang , alai di sada tingki naek ma Silahisabungan tu buhit bakkara, jala di bereng
ibana na tarida asap api sian huta Balige, gabe di palopas ma sinintana naung tading di
si...”

Terjemahan:
“...Mereka periksa daerah itu berminggu-minggu dan telah berniat tinggal disitu tetapi
satu hari Silahisabungan naik ke perbukitan bakkara dan melihat “asap api” di Balige,
maka niatnya untuk tinggal disana dibatalkan...”

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Di Janji Raja, Sabulan Tamba, Sihotang
Bagian 2 : paragraf 3
“...lao ma nasida mamontas mulai sian bakkara tu janji raja, sabulan tamba, sihotang,
siogung-ogung, aek rangat, ditoruni pusuk buhit, tulus, hainggaan, harangan hole...”

Terjemahan:
“...Mereka pergi melalang buana dari bakkara ke janji raja, Sabulan Tamba, Sihotang
Siogung-ogung, aek rangat, kaki dolok pusuk buhit, tulus, hainggaan, harangan hole...”

Di Dolok Siogung-ogung, Harangan Hole

Bagian 3: paragraf 1

“...Na laho manorushon pardalanan Silahisabungan , mamboan pojjot ni roha dibahen


haham sibagot na pohan lao ma nasida tu buana sian dolok siogung-ogung laho ma
ibana madalan pat tu aek rangat (goarna saonari torus dolok pusuk buhit) , tu huta tulus
, bonan dolok sahat tu hasinggaan naek ma sada buhit jala sahat ma tu harangan hole
(molo saonari goarna gabe harangan belantara naso hea di dege pat ni jolma)...”

Terjemahan:
“...Silahisabungan terus melanjutkan perjalanan searah kaki melangkah membawa ”duka
pojjotni roha” kepada abangnya si bagotni pohan, melanglang buana hidup sebatang kara.
Dia berangkat dari dolok siogung-ogung berjalan kaki ke Aek Rangat (sekarang), dari
kaki dolok pusuk buhit, terus ke tulus, bonan dolok sampai ke hasinggaan naik ke bukit
dan masuk ke harangan hole...”

Di bawah pohon besar

Bagian 3: paragraf 2

“...Disada tingki , jumpang ni Silahisabungan ma sada hau nabolon jala dakkana dohot
bulung na rindang...”

Terjemahan:

“...Suatu ketika Silahisabungan menemukan sebuah pohon yang besar dan cukup rindang
di mana ranting dan daunnya sangat lebat...”

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Di atas pohon

Bagian 4: paragraf 3

“...Tarhatotong ma si Raja Parultop manida sahalak naposo hundul di siginjang ni hau


jala maniop pidong lali , na di sumpit na i...”

Terjemahan:

“...Raja Parultop tercengang melihat seorang pemuda duduk diatas pohon sambil
memegang elang yang disumpitnya tadi...”

Di Silalahi Nabolak

Bagian 4 : paragraf 1

“...Dung marpiga bulan , tading maringana Silahisabungan di huta Silahi Nabolak i ,


tarsonggot ma ibana songon na adong ro mamboan pasu-pasu na bagasan parngoluan
na...”

Terjemahan:
“...Setelah berbulan-bulan Silahisabungan tinggal di Silalahi Nabolak, dia dikejutkan
dengan suatu peristiwa yang membawa berkah bagi hidupnya...”

Di Pondok Silalahi sabungan

Bagian 4 : paragraf 2

“...Habang ma pidong i tu pulo samosir mangalaosi tao silalahi na bolak i , hape pidong
i dang tolap na habang tu pulo samosir , gabe mulak ma muse pidong i tu huta silalahi
na bolak jala songgop ma jonok ni sopo silalahisabungan …”

Terjemahan:
“...Rupanya burung itu tidak sanggup terbang ke pulo Samosir, lalu kembali ke Silalahi
dan hinggap dekat pondok Silahisabungan....”

Di Bukit Silalahi Nabolak

Bagian 4 : paragraf 2

“...gabe tuat ma Raja Parultop sian dolok silalahi nabolak lao mangalului inganan ni
hasonggopan ni pidong lali i...”

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Raja Parultop menuruni bukit Silalahi Nabolak dan terus mencari tempat hinggapnya
burung elang itu...”

Di Deang Namora
Bagian 5: paragraf 1
“...dung sahat Raja Parultop di Balna, di jakkon parsonduk bolon na dohot boru nai
marsai las rohana...”

Terjemahan:
“...Setelah Raja Parultop tiba di Deang Namora, ia disambut oleh istri dan anaknya
dengan rasa gembira...”

Di tepi sungai

Bagian 5: Paragraf 2

“...Jala di pagalak Silahisabungan ma museng asap api tanda laho manjalo haroro ni
uduran Raja Parultop i di topi aek namansai bagas...”

Terjemahan:

“...Silahisabungan menyambut rombongan Raja Parultop ditepi sungai yang agak dalam
airnya...”

Di Mual Sipaulak Hosa

Bagian 6 paragraf 2
“...karena Pinggan Matio boru batanghari merasa haus, kemudian Silahisabungan
menancapkan siorlombingnya ke dingding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum
Pinggan Matio boru padang batanghari sepuas-puasnya, air itulah yang disebut “mual
sipaulak hosa” hingga saat ini yang terdapat dilereng bukit Silalahi Nabolak...”

Di Pulau Samosir, luat parbaba


Bagian 6: paragraf 7
“...di tikki partubuni anak pa pituhon, raja Silahisabungan lao tu pulo samosir lao
mangalului tano kosong na lao diberehon tu ginomparna dijoloan ni ari. Disobut ma
inganan i saonari luat parbaba...”

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Pada waktu kelahiran anak ke-enam, raja silahi sabungan sedang berada di pulau
Samosir untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu
kemudian disebut “luat parbaba”...”

Di Sibisa

Bagian 7 paragraf 1

“...husihsah ma rohani raja mangarerak memereng boruna hona dorma sijundai,


Ditingki ro ma Silahisabungan tu Sibisa...”

Terjemahan:

“...Raja Mangarerak pun mulai gelisah melihat putrinya kena dorma sijundai, pada ketika
itu Raja Silahisabungan datang ke Sibisa mempraktekkan ilmu mengobati...”

Di atas para-para

Bagian 8 : paragraf 1

“...Dung sahat Silahisabungan botari naintu huta Silalahi Nabolak, pintor di peakkon do
hajut-hajut nai tu ginjang para-para , gabe marauang ma asu nai manganggo tu adopan
ni para-para i...”

Terjemahan:

“...Begitu sampai di rumah, tas hadang- hadang terus ditaruh atas para-para , anjing
peliharaan yang mereka miliki mencium bahwa ada sesuatu diatas para-para sehingga
hanya bisa menggonggong kearah para-para...”

Di Naulibasa
Bagian 9 paragraf 1
“...Raja Silahisabungan mamboan si Tambun Raja tu tuktuk simarmata jala torus tu
Naulibasa , songon laho mangalehon parbinotoan tu si Tambun Raja i , Di Ihoton siboru
Deang Namora do halaki sahat tu naulibasa...”

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Raja Silahisabungan membawa Tambun Raja ke Tuktuk Simarmata dan terus ke


Naulibasa dengan tujuan memberi ilmu (parbinotoan) kepada Tambun Raja. Deang
Namora terus mengikuti mereka hingga ke Naulibasa...”

Di Air mancur
Bagian 9: paragraf 2
“...Di paturoh Silahisabungan ma si Tambun Raja tu harbangan ni huta inong pangitubu
tu si bisa, alai mandapothon huta pangisi ni luat di tadingkon Silahisabungan ma si
Tambun Raja jonok di aek panssur , ina niganan na somal laho mancuci dohot
martapian pangisi ni huta i , jala nungga di boto Silahisabungan , na ingkon ro do tu
siboru nailing laho mambuat aek tu mual i...”

Terjemahan:
“...Silahisabungan mengantar si Raja Tambun ke kampung halaman ibunya di Sibisa,
namun tidak sampai ke kampung tempat pemukiman penduduk, Silahisabungan
meninggalkan Silahisabungan di air mancur tempat warga mencuci dan mandi, Raja
Silahisabungan tau jika Siboru Nailing pasti akan datang ke tempat itu untuk mengabil
air...”

Di atas batu
Bagian 9 :paragraf 3
“...Songoni do naung siboru Deang Namora laho mulak tu huta ni silahi nabolak , alani
loja na mardalan laho mulak tu silahi nabolak mardongan roha na lungun , jala hundul
ma ibana diatas batu paluahon loja na dohot maringot parsirangan dohot si Tambun
Raja...”

Terjemahan:
“...Akhirnya Deang Namora sampai di Silalahi Nabolak, Karena lelahnya berjalan ke huta
lahi disertai perasaan sedih, Deang Namora duduk diatas batu melepaskan lelah sambil
merenungi perpiahannya dengan Tambun Raja (Tambunan)...”

Di Liang batu
Bagian 11 :paragraf 2
“...Dungi di tanggalhon Silahisabungan ma pakean na harajaon ni Dung adong marhira-
hira 30 ari leleng na , Silahisabungan di liang batu i , margatian ma pomparan nai laho
manaruhon unte pangir pangurason tu liang batu...”

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Kemudian ia memakai pakaian dari kulit kayu lalu pergi ke liang batu. Selama tiga
puluh hari anak cucu cicit dan piutnya bergantian mengantar unte pangir pangurason ke
liang batu itu...”

Dari keseluruhan pemaparan latar tempat yang ditemukan dari dalam

cerita sejarah tugu Silahisabungan ditarik kesimpulan bahwa latar/setting tempat

yang paling banyak digunakan adalah Silalahi Nabolak. Silalahi Nabolak menjadi

latar/setting tempat utama dalam cerita sekaligus sebagai tempat berdirinya bukti

sejarah dari cerita tentang tugu Silahisabungan yaitu “tugu Silahisabungan”. Latar

/setting tempat kedua adalah Balige selanjutnya Sibisa dan Deang Namora.

B. Latar waktu

Latar waktu merupakan keterangan mengenai kapan cerita tersebut

berlangsung.

Dahulu kala

Bagian awal : paragraf 2

“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna...”

Terjemahan:

“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...”

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada suatu hari

Bagian 8 paragraf 4

“... Di sada tingki marbadai ma si Tambun Raja dohot sahalak akkang na mambahen
hanssit ni roha si Tambun Raja...”

Terjemahan:

“...Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara Tambun Raja Tambun Raja dengan salah
seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata-kata yang menyakitkan hati
Tambun Raja...”
Konon

Bagian 6: paragraf 4

“...Hinan anak siangkjangan Silahisabungan, loho raja (sihaloho) di tunanghon dohot


paribanna Ranim Bani Boru Padang Batanghari...”

Terjemahan:

“...Konon putra sulung Silahisabungan, loho raja (sihaloho) dijodohkan dengan putri
pamannya Ranim Bani Boru Padang Batanghari (pariban kandung loho raja)...”

Pada waktu senja


Bagian 4: paragraf 2
“...Pidong i dang boi di tangkup nangpe nungga loja ibana Raja Parultop mangalaton
pidong lali , mangolu manang mate nangpe nungga botari...”

Terjemahan:

“...Raja Parultop yang memperhatikan burung elang itu balik kembali dan hinggap
dipantai huta lahi, dia bertekat akan menangkap burung elang itu hidup atau mati, walau
hari udah senja...”

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada Artiani Holom
Bagian 3 :paragraf 5

“...diartiani holom , pitu ari di bulan purnama ro ma parmaraan na male jala mauas
naso tataon na , mambahen gale hatogoun ni rohani...”

Terjemahan:
“...Pada hari artiani holom, tujuh hari sesudah bulan purnama., datang cobaan rasa lapar
dan haus yang tiada terhingga datang menggoda melemahkan iman...”

Pada bulan Tula (purnama)

Bagian 3 paragraf 4

“..., jonjong ma ibana lao marnida na pinatuhuduhon ni soarai. Toho do tutu adong
jumpang na , ima Lak-lak , Tumbaga holing na rarah , na ijo , dohot na birong , tarbege
ma muse soara-soara (molo saonari bulan Tula / Purnama). Sahat bulan tula na naeng
ro , ingkon tading do ho di inganan on laho tambu parbinotoan mu sian na adong di
tumbaga holing on...”

Terjemahan:
“...Dia berdiri memeriksa tempat yang ditunjut , dan memang benar menemukan “lalak-
lak tumbbaga holing” yang berwarna merah, hijau dan hitam, kemudian didengarnya
suara :” sekarang bulan tula (purnama) hingga bulan tula yang akan datang kamu harus
tinggal ditempat ini dan memperdalam ilmu yang terdapat di tumbaga holing ini...”

Pada sogot manogot ni ari

Bagian awal: paragraf 12

“...Di tobang nasida na tolu mamboan hau i mulak tu huta dohot sude pulungan nai ,
sogot manogot ni ari , alai di tonga dalan lao mandapot on harbangan ni huta i , di
bereng nasida ma adong tena ni horbo dohot mudarna marserak...”

Terjemahan:

“Mereka pun kembali ke kampung dengan membawa semua pulungan yang telah mereka
dapatkan dari hutan hingga akhirnya mereka sampai di kampung keesokan hari pagi-pagi
sekali, di tengah jalan menuju ke kampung, dilapangan kampung di mana seharusnya
kerbau akan diikat mereka melihat ada kotoran dan darah kerbau yang sudah berserak...”

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada sore hari

Bagian awal: paragraf 8

“...Ia ari nunga lam golap , sogot manogot nai nunga ingkon di patupa ulaon , hape hita
ndang dope mulak ala so jumpang sude na di dokh ni natoras ta. Alai di dokh sipahet tua
dohot si Raja Oloan ma , asa hau na di tobang nai di boan mulak , alai ndang di boto
natoras nai...”

Terjemahan:

“... “Bagaimana ini, sekarang sudah mulai gelap, besok pesta akan diadakan, kita belum
juga kembali, dan sebagian belum juga kita temukan, bagaimana jika kita bawa saja kayu
borotan yang tadi ditebang, ayah tidak akan tahu menahu bahwa kayu itu roboh ke arah
kampung” kata Raja Sipaet Tua dan Raja Oloan...”

Pada tahun 1981

Bagian 11: bagian 5

“...Tugu makam ni Raja Silahisabungan i bangun dohot di resmi on tanggal 19 November


sahat tu 23 november 1981. Sude angka holi-holi ni Raja Silahisabungan dohot angka
pinomparna dohot siboru Deang Namora nungga i bagas tugu...”

Terjemahan:
“...Tugu makam Raja Silahisabungan diresmikan pada tanggal 19 november sampai
dengan 23 november 1981 dan telah dimasukkan tulang benulang anaknya yang delapan
dan putri raja si boru Deang Namora...”

Dari pemaparan setting/latar waktu ditarik kesimpulan bahwa latar/setting

waktu yang digunakan adalah waktu lampau yang diuraikan dalam waktu siang

sore dan malam. Senja menggambarkan suasana di mana sore hari akan berakhir

dan berganti menjadi malam, bulan purnama menggambarkan suasana malam hari

yang di terangi cahaya bulan, sedangkan untuk latar/setting waktu siang hari dapat

diketahui ketika tokoh sedang beraktivitas (bekerja).

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C. Latar suasana

Suasana haru

Bagian 9 paragraf 2

“...Di tingki na tarsangot jala sonang ma roha ni siboru nailing , gabe ma dabu ma tabu-
tabu na gokh aek sian simajujung nai gabe mapuntar jala maringkati manghaol si
Tambun Raja anakkon ku, ninna siboru nailing dohot las ni roha , jala mangido sian na
dao , si Raja Silahisabungan pe marsai las rohana ala naung pajumpang si Tambun Raja
dohot inong na pangintubu siboru nailing borhat ma ibana mulak tu silalahi nabolak...”

Terjemahan:
“...Dengan suasana hati yang terkejut dan bahagia Siboru Nailing menjatuhkan kendi
berisi air yang dijunjungnya, hingga kendi tadi pecah dan berhambur memeluk si Raja
Tambun ”Anakku!” katanya. Suasana haru pun terjadi dan Silalahi sabungan yang
melihat dari kejauhan merasa lega dan terharu, kemudian Raja Silahisabunganpun
kembali ke Silalahi Nabolak...”

Suasana penuh cinta

Bagian 7: paragraf 4

“...Saleleng ni siboru Nailing di bagasan pangubatan , gabe tubu ma holong ni roha


nadua, jala dung malum sahit ni Siboru nailing , di dokhon Silahisabungan ma tu siboru
nailing “ Na holong do roha na”...”

Terjemahan:

“...Selama Siboru Nailing dalam pengobatan, rasa cinta dan kasih bersemi dihati mereka
berdua dan setelah penyakit sembuh, Silahisabungan menyatakan rasa cintanya kepada
Siboru Nailing...”

Kasih
Bagian 8 paragraf 2
“...ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak i, jala gabe marlobian do holong ni
siPinggan Matio tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni angka akkang na (
Sihaloho sahat tu si Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon ibana hian do
siampudan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“... Perasaan Raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio
kepada anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga
menimbulkan iri hati abang-abangnya (Sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja
karena tadinya si batu raja ini yang menjadi anak bungsu...”

Suasana Tegang penuh pertentangan

Bagian awal : paragraf 13


“...Tokha di dokh ni haham , tung so jadi be na masa songon on saleleng na hurang
bisuk , didia pe mungkin hami anggimon suhut sisuruh laho mangalului haborotan dohot
pulungan , hape godang do alak na asing boi mangalului haborotan dohot pulungan”...”

Terjemahan:

“...Tak Baik, Kita mohon agar terjadi Lagi musim kemarau yang Berkepanjangan“.
Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah, memang Abang Kurang bijak. Mana
mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan pulung
pulungan...”

Suasana terdesak

Bagian 7 :paragraf 6

“...Dungi roma rombongan ni bawa oroan nai laho mangalo di huta si bisa , jala di
paksa si raja mangarerak ni siboru nailing dohot Silahisabungan borhat manadingkon si
bisa , gabe roma tu roha ni Raja Silahisabungan mambuan parsonduk bolon nai tu
silalahi nabolak , alai di ingot ibana ma padan na tung naso jadi marimbang (istri dua)
tu siPinggan Matio, gabe tading ma siboru nailing di si bias...”

tejemahan:
“...Pasukan lelaki oroan bisa mengepung daerah Sibisa, raja mangarerat mendesak agar
Siboru Nailing dan Silahisabungan pergi meninggalkan Sibisa. Raja Silahisabungan
berniat membawa istrinya Siboru Nailingke Silalahi Nabolak, namun karena ia ingat janji
bahwa ia tidak akan beristri dua (naso marimbang si Pinggan Matio) maka Siboru Nailing
tinggal di Sibisa dan hanya membawa anak laki-laki...”

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Suasana penuh kejutan

Bagian 3 :paragraf 3

“...Tarsonggot ma Silahisabungan mambege soara i , jala di bereng ma di lambung na


ndang adong jolma , alai ibana porsea hu parbegenai , molo soarai ima soara ni
Mulajadi Nabolon namarhusao di portibion. Laos marsomba ma Silahisabungan
mandokh , “ Olo ompung , ahu do on , jolma na marsiak basi , naro sian toba mambuan
hansit ni bagas roha na binahen di haham ku sibagot ni pohan i horja sakti , jala di
patorang pardalani parsirangan na dohot haham sipahet tua dohot anggina si Raja
Oloan na soboi tarlupa on...”

Tejemahan:

“...Silahisabungan terkejut mendengar suara itu, dia perhatikan sekelilingnya namun tidak
ada manusia dia yakin bahwa itu adalah suara mulajadi nabolon yang berkuasa atas alam
ini, dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawap :” ya ompung.. aku adalah
anak yang bernasip malang yang datang dari toba membawa luka dihati karena tindakan
abang saya Sibagotni Pohan dalam horja sakti “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaet Tua dan adiknya si Raja Oloan yang tidak dapat dilupakan...”

Suasana sedih

Bagian 8 : paragraf 9

“...Mambege hata-hata si Pinggan Matio , iboto na Deang Namora tu matangis jala


manghaol si Tambun Raja dohot roha na mansai lungun di dokh ma tu si Tambun Raja “
Borhat ma ito tu huta ni tulangta , nadenggan ima paboa tu inang pangintubu, gabe jala
horas ma ho amang na burju “nina laos tartangis tarilu...”

Tejemahan:
“...Mendengar kata-kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis
lalu merangkul dan mencium Si Raja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata:
”Borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu,
gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak...”

Suasana bahagia

Bagian 6 paragraf 3

“...Diharori ni Silahisabungan dohot parsonduk bolon na di jakhon dohot las ni roha


keluarga Raja Parultop , jala naeng di patupa do adat laho manjangkhon haroro ni
pahompuna parjolo...”

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Kedatangan Silahisabungan dan Pinggan Matio boru padang batanghari disambut


sukacita keluarga Raja Parultop. Hingga merencanakan acara perhelatan untuk cucu
pertamanya...”

Keadaan merasa bersalah

Bagian 8 :paragraf 1

“...Gabe di dapoton si Pinggan Matio ma Silahisabungan na hundul masande, aha do


namasa. “ Boasa marsak ham amang , molo parsaulian do, parsaulian ku doi , molo
hamagaon do , hamagaonku doi”...”

Terjemahan:

“...Pinggan Matio menghampiri Raja Silahisabungan yang sedang duduk bersandar


dengan muka murung, melihat kejadian itu, Pinggan Matio menanyakan :” Boasa marsak
ho amang molo parsaulian do parsaulianku doi, molo hamagoan do hamagoanku
doi”...”

Suasana binggung

Bagian 7 : paragraf 4

“... alana mabiar mamereng Silahisabungan , raja-raja dohot angka undangan na ro


mamere saran alana nungga dijamin Silalahi sabungan ta sungkun ma jolo siboru nailing
songondia do rohana...”

Tejemahan:

“...Karena takut menolak permintaan Silahisabungan, raja-raja dan para undangan


memberi saran karena Raja Silahisabungan telah memberi jaminan, kita tanyalah putri
kita Siboru Nailing, apakah dapat menerimanya”...”

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keadaan kekeringan

Bagian awal: paragraf 3

“...Pada suatu ketika kemarau panjang dan kekeringan di Balige, dan seorang dukun sakti
menyarankan agar Raja Sorba Banua melaksanakan sebuah acara perhelatan besar di
kampung Balige dan mengundang para raja-raja dan undangan penting beserta
mengundang semua penduduk kampung untuk mengadakan horja sakti, agar tidak terjadi
lagi kekeringan dan berkat semakin bertambah....”

Keadaan badai

Bagian 3 : paragraf 7

Pada waktu itu datang hujan lebat disertai angin puting beliung , gemuruh dan halilintar
bersahut sahutan tanah bergetar serasa akan runtuh. Maka Silahisabungan melipat
tumbaga holing menjunjung diatas kepala, mata dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada
mulajadi nabolon

Dari pemaparan latar/setting suasana dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

banyak suasana kebahagiaan, kejutan, konflik dan ketegangan yang terdapat

dalam cerita. Suasana pertentangan dan konflik adalah suasana yang banyak

terjadi dalam cerita.

D. Latar sosial

Latar sosial merupakan penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-

kelompok sosial, sikap adat dan kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang

pada dasarnya melatari peristiwa.

Dalam hal ini keadaan masyarakat masih sangat bergantung kepada alam,

menganut sistem kerajaan, sangat meninggikan sebuah kesaktian (menganut

sistem kepercayaan),

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sistem pemberian nama yang sangat disesuaikan dengan keadaan atau suasana

yang terjadi ketika seorang anak dilahirkan,kebiasaan masyarakat untuk menyebut

setiap keturannya adalah raja. Hal tersebut dapat ditemukan dalam kutipan

berikut:

“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak pinomparna namargoar :

1. Raja Sibagot ni pohan


2. Raja Sipaet tua
3. Raja Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja Hutalima

Dungi di dokhon raja Sorba banua tu pinomparna nai asa laho nasida tu harangan laho
mangalului horbo laho sipatupaon hombar tu na di dokh ni raja namaloi (dukun) , ima
na laho mambahen sada pesta di luat i ima ari senin. Di dokh raja sorba banua tu
pinomparna “ hamu pinompar hu (sipahet tua , Silahisabungan , oloan) laho ma hamu
tu harangan lului hamu horba siopat pisoran (kerbau besar tandk panjang) , dohot hau
na ganjang na pitu nasta ( 7 cm) , jala tobal na sabalga ni sulpi , pulungan na si takpas ,
bonang-bonang bolon , dohot sanggar. Borhat ma hamu marsogot na jala asa ingkon
mula do hamu di ari minggu botarina , ala pesta di patupa ari senen...” (awal)

“...Mambege hata ni Silahisabungan i namarsai denggan i , gabe mago ma muruk ni


Raja Parultop, jala didokh ma “ goar mu sude bao mamboan , goar hu denggan ma
paboahon , ima ula-ulangku siganup ari marga padang batang hari domu tu marga
pasaribu. Alai dang masipaboa gaorna be nasida. Alai nungga mangantusi be nasida
(sude lahi mamboan) na lapatan na , na margoar silahi ima baoa ula-ulangku siganup
ari , nalapatan na , karejo siganup ari ima namargoar parultop nalapatan na marburu
dohot sumpit...” (4:4)

“...Dang adong dua taon leleng na , dang hea be Silahisabungan dohot parsonduk bolon
nai ,dang hea be ro tu Balna ,di bagasan dua taon i , nungga masihol Raja Parultop
naeng lao tao silalahi nabolak , jala di dokh tu parsonduk bolon nai “Sitingkir jolo
borunta tu silalahi nabolak. Ditingki si Raja Parultop di silalahi nabolak , tubu ma anak
Silahisabungan dohot si Pinggan Matio , jala di bahen ma goarn ni Situngkir raja.

Ditingki Silahisabungan mambahen rusbang parpodoman sian hau nabolak namargoar


sondi , tubu ma sada bawa dakdanak namargoar Sondi Raja.

Di bagas ni arsak roha ni Pinggan Matio di bereng Silahisabungan , laho ma ibana


martapa tu goa batu di ginjang huta lahi , ibana manjalo tu Mulajadi Nabolon asa di
lehon sada boru-boru. Tubu ma sada boru ni Silahisabungan , alana nunga tubu boru nai
, sonang ma roha nih Pinggan Matio mandokh ma ibana tu Silahisabungan “ Domma
gabe jala mamora ahu , hu bahenma goarni borunta on Deang Na Mora”. Tubu ma anak
na nomor lima Silahisabungan bawa , ditingki tubu anak na nomor tolu , di tingki i
mampalengket atap ni jabu nai sian hau butar , i bahen ma goar anak nai Butar Raja (
Sidabutar).

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dungi tubu ma anak na nomor onam laho ma Silahisabungan tu pulau samosir
mangalului tano na tarulang na tu pinomparna , hape tano namargoar “ luat parbada”.
Di tingki Silahisabungan lao tu baribada di jumpang i ma nunga tubu anak na nomor
onam , i bahen ma goar ni Dabari Raja ( Sidabariba) ,

Di tingki tubu anak na nomor onam ro ma udan doras mambahen tano bonbong di huta
silalahi nabolak , ima di bahen goar ni anak na Debang Raja (Sidebang Raja). Alana
nunga matua si Pinggan Matio dang boi ibana manggora Silahisabungan i gua batu ,
alana di bereng sihaloho siPinggan Matio manghanssit lao ma ibana manggora
Silahisabungan , di tingki sahat Silahisabungan tu jabu tubu ma anak na siapudan , i
bahen ma goar ni Batu Raja...” (6:4,5,6,7,8)

“...Adong ma boru ni Raja Mangareak nauli rupa nai di huta Sibisa Uluan namargoar
Siboru Nailing boru Nairasaon. Alana nauli rupa nai di Uluan , gokh ma bawa naeng
parsonduk bolon nai, hape nungga di pinggit dohot putra raja sian pulau sibadang.
Alana hanssit roha ni bawa di huta Sibisa , ro ma alak i tu datu na mambahen siboru
nailing ona dorma sijundai na sulit di ubati. Ditingki ro ma Silahisabungan tu Sibisa ,
tarbege barita adong datu na sakti i Sibisa namargoar Silahisabungan , di gora ma
Silahisabungan nuaeng mangubati boru nai. Silahisabungan mambuka lak-lak tumbaga
holing mambereng aha mambahen boru ni raja manggareak songoni. Di tingki di dokh
Silahisabungan tu raja manggareak boru nai ona guna-guna sian si bolis , tarsonggot ma
raja manggareak, di dokh ma tu Silahisabungan “ Ubati ma boruki , sude di jalo ho , hu
lehon pe tu ho”. Nungga mulai malum ma sahit ni bou Nailing sian Mulajadi
Nabolon...” (7:1)

Terjemahan:

Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang anak
nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru Pasaribu
dan 5 orang anaknya bernama :
1. Raja Sibagot ni pohan
2. Raja Sipaet Tua
3. Raja Silahisabungan
4. Raja Oloan
5. Raja hutalima.
“...Lalu berkatalah Raja Sorba Banua kepada anak-anak nya: “hai, anak ku hari senin kita
akan adakan pesta di Balige, dan kita harus makan daging kerbau, biar tambah berkat
kita. Kamu anakku sipahet tua, Silahisabungan dan Raja Oloan, pergilah kalian ke hutan,
carilah kerbau yang bertanduk sopat sitoran, kayu panjangnya 7 nasta (sesikut) dan tebal
sebesar sulpi (paha), pulungannya sitakpas, bonang-bonang, bolon, dan sanggar, besok
kalian berangkat pagi dan sampai di kampung ini hari minggu sore...” (awal)

“...Mendengar ucapan Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah Raja
Parultop jadi hilang dan menjawap dengan ramah :” goarmu sude baoa mamoan, goarhu
pe dengganma paboahon, ima ula-ulangku siganup ari marga padang batangharina
domu tu marga pasaribu” katanya, dan mereka tidak menyebutkan nama mereka masing-
masing dengan jelas, tetapi sudah sama-sama mengerti (sude lahi mamoan maksutnya
adalah ia bernama silahi = anak laki-laki, ula-ulangku siganup ari atau pekerjaanku setiap
hari maksutnya ia bernama parultop = orang yang berburu dengan sumpit)...” (4:4)

“...Setelah itu dua tahun mereka tidak pernah lagi datang ke Deang Namora, karena sudah
dua tahun rasa rindu Raja Parultop timbul lalu berniat pergi ke Silalahi Nabolak dan
berkata kepada istrinya :” sitingkir jolo borunta tu Silalahi nabolak, Pinggan Matio Boru
Batanghari tu Silalahi nabolak ( aku sudah rindu katanya). Bertepatang dengan Raja
Parultop di Silalahi Nabolak , Pinggan Matio Boru Padang Batanghari melahirkan anak
kedua seorang laki-laki, kemudian diberi nama tungkir raja.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada suatu ketika raja Silahisabungan bertukang membuat tempat tidur (rusbang) dari
kayu bulat yang disebut sondi, setelah tempat tidur selesai dikerjakan , Pinggan Matio
boru padang batanghari melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama
sondi raja, Silahisabungan tampak sangat bahagia karena telah mempunyai tiga orang
anak laki-laki, tetapi istrinya terasa belum bergairah karena belum diberikan tuhan anak
perempuan.

Hati Pinggan Matio boru Padang Batanghari yang gundah gulana diperhatikan raja
Silahisabungan, lalu pergi bersemedi ke gua batu di atas huta lahi. Dia memohon kepada
mulajadi nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan
Matio dan permohonan Silahisabungan dikabulkan oleh mulajadi nabolon, Pinggan
Matio melahirkan anak keempat seorang anak perempuan, lalu berkata :” domma gabe
jala mamora au, hubaenma goranni borunta on deang na mora” (sudah bahagia dan
kaya aku, kuberi nama putri kita Deang Namora=kaya) kata kepada Silahisabungan
dengan suka cita, kemudian Pinggan Matio melahirkan anak kelima, seorang anak laki-
laki, pada waktu kelahiran anak ketiga ini, Silahisabungan sedang mengganti atap rumah
yang terbuat dari kayu butar, oleh karena itu mereka membuat nama anak kelima ini butar
raja (sidabutar).

Pada waktu kelahiran anak ke-enam, raja silahi sabungan sedang berada di pulau Samosir
untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu kemudian
disebut “luat parbaba”. Setelah Silahisabungan kembali ke seberang (bariba),
dijumpainya telah lahir seorang anak laki-laki, karena ia baru tiba dari bariba (seberang) ,
maka diberilah nama anak itu dabariba raja( sidabariba).

Kelahiran anak Silahisabungan yang ketujuh ditandai dengan terjadinya peristiwa alam,
pada saat Pinggan Matio boru padang batanghari melahirkan, terjadi hujan lebat sehingga
terjadi tanah longsor (tano bongbong) di Silalahi Nabolak. Karena tano bongbong (tanah
longsor) itu mengagetkan raja Silahisabungan dan Pinggan Matio matio boru padang
batanghari, maka mereka membuat nama anaknya debang raja( sidebang). Anak raja
Silahisabungan ke delapan bernama batu raja , pada waktu kelahiran anak bungsu
Pinggan Matio, raja Silahisabungan sedang bersemedi di gua batu diatas huta lahi, saat
melahirkan itu Pinggan Matio merasa lelah karena faktor usia, sehingga mengerang
meminta bantuan loho raja (sihaloho) yang melihat ibunya mengerang pergi memanggil
bapaknya. Silahisabungan mengambil obat salusu (obat penambah tenaga), Pinggan
Matio boru padang batanghari melahirkan seorang anak laki-laki. Karena Silahisabungan
dipanggil dari gua batu maka diberilah nama anak itu batu raja...” (6:4,5,6,7,8)

“...Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah putri Raja Mangarerak, seorang raja yang
terkenal di Sibisa Uluan. Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah gadis primadona di
Uluan, banyak pemuda yang melihatnya terpesona dengan kecantikannya. Banyak
pemuda dan anak raja ingin meminangnya, tapi terganjal karena dia adalah putri pingitan
yang sudah dijodohkan dengan seorang putra raja dari pulau sibadang. Siboru Nailing
Boru Nairasaon menjadi putri rebutan, para pemuda yang ingin mempersunting mencari
dukun membuat guna-guna mencapai tujuan .karena banyaknya persaingan konon Siboru
Nailing kena dorma sijundai (dorma sisundae) yang sulit diobati. Raja Mangarerak pun
mulai gelisah melihat putrinya kena dorma sijundai, pada ketika itu raja Silahisabungan
datang ke Sibisa mempraktekkan ilmu mengobati. Kemudian Raja Mangarerak
memanggil raja Silahisabungan mengobati putrinya. Silahisabungan membuka laklak
tumbaga holing untuk melihat petunjuk apa penyebap penyakit itu lalu berkata:” penyakit
putri raja disebapkan persaingan tidak sehat, iblis dan setan selalu datang menggangu
sehingga ia selalu mengigau. Pengobatannya agak lama karena rohnya (tondinya) sudah

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditawan di dalam gua, namunpun demikian , berkat pertolongan mulajadi penyakit dapat
disembuhkan “ katanya...” (7:1)

Latar sosial cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan adalah

berlatar kerajaan dengan keadaan sosial yang sangat erat hubungannya dengan

keadaan alam dan mistisme. Kepercayaana akan kekuatan gaib alam dan kesaktian

yang bersumber dari pertapaan, keadaan kehidupan masa lampau yang

keberlangsungan hidupnya masih sangat bergantung kepada sumber daya alam

yang masih benar-benar alami, sistem kekuasaan kepala keluarga yang

mendominasi.

4.1.4 Tokoh/Penokohan

Pelukisan perwatakan dapat digambarkan secara langsung atau tidak

langsung dari penokohan yang terdapat dalam sebuah cerita. Membicarakan tokoh

secara tidak langsung kita juga sudah membicarakan perwatakan. Perwatakan

merupakan ciri keseluruhan yang dimiliki para tokoh.

Berikut pemaparan tokoh- tokoh dan perwatakan yang terdapat dalam

cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan

A. Tokoh utama

1) Raja Silahisabungan

Raja Silahisabungan adalah tokoh utama cerita yaitu seorang laki-laki

yang berasal dari Balige yang pergi meninggalkan tanah kelahirannya dan

menetap di sebuah wilayah di Dairi yang kini dinamai Silalahi Nabolak.

Penokohan raja Silahisabungan dalam cerita adalah seorang yang sakti, tegas ,

bijaksana, sopan, jujur, pemberani, penuh kasih sayang, pendendam.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penokohan :

Sakti : Bisa berbicara langsung dengan mulajadi nabolon (yang diyakini berkuasa

atas alam ini), bisa membedakan manusia asli dengan siluman, bisa membuat

sumber air dengan tongkat, bisa menyembuhkan penyakit, memunculkan batu

(batu jong-jong dan batu si gadap, bisa mengetahui ajalnya ,bisa membuat

perlindungan kampung agar orang asing tidak bisa masuk ,bisa mengalahkan

dukun sakti lainnya.

Sifat sakti Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Tarsonggot ma Silahisabungan mambege soara i , jala di bereng ma di lambung na


ndang adong jolma , alai ibana porsea hu parbegenai , molo soarai ima soara ni
Mulajadi Nabolon namarhusao di portibion. Laos marsomba ma Silahisabungan
mandokh , “ Olo ompung , ahu do on , jolma na marsiak basi , naro sian toba mambuan
hansit ni bagas roha na binahen di haham ku sibagot ni pohan i horja sakti , jala di
patorang pardalani parsirangan na dohot haham sipahet tua dohot anggina si Raja
Oloan na soboi tarlupahon Ompu Mulajadi Nabolon.

Dungi di bege Silahisabungan ma muse soara na lambot. “ Hei , anak ni jolma alana
tung na hot do roham jala tama do pangalahon , bereng ma tu siamum , adong do disi
ugasan na margoar Tumbaga holing namarisi parbinotoan (Raksari , Hadatuon ,
dohot Raksari Harajaon). Jaha ma i , jala parsiajari ma isi na , alana aha ma porlu
hian doi di bagasan ngolum...” (3:3)

“...Tingki naung dilehon Raja Parultop pasu-pasu tu Silahisabungan, mansukkhun ma


ibana tu Silahisabungan “ Boasa gabe boru ku na saipudan di pillit ho? Hape ndang
bagak ulina, dang bagak simalolong na, hape bagak-bagak do ulina akkang na onam i.
Dungi di dokh Silahisabungan tu Raja Parultop “ Tulang to ho do i anggo akkang na
onam alak i sude uli do, alai dang maila nasida manitak mandar na tu ginjang ni dungul-
dungul ni patna di tingki taripar sunge i , toho si tutu do nian na di bereng
Silahisabungan tu borua na onom i , boi do nasida mardalan di ginjang ni aek alai dang
jolma na tingkos nasida (jolma so jolma) na di bahen Raja Parultop laho saltion ni
Silahisabungan , alai dang di paboa Silahisabungan i , asa unang maila simatua na , sian
mula nai ma di goari Aek Binanga So Maila...” (5:4)

“...Mambege arsak ni parsonduk bolon nai , Silahisabungan mambuat sior lombung


(tombak) sian kantong nai. Jala martonggo tu mulajadi nabolon asa di lehon mual aek
sipaulak hosa (air kehidupan) ,alana nungga tung mauas parsonduk bolon nai. Gabe di
tombakkon Silahisabungan ma sior lombung i tu dinding batu najogal ,gabe kaluar ma
aek, jala di inum Pinggan Matio sabahat-bahat na ( sepuas-puasnya) , jala di bahen
goar ni “Aek Sipaulak Hosa”...” (6:2)

“..Diubati raja Silahisabungan ma Si Boru Nailing, dung piga-piga ari Nungga mulai
malum ma sahit ni boru Nailing sian Mulajadi Nabolon...” (7:2)

“...Di sada tingki di gokh ni bulan di papungguon si Raja Silahisabungan ma sude


pinomparna di huta lahi jala mandokh “ Nungga jonok tingki mulak tu Mulajadi Nabolon

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


, denggan-denggan ma hamu ma marsihaholongan ,tongki nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolon hu tu liang batu....” (11:1)

Terjemahan:

“...Silahisabungan terkejut mendengar suara itu, dia perhatikan sekelilingnya namun tidak
ada manusia dia yakin bahwa itu adalah suara mulajadi nabolon yang berkuasa atas alam
ini, dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawap :” ya ompung.. aku adalah
anak yang bernasip malang yang datang dari toba membawa luka dihati karena tindakan
abang saya Sibagotni Pohan dalam horja sakti “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaet Tua dan adiknya si Raja Oloan yang tidak dapat dilupakan.

Dengan suara lembut didengarnya lagi suara :” hei anak manusia.. kau adalah orang yang
teguh pendirian, tutur sapamu sangat menawan. Lihatlah ke sebelah kananmu disitu ada
barang bernama tumbaga holing yang berisi macam-macam ilmu (raksani hadatuon
dohhot raksani harajaon), baca dan pelajarilah isinya karena sangat berguna dalam
hidupmu...” (3:3)

“...Sebelum raja paroltup memberkati, dia bertanya kepada Silahisabungan:” mengapa


kau memilih putri bungsu ini? Perawakannya agak pendek dan rupanyapun jelek, padahal
kakanya semua cantik-cantik dan badannya genit-genit”. Kemudian Silahisabungan
menjawap:”Paman memang kakak yang enam orang itu semua cantik rupanya, tetapi
tidak malu tadi menarik sarungnya keatas lututya sewaktu menyebrangi sungai ini”
katanya dengan halus. sebenarnya gadis yang enam orang itu dilihat Silahisabungan
dapat berjalan diatas air karena mereka adalah manusia jadi-jadian (jolma so jolma) yang
dibuat Raja Parultop untuk menguji kesaktian Silahisabungan. Tetapi hal itu tidak
diberitahukan supaya tidak mempermalukan mertuanya, sejak saat itulah sungai itu
bernama “Binanga So Maila”...” (5:4)

“...mendengar keluhan istrinya, Silahisabungan mengambil sior lombing (tombak) dari


kantongnya , lalu berdoa kepada mulajadi nabolon agar diberikan air penghidupan (mual
sipaulak hosa). Karena Pinggan Matio boru batanghari merasa haus, kemudian
Silahisabungan menancapkan siorlombingnya ke dingding batu terjal dan keluarlah air,
lalu diminum Pinggan Matio boru padang batanghari sepuas-puasnya, air itulah yang
disebut “mual sipaulak hosa”...” (6:2)

“...Raja Silahisabungan mulai mengobati Siboru Nailing, beberapa hari diobati , tanda
kesembuhan penyakit boru nailing mulai nampak...” (7:2)

“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu...” (11:1)

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tegas : Memberi konsekuensi yang tegas kepada keturunannya yang tidak

patuh,mulai dari Poda sagu-sagu marlangan dan batu sigadap.

Sifat tegas Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Dungi hundul ma Silahisabungan jala mandokh tu angka pomparan na laho maniop


sagu-sagu marlangan i songon tanda na olo laho mangulahon tona nai jala hu sandok
anakkon na ualu i sai di pargogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparan ni
mangulahon poda na di lehon ni amang , ninna pomparan nai margantian. Dungi di
dokhon si Raja Silahisabungan tu pomparan ni , manang ise na mangalaosi poda sagu-
sagu marlangan on , ndang marpinompar gabe mandapoton malapetaka...” (8:7)

“...Molo adong parbadaan na so boi di padameon di tonga-tonga hamuna pomparanku


di ari naeng ro , boan hamu maon di tu inganan pangahuman , jala pasombu hamu na
ma halaki mandokhon hatingkosan na maradapoton Mulajadi Nabolon ,manang ise pe
namarsalah, ingkon gadap ma ibana jala marujung ngolu ma ibana songon batu sigadap
on , ninna si Raja Silahisabungan. Dung adong panguhuman Batu Jonjong dohot Batu
Gadap i , gabe dang adong be parbadaan na mandokh holong ibana do na tingkos di
pomparan ni Raja Silahisabungan..”( 10:1)

Terjemahan:
“...Selanjutnya Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-anaknya menjamah
sagu-sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung hingga. ke 8
anak Raja Silahisabungan menjamah Sagu-sagu marlangan itu dan berkata: ”Sai
dipargogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan
berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu-sagu marlangan inilah
tidak berketurunan, ingkop mago jala pupur.” Katanya...” (8:7)

“...Bila ada perselisihan yang tak bisa didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian
kelak, bawalah mereka ke tempat pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran
masing-masing terhadap mulajadi nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah
dia berdiri seperti batu jongjong ini, dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia
dan mati binasa seperti batu sigadap ini “katanya....” (10:1)

“...Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi nabolon terjadi hal yang
menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka, satu berdiri (jongjong) dan
satulagi tergeletak (gadap) kemudian Silahisabungan berkata :” Ya anak cucuku semua,
mulajadi nabolon telah mengirim alat pengadilan hatian so ra monggal, ninggala sibola
tali, yaitu bahwa baju jongjong dan batu gadap bila ada perselisihan yang tak bisa
didamaikan di antara kamu dan keturunan kalian kelak, bawalah mereka ke tempat
pengadilan ini.biarlah mereka menyatakan kebenaran masing-masing terhadap mulajadi
nabolon, barang siapa yang jujur dan benar, hiduplah dia berdiri seperti batu jongjong ini,
dan barang siapa yang salah maka tergeletaklah ia dan mati binasa seperti batu sigadap
ini “katanya...” (10:1)

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bijaksana : Bisa mendamaikan anak-anaknya dengan adil, tidak mempermalukan

calon mertua yang mencobainya, mengumpulkan anak-anaknya untuk

mendengarkan Poda sagu-sagu marlangan, batu pengadilan sebagai tempat untuk

menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar (artinya Silahisabungan tidak

memihak siapapun, semua ditentukan oleh batu sigadap dan batu jongjong),

membawa tanah dan air untuk dijadikan alasan untuk bisa menginjak tanah

kekuasaan orang.

Sopan : Bertutur kata lembut kepada yang lebih tua, berkata-kata yang sopan

kepada Raja Parultop ketika dia diusir dari tanah pakpak.

Sifat sopan Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Raja Pakpak yang mulia saya tidak bersalah, ucapan raja yang mengada-ada, saya
berani bersumpah bahwa tanah yang saya duduki ini adalah tanahku dan air yang
kuminum adalah airku”, lalu meneguk air dari kendi (tabu-tabu) yang dibawanya dari
mual siguti. Kemudian Silalahi berkata :” natiptip sanggar ma bahen huru-hururan,
jumolo nisungkun marga asa binoto partuturan, ia goarhu sude jolma baoa mamboan.
Na manungkun ma ahu marga aha ma amang?” lalu menyalam dengan hormat...” (4:3)

“..Didokhon si Raja Silahisabungan ma tu si Raja Parultop “ la anggo


tano na huhunduli on na huboan do sian Balige , dohot aek on na huboan
do on sian mual siguti raja nami, ia ahu dang marsalah jala dang na
margabusi ahu , jala aek na huinum on aek ku do on , laos di inum ma aek
i sian tabu-tabu na binoan sian mual siguti. Dungi di dokh Silahisabungan
ma “ natiptip sanggar ma bahen huru-huruan , jumolo ni sungkun marga
asa binoto partuturan, ia goar ni sude jolma bao mamboan, na
manungkun ma ahu , marga aha ma amang ? (masi jalangan ma
nasida)...”

Jujur : Tidak mau berbohong kepada ayahnya untuk membawa borotan yang

tidak sesuai dengan persyaratan, mengakui kesalahannya kepada istrinya Pinggan

Matio.

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sifat jujur Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Tenanglah abang, adik, ayah, ibu, abang dan adik akan tetap menunggu kita di
kampung, tidak akan mungkin pesta dimulai sebelum kita kembali, karena kita juga
bagian dari suhut (tuan rumah) dan tidak mungkin pesta dilaksanakan jika borotan tidak
ada, apa yang akan digunakan untuk menjadi borotan, dan kita tidak boleh berdusta
kepada ayah kita harus jujur dan menuruti dengan benar keinginannya” kata
Silahisabungan...” (awal)

Terjemahan:

“...dang jadi margabus hita , alana natoras ta dohot haham dohot anggita
ingkon paima hita sahat di huta , ndang patupaon na ulaon anggo so disi
hita , alana borotan na ndang adong , jala hita do sahut di ulaoni “ nina
Raja Silahisabungan...” (awal)

Pemberani: Bisa dengan tenang berbicara dengan sesuatu yang bahkan tak

terlihat, tetap tenang saat datang binatang buas dan badai, berani bertanggung

jawab untuk melawan lelaki oroan.

Sifat pemberani Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Tarsonggot ma Silahisabungan mambege soara i , jala di bereng ma di lambung na


ndang adong jolma , alai ibana porsea hu parbegenai , molo soarai ima soara ni
Mulajadi Nabolon namarhusao di portibion. Laos marsomba ma Silahisabungan
mandokh , “ Olo ompung , ahu do on , jolma na marsiak basi , naro sian toba mambuan
hansit ni bagas roha na binahen di haham ku sibagot ni pohan i horja sakti , jala di
patorang pardalani parsirangan na dohot haham sipahet tua dohot anggina si Raja
Oloan na soboi tarlupahon Ompu Mulajadi Nabolon...” (3:3)

“...Diari artia bulan naro manang 14 ari naung martapa ibana , ro ma parmaraan na
padua on tu Silahisabungan , imana di songopi tawon dohot ulok marbisa sian sude luat
, di lompit ibana ma tumbaga holing ,di paderem ma simalolong lao martapa , na tingkos
gabe mago so tarida ma sudena...” (3:6)

“...Di bulan nagok ( purnama) ima ari na parpudi lao martapa , ro ma museng
parmaraan na bolon mambahen Silahisabungan mabiar , toho di ari roma udan naso
hasaongan dohot angin hatiopan , dohot longgur na ma sialusan , mambahen tano
humutur songon lalo (gempa) , di lomppit Silahisabungan ma museng tumbaga holing di
ginjang simajujung na , di paderem ma simalolong na dohot di pihira gala las roha ompu
mulajadi nabolon. Ndang sadia leleng nari , gabe maradian ma udan i dohot angin dohot
longgur...”(3:7)

“...Di dokh Silahisabungan ma tu si raja manggareak “ Dengke ni sabulan tu tonggina tu


tabona , mang ise siose padan tu ripurna tu magona , ianggo hadameon di huta on sian
paraloon na sian raja pulo si bandang , ahu ma batang boban saleleng ahu adong di
huta on, tung naso adong mahua dison”...”( 7:3)

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Silahisabungan terkejut mendengar suara itu, dia perhatikan sekelilingnya namun tidak
ada manusia dia yakin bahwa itu adalah suara mulajadi nabolon yang berkuasa atas alam
ini, dengan sopan dan sembah sujud Silahisabungan menjawap :” ya ompung.. aku adalah
anak yang bernasip malang yang datang dari toba membawa luka dihati karena tindakan
abang saya Sibagotni Pohan dalam horja sakti “ katanya sambil menerangkan perpisahan
dengan Sipaet Tua dan adiknya si Raja Oloan yang tidak dapat dilupakan...” (3:3)

“...Pada hari artia bulan berikutnya atau 14 hari bertapa, datang cobaan kedua
Silahisabungann mau diserang tawon dan ular berbisa yang datang dari segala pejuru,
maka dilipatnya tumbaga holing, dipejamkannya mata dan dipusatkannya pikirannya ,
tawon dan ular jadi menghilang...” (3:6)

“...Pada bulan purnama (tula) bulan berikutnya merupakan hari terahir masa pertapaannya
datang cobaan alam yang paling menakutkan. Pada waktu itu datang hujan lebat disertai
angin puting beliung , gemuruh dan halilintar bersahut sahutan tanah bergetar serasa akan
runtuh. Maka Silahisabungan melipat tumbaga holing menjunjung diatas kepala, mata
dipejamkan, pikiran dipusatkan kepada mulajadi nabolon. Tidak berapa lama hujan
berhenti , angin dan halilintar menjadi reda...” (3:7)

“...Kemudian raja Silahisabungan menjawab :” Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona,


manang ise siose padan tu ripurna tu magona ( janji harus ditepati, bila dialanggar akan
datang marabahaya), mengenai keamanan negara dan serangan dari raja pulau sibadang
sayalah tanggung jawapnya selama saya di daerah ini tidak akan terjadi apa-apa”...” (7:3)

Penuh Kasih Sayang : Menuruti keinginan istrinya Pinggan Matio kembali ke

Deang Namora, menunggui anaknya Tambun Raja hingga bertemu ibunya Si

Boru Nailing, menyayangi istrinya Pinggan Matio.

Sifat kasih sayang Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Dung adong sia bulan leleng na , masihol ma siPinggan Matio boru padang batang
hari laho pajumpang dohot natoras na, di tongihon ma Silahisabungan laho mulak tu
Balna pajumpang tu sude keluarga nai, alani holong ni Silahisabungan tu parsonduk
bolon na , di undukon ma dohot las ni roha na nasida...” (6:1)

“...Sian nadao di parohahon Silahisabungan do na lungun roha ni si Tambun Raja ,


alana dang pintor mulak Silahisabungan saleleng so jumpang si Tambun Raja dohot
inang pangintubu nai...” (9:2)

“...Gabe roma tu roha ni Raja Silahisabungan mambuan parsonduk bolon nai tu silalahi
nabolak , alai di ingot ibana ma padan na tung naso jadi marimbang (istri dua) tu
siPinggan Matio...”(7:6)

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari pun
mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Diajaknya Silahisabungan
pergi ke Deang Namora mengunjungi keluarga, Silahisabungan yang sangat sayang
kepada istri tercinta mengabulkan nya dengan senang hati...” (6:1)

“...Silahisabungan dari kejauhan memperhatikan Raja Tambun dengan sedih ternyata raja
Silahisabungan sedari tadi tidak langsung pulang tapi memperhatikan anaknya si
Tambun Raja dari kejauhan...” (9:2)

“...Raja Silahisabungan berniat membawa istrinya Siboru Nailingke Silalahi Nabolak,


namun karena ia ingat janji bahwa ia tidak akan beristri dua (naso marimbang si Pinggan
Matio) maka Siboru Nailing tinggal di Sibisa dan hanya membawa anak laki-laki...” (7:6)

Pendendam : Sakit hati dan meninggalkan abang dan ayahnya sampai tidak

ingin melihat asap api mereka

“...Alana nunga maila halaki natolu gabe di tadingkon nasida natolu ma huta Balige ,
jala marpadan , tung na so jadi marhaham dohot maranggi nasida tu natoras dohot
akkang dohot anggi na i. Jala dang bahen on asap ni api na boi di bereng on nasida ,
dohot bona ni pisang namarboras mandopakon huta pe di tobang , unang gabe adong
tanda tu huta alak na tading di huta Balige...” (awal)

Terjemahan:

“...akhirnya mereka pergi meninggalkan Balige dan berjanji untuk tidak perlu lagi
berhubungan dengan ayah dan abangnya yang tinggal di Balige, sedang asap
apinyapun tidak boleh mereka lihat dan bila ada pohon pisang yang mereka tanam
dan berbuah menyembah kekampung ini akan mereka tebang....” (awal)

Teguh : Tidak terpengaruh keinginan abang dan adiknya membawa borotan yang

salah, mencari pemukiman yang benar-benar tidak berhubungan langsung dengan

Balige, menikahi Si Boru Nailing tak peduli konsekuensi,

Sifat teguh Silahisabungan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...dang jadi margabus hita , alana natoras ta dohot haham dohot anggita ingkon paima
hita sahat di huta , ndang patupaon na ulaon anggo so disi hita , alana borotan na ndang
adong , jala hita do sahut di ulaoni “ nina Raja Silahisabungan...” (awal)

“...laos di panonoti ma tu sabolah Balige dang adong be tarida manang nadia , alana
nunga di dolok pusuk buhit dohot pulo samosir , tuat ma ibana tu toru lereng lasa bunga ,
di parrohahon ma tano i mansai napu manang ugan, ala so tarida be asap api sian

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Balige, gabe laos disi ma Silahisabungan maringanan , gabe di bahen ma goar ni huta i
Silalahi nabolak...” (3:8)

“...Di dokh Silahisabungan ma tu si raja manggareak “ Dengke ni sabulan tu tonggina tu


tabona , mang ise siose padan tu ripurna tu magona , ianggo hadameon di huta on sian
paraloon na sian raja pulo si bandang , ahu ma batang boban saleleng ahu adong di
huta on, tung naso adong mahua dison”...” (7:3)

Terjemahan:

“...Tenanglah abang, adik, ayah, ibu, abang dan adik akan tetap menunggu kita di
kampung, tidak akan mungkin pesta dimulai sebelum kita kembali, karena kita juga
bagian dari suhut (tuan rumah) dan tidak mungkin pesta dilaksanakan jika borotan tidak
ada, apa yang akan digunakan untuk menjadi borotan, dan kita tidak boleh berdusta
kepada ayah kita harus jujur dan menuruti dengan benar keinginannya” kata
Silahisabungan...” (awal)

“...Kemudian dipandanginya kearah Balige tidak tampak lagi apa-apa karena dihalangi
dolok pusuk buhit dan pulau Samosir dan ia turun ke bawah melalui lereng lassa bunga,
dan dilihatnya tanah yang terhampar adalah tanah yang subur. Karena asap Balige tidak
mungkin lagi tampak, maka dia berkenan tinggal disitu hingga kemudian tempat tersebut
dinamai Silalahi Nabolak ...” (3:8)

“...Kemudian raja Silahisabungan menjawab :” Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona,


manang ise siose padan tu ripurna tu magona ( janji harus ditepati, bila dialanggar akan
datang marabahaya), mengenai keamanan negara dan serangan dari raja pulau sibadang
sayalah tanggung jawapnya selama saya di daerah ini tidak akan terjadi apa-apa”...” (7:3)

B. Tokoh Pendukung

1) Raja Sorba Banua

Raja Sorba Banua adalah seorang raja di Balige yang merupakan ayah dari

raja Silahisabungan (tokoh utama cerita) yang memiliki perwatakan tidak sabaran

dan teguh.

Penokohan :

Tidak sabar: Tidak mau menunggu anaknya sedikit lebih lama (tidak memberi

kesempatan untuk terlambat).

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sifat tidak sabar Sorba Banua ditemukan dalam kutipan berikut:

“...“Tidak, pesta akan tetap dilaksanakan. Carilah pohon beringin yang bergetah, dan

ujungnya batangnya harus menghadap kesungai jangan ke arah kampung, dan potonglah

kerbau itu. Kata Raja Sorba Banua kepada anak nya. “Mereka sudah permalukan saya,

saya sudah katakan kepada mereka harus sampai ke kampung ini sore hari, dan sampai

saat ini belum juga sampai“ kata Raja Sorba Banua dalam hatinya...”

Teguh : Tetap mengadakan pesta bahkan tanpa anak-anaknya yang di kirim ke

hutan.

Sifat tidak sabar Sorba Banua ditemukan dalam kutipan berikut:

“...“Tidak, pesta akan tetap dilaksanakan. Carilah pohon beringin yang bergetah, dan

ujungnya batangnya harus menghadap kesungai jangan ke arah kampung, dan potonglah

kerbau itu....”

2) Raja Si Bagotni Pohan

Raja Sibagotni Pohan adalah anak tertua Raja Sorba Banua sekaligus

abang dari raja Silahisabungan yang kelak akan menggantikan Raja Sorba Banua

menjadi raja di Balige. Memiliki perwatakan yang kurang bijak dan licik.

Penokohan :

kurang bijak : sebagai anak sulung tidak membujuk ayahnya untuk mengganti

orang yang berangkat ke hutan.

Sifat kurang bijak Raja Si Bagotni Pohan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Lalu ditimpali Sipaittua dan Siraja Olloan “ Ah, memang Abang Kurang bijak.
Mana mungkin kami adikmu sebagai suhut disuruh mengambil borotan dan pulung
pulungan. Kan masih ada orang lain? Nah, kami serahkan kepada Silahisabungan

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengambil keputusan. rupanya mereka bertiga sudah berjanji, bila Horja Sakti
dilaksankan Raja Sibagot ni Pohan mereka akan meninggalkan kampung halaman....”

Licik: memiliki tingkah yang pura-pura baik namun ada hal terselubung

didalamnya .

Sifat licik Raja Si Bagotni Pohan ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Dengan senyum dan Ramah Sibagot ni Pohan menjawab: “Terima Kasih, terima
kasih adik sayang. Kalian sehat – sehat semua. Kusangka ada terjadi malapetaka
dihutan karena kalian tak pulang. Karena hari yang ditentukan dukun sudah tiba,
Horja Sakti sudah selesai dilaksanakan. Borotan dan ramuan yang kalian bawa ini
baiklah kita simpan untuk Horja Sakti kelak, Katanyan Membujuk adik adiknya
itu....”

3) Sipaet Tua

Sipaet Tua adalah anak kedua Raja Sorba Banua atau abang raja

Silahisabungan. Memiliki perwatakan yang mudah menyerah dan menyayangi

adik-adiknya.

Penokohan :

Mudah menyerah: Tinggal di Laguboti dan tidak mau melanjutkan perjalanan

walau asap dari lumban gorat Balige masih tampak. Sifat Mudah menyerah Sipaet

Tua ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang merka berhenti. Di daerah ini mereka tinggal beberapa hari
untuk memeriksa lahan pertanian , ternyata daerah itu adalah tanah yang subur sehingga
mereka bermaksut tinggal disana. Tetapi karena asap masih terlihat dari tempat itu di
lumban gorat (lumban yang ditinggali oleh Sibagotni Pohan), sesuai tekadnya
Silahisabungan tidak mau berdiam di daerah itu, sedang Sipaet Tua berminat untuk
tinggal ditempat itu dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya....”

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4) Si Raja Oloan

Si Raja Oloan adalah anak ke empat Raja Sorba Banua atau adik dari

Silahisabungan. Memiliki pewatakan penuh kasih sayang

Penokohan :

Penuh kasih sayang : Tetap mengikuti abangnya Silahisabungan melanjutkan

perjalanan (2:1), berat berpisah dengan abangnya Silahisabungan (2:3). Sifat

kasih sayang si Raja Oloan ditemukan dalam kutipan berikut:

Mereka periksa daerah itu berminggu-minggu dan telah berniat tinggal disitu tetapi satu
hari Silahisabungan naik ke perbukitan bakkara dan melihat “asap api” di Balige, maka
niatnya untuk tinggal disana dibatalkan. Siraja Oloan menetapkan hati untuk menetap di
Bakkara , tetapi karna sumpah Silahisabungan dengan bagotni pohan dan sulit rasanya
berpisah dengan Silahisabungan, maka usulan meninggalkan Bakkara diturutinya.
Mereka pergi melalang buana dari bakkara ke janji raja, Sabulan Tamba, Sihotang (nama-
nama daerah ini adalah daerah yang dulunya belum memiliki nama/sebutan). Perjalanan
yang berbulan-bulan ini membuat mereka menjadi lelah dan memilih beristirahat di
Dolok Siogung-ogung (sekarang). Disinilah perpisahan si Raja Oloan dengan abangnya
Silahisabungan dengan abangnya sangat mengharukan dan memilukan.

5) Raja Parultop Padang Batanghari

Raja Parultop Padang Batanghari adalah seorang raja di Dairi, seorang

yang sangat suka berburu dan merupakan ayah mertua dari raja Silahisabungan

ayah Pinggan Matio boru padang batanghari. Memiliki perwatakan yang sakti dan

royal.

Penokohan :

Penuh kasih sayang : Mengunjungi putrinya ke Silalahi Nabolak untuk menemui

putrinya yang dirindukan, membawa dengke ihan yang banyak kepada keluarga

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Royal : Menawarkan putrinya kepada pemuda yang baru dia kenal, selalu

mengadakan pesta besar untuk setiap sukacita

Gemar berburu : Senang berburu dan membawa hasil buruannya kepada istri dan

anaknya

Sifat penuh kasih sayang, royal dan gemar berburu Raja Parultop padang batang

hari ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Kedatangan Silahisabungan dan Pinggan Matio boru padang batanghari disambut


sukacita keluarga Raja Parultop. Hingga merencanakan acara perhelatan untuk cucu
pertamanya. Raja Parultop mengundang raja-raja dan penduduk negeri untuk menerima
adat dari Silahisabungan sambil menobatkan nama cucunya yang baru lahir...” (6:3)

“...Raja Parultop padang batanghari ingin agar Silahisabungan menjadi menantunya,


lalu berkata:” ada putriku 7 orang, semuanya udah dewasa, kalau kau berkenan menjadi
menantuku, besok kita ke Deang Namora pilih salah satu putriku untuk menjadi
istrimu...” (4:5)

“...Mendengar ucapan Silahisabungan dan tutur katanya yang menawan, amarah Raja
Parultop jadi hilang dan menjawap dengan ramah :” goarmu sude baoa mamoan, goarhu
pe dengganma paboahon, ima ula-ulangku siganup ari marga padang batangharina
domu tu marga pasaribu” katanya, dan mereka tidak menyebutkan nama mereka masing-
masing dengan jelas, tetapi sudah sama-sama mengerti (sude lahi mamoan maksutnya
adalah ia bernama silahi = anak laki-laki, ula-ulangku siganup ari atau pekerjaanku setiap
hari maksutnya ia bernama parultop = orang yang berburu dengan sumpit)...” (4:4)

6) Pinggan Matio Boru Padang Batanghari

Pinggan Matio Boru Padang Batanghari adalah istri dari raja

Silahisabungan putri semata wayang Raja Parultop padang batanghari. Memiliki

perwatakan yang penuh kasih sayang baik hati dan polos.

Penokohan :

Penuh kasih sayang: Menyayangi orangtuanya, membesarkan semua anak-

anaknya dengan baik, menyayangi suaminya.

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Baik hati: Menerima dengan lapang dada walau di duakan oleh suaminya

Silahisabungan, membesarkan seorang anak yang bukan anak kandungnya seperti

anak sendiri

Polos : Tidak mengangkat sarungnya ketika akan menyebrang sungai

Sifat penuh kasih sayang, baik hati dan polos Pinggan Matio Boru Padang

Batanghari ditemukan dalam kutipan berikut:

“...Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari
pun mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Diajaknya
Silahisabungan pergi ke Deang Namora mengunjungi keluarga, Silahisabungan yang
sangat sayang kepada istri tercinta mengabulkan nya dengan senang hati...” (6:1)

“...Kemudian Pinggan Matio mengambil dan berkata: “Parsaulion do hape, sada


dakdanak do hape” sekaligus diberi asi dan berdoa kepada mulajadi nabolon agar
direstui bayi itu untuk menjadi anaknya...” (8:1)

“...Kemudian Silahisabungan menjawap:”Paman memang kakak yang enam orang itu


semua cantik rupanya, tetapi tidak malu tadi menarik sarungnya keatas lututya sewaktu
menyebrangi sungai ini” katanya dengan halus...” (5:4)

7) Mulajadi nabolon

Dalam hal ini tokoh mulajadi nabolon digambarkan sebagai sang

penguasa yang dipercaya sebagai sang pencipta langit dan bumi. Walau

keberadaannya tidak dapat disebut sebagai seorang tokoh, namun dijelaskan

bahwa perwatakan mulajadi nabolon adalah pibadi yang mulia

Penokohan :

Mulia : Memberikan segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sifat mulia mulajadi nabolon beberapa di antaranya ditemukan dalam kutipan

berikut:

“...Dengan suara lembut didengarnya lagi suara :” hei anak manusia.. kau adalah orang
yang teguh pendirian, tutur sapamu sangat menawan. Lihatlah ke sebelah kananmu disitu
ada barang bernama tumbaga holing yang berisi macam-macam ilmu (raksani hadatuon
dohhot raksani harajaon), baca dan pelajarilah isinya karena sangat berguna dalam
hidupmu...” (3:4)

“...Mendengar keluhan istrinya, Silahisabungan mengambil sior lombing (tombak) dari


kantongnya , lalu berdoa kepada mulajadi nabolon agar diberikan air penghidupan (mual
sipaulak hosa)....” (6:2)

“...Konon saat Raja Silahisabungan berdoa kepada mulajadi nabolon terjadi hal yang
menakjubkan tiba-tiba ada dua batu ditengah-tengah mereka, satu berdiri (jongjong) dan
satulagi tergeletak (gadap) ...” (10:1)

8) Deang Namora

Deang Namora adalah putri satu-satunya dari raja Silahisabungan dan

Pinggan Matio. Memiliki perwatakan yang penuh kasih sayang.

Penokohan :

Penuh kasih sayang: Merawat adik tirinya seperti adik kandung sendiri,

mengantar adiknya si raja tambun bahkan sampai ke naulibasa

Sifat penuh sayang Deang Namora ditemukan dalam kutipan berikut ini:

“...Si boru Deang Namora sangat sayang kepada Tambun Raja sebagai satu-satunya
perempuan yang ikut marorot (mengasuh) Tambun Raja sampai besar, bahkan menjadi
orang paling dekat dengan Tambun Raja...” (8:3)

“...Siboru Deang Namora mungkin orang paling sedih dengan perpisahan ini di huta lahi
sehingga ikut mengantar hingga ke tepi pantai...” (9:1)

“...Mendengar kata - kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora


menangis lalu merangkul dan mencium Si Raja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih
ia berkata: ”Borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang
pangintubu, gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak.
Sepertinya mereka membayangkan mereka tidak akan saling bertemu lagi, setelah itu
berangkatlah Si Raja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa...” (8:10)

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9) Raja Tambun (Tambun Raja)

Raja Tambun (Tambun Raja) adalah anak bungsu raja Silahisabungan dari

istrinya Si Boru Nailing boru nairasaon memiliki perwatakan tegar

Penokohan :

Tegar

“...Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu di dengarnya kata yang
menyayat hatinya, akhirnya Tambun Raja memberanikan diri bertanya kepada ayahnya “
Ayah siapakah ibu yang melahirkan saya dan di mana pamanku?”...” (8:5)

10) Raja Mangarerak

Raja mangarerak adalah seorang raja di Sibisa sekaligus ayah dari istri

Silahisabungan Si Boru Nailing. Memiliki perwatakan yang sangat menyayangi

anaknya.

Penokohan :

Sayang anak : Memberi upah yang tidak sedikit demi kesembuhan putrinya,

melakukan perhelatan besar untuk kesembuhan putrinya, menuruti keinginan

putrinya menikah dengan Silahisabungan, menyuruh agar Silahisabungan

mebawa putri yang disayanginya pergi meninggalkannya di Sibisa. Sifat sayang

anak raja mangarerak ditemukan dalam kutipan berikut ini:

“...Raja Mangarerak terkejut mendengar penyakit putrinya, lalu berkata: ”Segala


permintaanmu akan kukabulkan asal penyakit putriku dapat disembuhkan” katanya
dengan pasrah... . Setelah acara pesta syukuran selesai, Raja Mangarerak menyediakan
emas dan uang” (7:2)

“...Kemudian Raja Mangarerak berkata:” para undangan yang saya muliakan... hari ini
adalah pesta syukuran sekaligus pesta perkawinan putri kita dengan Silahisabungan,
marilah kita memberi berkat (mamasu-masu) semoga mulajadi nabolon memberi
kebahagiaan “ katanya kepada raja-raja dan undangan...” (7:4)

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“...Raja Mangarerak gelisah dan meminta Silahisabungan membawa Siboru Nailing
meninggalkan Sibisa...” (7:6)

11) Si Boru Nailing Boru Nairasaon

Si Boru Nailing Boru Nairasaon adalah istri yang dinikahi Silahisabungan

ketika berkelana ke Sibisa untuk memperdalam ilmu kesaktian dan pengobatan.

Memiliki perwatakan yang tegar, penuh kasih sayang namun mudah terbuai.

Penokohan :

Mudah terbuai : mencintai Silahisabungan dengan mudah hanya karena waktu

pengobatan yang dilalui bersama

Tegar dan Penuh kasih sayang : rela ditinggalkan oleh orang-orang yang

dikasihinya demi keselamatan, menjatuhkan kendi berisi air yang dijunjungnya

hingga pecah untuk memeluk putranya si Tambun Raja. Sifat mudah terbuai, tegar

dan penuh kasih sayang Si Boru Nailing Boru Nairasaonditemukan dalam kutipan

berikut:

“...Selama Siboru Nailing dalam pengobatan, rasa cinta dan kasih bersemi dihati mereka
berdua dan setelah penyakit sembuh, Silahisabungan menyatakan rasa cintanya kepada
Siboru Nailing. Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa ia pun
merasa cinta kepada raja Silahisabungan, walaupun umur mereka tidak sebaya...” (7:3)

“...Siboru nailing berkata “ amang boru aku sangat mencintaimu dan anak kita ini,
selamatkan lah dirimu dengan anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita, ini
sebuah cincin (tintin tumbuk) kalau anakku ini sudah besar, berikanlah kepadanya tanda
akulah ibunya yang melahirkannya” katanya sambil memberikan tintin tumbuk itu...”
(7:6)

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12) Lelaki Oroan ( Tunangan I Boru Nailing)

Penokohan :

Pemarah: Akan membunuh Silahisabungan yang telah menikahi tunangannya.

Tidak tulus: Tidak lagi mengingini Si Boru Nailing karena dia sudah menikah

Sifat pemarah dan tidak tulus lelaki oroan ditemukan dalam kutipan berikut:
“...Berita perkawinan Siboru Nailing tersiar sampai kepulau sibandang, membuat lelaki
oroan menjadi marah, lelaki itu bermaksut menuntut balas, tetapi mendengar
Silahisabungan yang mempersunting dia menuntut agar dapat menandingi
Silahisabungan...” (7:5)

“...Lelaki oroan itu merasa sedih dan berkata :” ndang diau be amang... jolma naung
marhamulion, alai tong ma huingot hamu boru hasian, parjambar diadaran parbagian di
balian” katanya merenungi nasip dirinya....” (7:6)

Dari pemaparan tokoh dan penokohan yang dijelaskan ditarik kesimpulan

bahwa terdapat 13 (tiga belas) tokoh yang berperan dalam cerita. Setiap tokoh

dalam cerita memiliki penokohan/perwatakan yang berbeda yang ditemukan dari

kutipan cerita baik dari percakapan langsung maupun tidak langsung dalam cerita.

Adapun beberapa tokoh dan penokohan yang tidak disebutkan dikarenakan tokoh

tersebut tidak memiliki peranan yang cukup inten dalam cerita.

4.5 Sudut Pandang

Sudut pandang dalam cerita adalah sudut pandang orang ketiga : Penulis

berada di luar cerita serta tidak terlibat secara langsung pada cerita. Penulis

menjelaskan para tokoh didalam cerita dengan menyebut nama tokoh atau dengan

kata ganti orang ketiga yaitu “dia, mereka”.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian pembuka

“...Najolo adong sada huta di Balige, tading ma sada raja dohot parsonduk bolon na
dohot 5 halak pinomparna. Raja i namagoar Raja Sorba Banua dohot parsonduk bolon
na namargoar Anting Malela boru pasaribu dohot 5 halak...” (awal)

Terjemahan:

“...Dahulu kala disebuah desa di Balige hidup seorang raja bersama istri dan 5 orang
anak nya, raja itu bernama Raja Sorba Banua, istrinya bernama Anting Malela boru
Pasaribu dan 5 orang anak nya...” (awal)

Bagian 1

“...Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan....” (1:1)

Terjemahan:
“...Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan...” (1:1)

Bagian 2

“...Parjolo sahali ma nasida natolu borhat tu porsea , sahat tu laguboti , dung sahat ma
nasida tu laguboti maradian ma nasida...”

Tejemahan:

“...Mula-mula mereka bertiga pergi kearah timur (porsea) sekarang, dan setelah tiba di
daerah Laguboti sekarang merka berhenti...”

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 3

“...Na laho manorushon pardalanan Silahisabungan , mamboan pojjot ni roha dibahen


haham sibagot na pohan lao ma...”

Terjemahan:

“...Silahisabungan terus melanjutkan perjalanan searah kaki melangkah membawa ”duka


pojjotni roha” kepada abangnya si bagotni pohan, melanglang buana hidup sebatang
kara...”

Bagian 4

“...Dung marpiga bulan , tading maringana Silahisabungan di huta Silahi Nabolak i ,


tarsonggot ma ibana songon na adong ro mamboan pasu-pasu na bagasan parngoluan
na...”

Tejemahan:

“...Setelah berbulan-bulan Silahisabungan tinggal di Silalahi Nabolak, dia dikejutkan


dengan suatu peristiwa yang membawa berkah bagi hidupnya...”

Bagian 5

“...Dung sahat Raja Parultop tu Balna , di jakkon parsonduk bolon na dohot boru nai
marsai las rohana...”

Tejemahan:

“...Setelah Raja Parultop tiba di Deang Namora, ia disambut oleh istri dan anaknya
dengan rasa gembira...”

Bagian 6

“...Dung adong sia bulan leleng na , masihol ma siPinggan Matio boru padang batang
hari laho pajumpang dohot natoras na, di tongihon ma Silahisabungan laho mulak tu
Balna pajumpang tu sude keluarga nai...”

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Berselang sekitar sembilan bulan, rasa rindu Pinggan Matio boru padang batanghari
pun mulai bergelora untuk bertemu dengan kedua orangtuanya...”

Bagian 7

“...Adong ma boru ni Raja Mangareak nauli rupa nai di huta Sibisa Uluan
namargoar Siboru Nailing boru Nairasaon. Alana nauli rupa nai di Uluan
, gokh ma bawa naeng parsonduk bolon nai...”

Terjemahan:

“...Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah putri Raja Mangarerak, seorang raja yang
terkenal di Sibisa Uluan. Siboru Nailing Boru Nairasaon adalah gadis primadona di
Uluan, banyak pemuda yang melihatnya terpesona dengan kecantikannya....”

Bagian 8

“...Di na laho mulak Silahisabungan dohot anakkon nai mamangke silompit , habang
dohot bulung ni sumpit , jala marangan-angan do ibana, songon dia do laho mangadopi
parsonduk bolon nai na mamboan dakdanak poso-poso nai, hape nungga marpadan
ibana tung nasojadi bahenon na marhama dua parsonduk bolon...”

Terjemahan:

“...Dengan mempergunakan silompit dan berlayar di daun sumpit, dalam perjalanan


merenung bagaimana menghadapi istrinya dengan membawa bayi padahal dia sudah
berjanji tidak akan menduakan istrinya...”

Bagian 9

“...Alani lungun ni roha ni siboru Deang Namora marsirang dohot ito nai , gabe dohot
ma ibana laho manaruhon tu topi ni tao i...”

Terjemahan:

“...Siboru Deang Namora mungkin orang paling sedih dengan perpisahan ini di huta lahi
sehingga ikut mengantar hingga ke tepi pantai...”

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bagian 10

“...Disada tingki adong ma pargulutan di angka di anakkon dohot pahompu ni


Silahisabungan na tung mansai maol hian di padomu , jala naeng marjaga-jaga unang
adong pargulutan i di papunggu Silahisabungan ma anakkon na , parumaen dohot
pahompu (Pomparan na) di turu ni hau jabi-jabi sumandar,..”

“Terjemahan:

...Pada suatu ketika terjadi pergulutan (pertengkaran) di antara anak-anak cucu


Silahisabungan yang sulit untuk didamaikan, untuk menjaga hal-hal yang tidak di
inginkan raja Silahisabungan mengumpulkan anak, menantu dan cucunya di bawah
pohon jabi-jabi sumandar, sejenis pohon beringin...”

Bagian 11

“...Di sada tingki di gokh ni bulan di papungguon si Raja Silahisabungan ma sude


pinomparna di huta lahi jala mandokh “ Nungga jonok tingki mulak tu Mulajadi Nabolon
, denggan-denggan ma hamu ma marsihaholongan ,tongki nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolon hu tu liang batu. Tu si ma pataru hamu pangurason na
gabe balanjoku, alai dung tutup liang batu i , naung marujung ma ngoluku jagaon ni raja
harangan (babiat) dohot ulok naga ma ngoluku. Jagaonni raja harangan (babiat) dohot
ulok naga ma batu i , jala dipintuna jonjong ma sahala ni saribu taon , paruban
namardangka , parjanggut na sungkut tu hae-hae , parbaju-baju pahaen bontar partali-
partali sipitu dopa , hala sahala ni partondionku nama na boi mangurupi hamu. Molo
mangido pangurupion hamu dokh ma , ale ompung si saur matua , partambak liang batu
, partapian simenak-menak , ro ma hamu marhuta-huta , hanami naeng mangido pasu-
pasu dohot miak-miak , oloi ompung pangidoan nami on. Jala molo manjou ahu boi do
holan unte pangir pangurason dohot napuran simauliate”...”

Terjemahan:

“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu. Tu si ma pataru hamu pangurason na
gabe balanjoku, alai dung tutup liang batu i, naung marujung ma ngoluku jagaon ni raja
harangan (babiat) dohot ulok naga ma ngoluku. Jagaonni raja harangan(babiat) dohot
ulok naga ma batu i, jala dipintuna jongjong ma sahala ni saribu taon, paruban
namardangka, parjanggut na sungkut tu hae hae, parbaju-baju pahaen bontar partali-tali
sipitu dopa, hola sahala ni partondionku nama na boi mangurupi hamu. Molo mangido
pangurupion hamu dok ma, ale ompung si saur matua, partambak liang batu, partapian
simenak-enak, ro ma hamu marhuta-huta, hanami naeng mangido pasu-pasu dohot miak-
miak, oloi ompung pangidoan nami on. Jala molo manjou ahu boi do holan unte pangir
pangurason dohot napuran simauliate” katanya memberi pesan...”

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kutipan yang telah dijelaskan adalah kalimat pembuka dari setiap bagian

cerita bahwa pengarang selalu menyebutkan nama tokoh seperti Silahisabungan,

seorang raja, Raja Sorba Banua, si boru Deang Namora, dan menggunakan kata

ganti orang ketiga seperti ia, mereka, dia, -nya.

Dalam keseluruhan cerita penulis selalu menggambarkan suasana cerita

dengan sudut pandang orang ketiga dan hanya berperan sebagai penulis cerita

tanpa ikut ambil bagian dalam cerita tersebut.

4.2 Nilai-nilai sosiologi sastra pada cerita Tugu Silahisabungan di Desa

Silalahi, Kabupaten Dairi

4.2.1. Sistem Kekerabatan

Pada cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan terdapat sistem

kekerabatan di mana marga digunakan sebagai cara untuk menentukan hubungan

kekerabatan antara marga satu dengan marga lainnya, dan dapat mengetahui

panggilan apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah perkenalan, contoh: anak

dari paman kandung disebut dengan pariban kandung yang dijadikan sebagai

tunangan dalam masyarakat batak, mengajarkan untuk selalu menganggap

keturunan dari satu pomparan semuanya adalah saudara dan harus saling

mengasihi.

“...Kemudian Silahisabungan berkata :” horasma tulang ai inonghu pe boru pasaribu do”


(horas paman ibuku pun boru pasaribu) katanya sambil mempersilahkan Raja Parultop
naik ke gubuk karena hari sudah gelap, Silahisabungan mengajak Raja Parultop
bermalam digubuknya itu. Ajakan Silahisabungan diterima Raja Parultop dengan senang
hati agar mereka dapat bercakap-cakap sepanjang malam...” (4:4)

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“...Konon putra sulung Silahisabungan, loho raja (sihaloho) dijodohkan dengan putri
pamannya ranim bani boru padang batanghari (pariban kandung loho raja)...” (6:4)

Kemudian Si Raja Tambun bersalaman dengan abang-abangnya. Sewaktu menyalam


Pinggan Matio, ibunya itu mendekap Si Raja Tambun dan berkata: ”Unang lupa ho
amang di au inangmu na patarus-tarus dohot na pagodang – godang ho, “ katanya
sambil mendoakan semoga Si Raja Tambun selamat dan berbahagia.

“Poda sagu sagu marlangan” sebagai berikut :


hamu anakku na ualu :
1. Ingkon masihanolongan ma hamu sama hamu ro di pomparanmu, sisada anak
sisada boru na so tupa masiolian, tarlumbi pomparanmu na pitu dohot pomparanmu
si tambun on.
2. Ingkon humolong rohamu na pitu dohot pomparanmu tu boru pomparan ni
anggimu si tambun on, suwang songon i nang ho tambun dohot pomparanmu inkon
kumolong roham di boru pomparan ni haham na pitu on.
3. Tongka dohononmu na ualu na so sanina hamu tu pudian ni ari.
4.Tongka pungkaon bada manang salisi tu ari na naeng ro molo adong marbada
manang parsalisihan di hamu, ingkon sian tonga – tongamu masi tapi tola, sibahen
umum na tingkos na sojadi mardinkan, jala na so tupa salak na hasing pasaehon...”

Berdasarkan kutipan yang telah dipaparkan, ditarik kesimpulan bahwa

hubungan kekerabatan pada masyarakat sangat ditentukan oleh marga, karena

bisa dijadikan sebagai media untuk mengetahui hubungan antara satu dan yang

lain, dan menganggap bahwa setiap keturunan dalam satu pomparan sebuah

pomparan adalah saudara kandung. Setiap keturunan dari raja Silahisabungan

baik anak cicit dan piutnya adalah saudara kandung yang berasal dari satu

orangtua yang sama walaupun sudah berada pada generasi yang jauh.

4.2.2. Tanggung Jawab

Nilai tanggung jawab dijelaskan sebagai sebuah keadaan di mana ada

konsekuensi untuk setiap perbuatan yang harus tanggung ditanggungjawapi

sebagai bentuk dari kewajiban. Tanggung jawap dalam cerita Sejarah Berdirinya

Tugu Silahisabungan, ketika Silahisabungan harus bertanggung jawab atas

kelahiran anaknya yaitu Tambun Raja dan mengatasi setiap perselisihan yang

timbul di antara anak-anaknya, tanggung jawab setiap keturunan raja

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Silahisabungan atas konflik yang terjadi dalam kehidupan. Tanggung jawap raja

Silahisabungan dan pomparannya ditemukan dalam kutipan berikut:

Bagian 8
Membayangkan kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang sehubungan
dengan rencana Tambun Raja menemui ibu kandung dan tulangnya. Raja Silahisabungan
menyuruh Pinggan Matio boru padang batanghari menempa sebuah patung berbentuk
manusia yang ditaruh di kedalaman ampang (sejenis bakul). Mereka pergi ke maras dan
dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio boru
padang batanghari bersama putrinya Deang Namora duduk menghadap ampang berisi
sagu-sagu marlagan, lalu disuruhnya anaknya loho raja (sihaloho), sondi raja
(rumasondi), dabariba raja (sidabariba) dan batu raja (pintu batu) duduk di sebelah
kananya. Tungkir raja (situngkir), butar raja (sidabutar), debang raja (sidebang)
disuruhnya duduk disebelah kiri mereka sedang Tambun Raja (tambunan) disuruh duduk
didepannya sama-sama menghadap berisi sagu-sagu marlagan. Konon cara duduk
mereka semua juga menggambarkan masa yang akan datang bahkan sudah terlihat
sekarang. Misalnya kenyataan ada dua bius (bius ganjil dan genap), kampung tempat
tinggal juga menjadi dua bagian yang besar. Setelah mereka duduk mengeliling di
ampang berisi poda-poda sagu marlagan, raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada
mulajadi nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan
nama “poda sagu sagu marlangan” sebagai berikut :
hamu anakku na ualu :
1. Ingkon masihaholongan hamu sama hamu sahat rodi pomparan muna be
2. Naso tupa dohohonan muna naso saama-saina hamu napitu dohot si tambun raja,
jala ingkon sisada anak si sada boru do hamu
3. Hamu pitu dohot angka pinomparmu ingkon humolong rohamu di anggi muna si
tambun raja dohot sandok pomparanmu, ingkon humolong roham diboru ni angka
hahami rodi pomparanna
4. Naso jadi olion ni pomparanmu napitu pomparanni anggimu si tambun raja on, jala
naso na jadi olion ni pomparan ni tambun raja pomparan ni sude haham napituon
5. Na so tupa pungkaon bada manang salisi tu ari na naeng ro, molo adong parbadaan
manang parsalisihan dihamu, ingkon sian tonga-tongamu masitapitola, sibahen uhum
na tingkos naso jadi mardikkan, jala naso tupa halak na asing pasaeon.
Selanjutnya raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-anaknya menjamah
sagu-sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus dijunjung hingga. Ke 8
anak raja Silahisabungan menjamah sagu-sagu marlangan itu dan berkata: ”sai
dipargogoi mulajadi nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na
nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian raja Silahisabungan
berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu-sagu marlangan inilah
tidak berketurunan, ingkop mago jala pupur.” Katanya...”

Bagian 11
“...Sepeninggal raja Silahisabungan keturunan (semua pinoppar Silahisabungan) hidup
dengan damai dan tentram di Silalahi Nabolak. Keturunan raja Silahisabungan bermukim
dan membuka lahan diSilalahi Nabolak, bahkan seiring berjalannya waktu banyak
keturunan raja Silahisabungan pergi merantau ke tanah orang untuk menuntut ilmu atau
memiliki rumah tangga baru dengan putra/putri dari luar kampung. Sehingga tidak jarang
mereka yang sudah merantau akan jarang pulang ke Silalahi Nabolak. Untuk
menyiasatinya agar seluruh pomparan raja Silahisabungan tetap bisa bertemu semua
setiap tahunya maka diadakan lah sebuah musyawarah besar untuk membangun tugu
makam leluhur yang di namai tugu Silahisabungan.
Maka dibangunlah sebuah tugu sebagai bentuk nyata dari sejarah raja Silahisabungan
untuk dijadikan teladan bagi semua keturunannya, Tugu Silahisabungan dibangun untuk
menjadi tempat para keturunannya untuk berjiarah sekaligus bertemu dengan sanak

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


saudara sekeluarga keturunan raja Silahisabungan, sehingga ditetapkan hari di mana
setiap tahunnya akan diadakan sebuah pertemuan besar (bisa dikatakan pesta) di mana
seluruh keturunan dari raja Silahisabungan di manapun berada akan berkumpul di Tugu
Silahisabungan untuk tetap mengingatkan diri bahwa semua keturunan Silahisabungan
adalah satu dan tidak ada perbedaan.
Tugu makam Raja Silahisabungan diresmikan pada tanggal 19 november sampai dengan
23 november 1981 dan telah dimasukkan tulang benulang anaknya yang delapan dan
putri raja si boru Deang Namora...”

Dari uraian nilai tanggung jawap yang terkandung dalam cerita sejarah

tugu Silahisabungan ditarik kesimpulan bahwa terjadi hubungan tanggungjawab

yang timbal balik antara raja Silahisabungan dengan keturunannya.

Silahisabungan adalah tokoh memiliki tanggung jawap besar untuk kedamaian

keturunannya. Dalam hal ini nilai tanggung jawap yang paling menonjol yang

dilakukan oleh raja Silahisabungan adalah mengumpulkan anak-anaknya dan

memberikan nasehat mutlak yang harus dipatuhi oleh semua keturunannya, yaitu

dengan memberitahukan tentang Poda sagu-sagu marlangan kepada anak-

anaknya. Hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawap raja Silahisabungan

sebagai seorang kepala keluarga yang berusaha menyelesaikan konflik di antara

anak-anaknya karena memiliki ibu yang berbeda dan timbulnya rasa iri di antara

mereka. Tanggung jawap kedua yang terjadi adalah ketika seluruh pomparan raja

Silahisabungan harus menjaga amanat raja Silahisabungan dan sadar akan

kesalahan untuk setiap perselisihan yang timbul sehingga ada keinginan untuk

bertanggung jawap akan hal tersebut sehingga mendirikan sebuah tugu sebagai

bentuk kasih sayang seluruh pomparan Silahisabungan terhadap nenek

moyangnya raja Silahisabungan dan usaha untuk menghilangkan setiap

perselisihan dengan cara menjalin silaturahmi yang baik dalam hubungan

persaudaraan di antara setiap pomparan Silahisabungan.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.3). Kesadaran Sosial

Nilai kesadaran sosial yang terkandung dalam bagian cerita sejarah tugu

Silahisabungan diuraikan dalam kutipan berikut:

Kesadaran sosial terhadap lingkungan

“...ro ma angka uduran ni ina-ina tu si inganan laho mambuat aek , jala di sungkun ma
tu si Tambun Raja , “aha do di ulahon ho di sunge on?”. Di dokhon si Tambun Raja ma
patorangkon songon na paimahon inong na , jala patuduhon tintin na di pangke nai , alai
sada pe ndang adong na mananda si Tambun Raja. Nangpe songoni godang na ina-ina
na laho mambuat aek sian i...” (9:2)

Terjemahan:

“...Lalu datanglah sekelompok ibu-ibu yang datang ke tempat itu untuk mengambil air,
mereka bertanya kepada si Tambun Raja apa yang sedang dilakukan di tempat itu, lalu si
Tambun Raja menjelaskan bahwa dia sedang menunggu ibunya, sambil dengan sengaja
menungjukkan cicin yang dia kenakan namun tak satupun dari mereka yang mengenali
Raja Tambun, demikian seterusnya banyak ibu-ibu yang mengambil air ke tempat itu
namun tak ada yang mengenalinya...” (9:2)

Kesadaran sosial terhadap masyarakat

“...Disada tingki di huta Balige ro ma ari logo namasa leleng, ima didokh sahalak
namarbinoto (dukun) tu raja sorba banua asa di pamasa (bahen) sada ulaon na bolon di
huta i , jala manggokhon ma angka namarhuaso (raja) na adong di luati dohot sude
pangisi ni huta i , laho mangulahon songon dos ni roha asa unang be adong namasa di
huta i , asa dapotan pasu-pasu sude ni huta i...” (awal)

Terjemahan:

“...Pada suatu ketika kemarau panjang dan kekeringan di Balige, dan seorang dukun sakti
menyarankan agar Raja Sorba Banua melaksanakan sebuah acara perhelatan besar di
kampung Balige dan mengundang para raja-raja dan undangan penting beserta
mengundang semua penduduk kampung untuk mengadakan horja sakti, agar tidak terjadi
lagi kekeringan dan berkat semakin bertambah...” (awal)

Kesadaran sosial terhadap keluarga

“...Domma marujung ngolu Raja Silahisabungan , sude angka pinomparna mangolu


hadameon dohot ngolu dame. Sude pinomparna tading dohot mambuka lahan di huta
silahi nabolak . dohot mangaratto tu huta ni halak laho mangaluli ilmu , asa dapot
parpunguan sude pinomparnadi bahen ma jiara laho mambangun tugu ni ompu Raja
Silahisabungan , asa pinomparna di ingot alana nasida sada dohot dang adong
parsalisihan, dohot pinomparna mambahen tiap tahun pesta dohot jiarah asa boi
jumpang sude pinomparna ni Raja Silahisabungan...” (11:3)

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Sepeninggal raja Silahisabungan keturunan (semua pinoppar Silahisabungan) hidup
dengan damai dan tentram di Silalahi Nabolak. Keturunan raja Silahisabungan bermukim
dan membuka lahan diSilalahi Nabolak, bahkan seiring berjalannya waktu banyak
keturunan raja Silahisabungan pergi merantau ke tanah orang untuk menuntut ilmu atau
memiliki rumah tangga baru dengan putra/putri dari luar kampung. Sehingga tidak jarang
mereka yang sudah merantau akan jarang pulang ke Silalahi Nabolak. Untuk
menyiasatinya agar seluruh pomparan raja Silahisabungan tetap bisa bertemu semua
setiap tahunya maka diadakan lah sebuah musyawarah besar untuk membangun tugu
makam leluhur yang di namai tugu Silahisabungan...” (11:3)

Kesadaran sosial timbul karena rasa peduli kepada sesama sebagai sesama

makhluk sosial yang membutuhkan makhluk sosial lainnya untuk dapat hidup

dalam suatu kelompok masyarakat, dalam cerita Sejarah Berdirinya Tugu

Silahisabungan ditemukan kesadaran sosial kepada lingkungan, masyarakat dan

keluarga.

4.2.4). Kasih Sayang

Rasa Kasih sayang bisa timbul karena adanya perasaan ingin melindungi,

memiliki dan menyayangi, perasaan kasih sayang bisa timbul pada setiap

hubungan sosial di antaranya adalah kepada lawan jenis, kepada anak, kepada

istri, kepada saudara dan hubungan sosial lainnya. Nilai kasih sayang dalam cerita

sejarah tugu Silahisabungan beberapa di antaranya diuraikan dalam kutipan

berikut:

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kasih sayang Pinggan Matio kepada raja tambun sehingga harus

melepaskan kepergian Tambun Raja untuk kembali ke ibu kandungnya, secara

tidak langsung juga menjelaskan rasa kasih sayang Pinggan Matio kepada semua

anaknya agar tidak ada konflik yang timbul.

“...Songon na sonang ma rohana , ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak posir


pisu gabe anakkon na siampudan, ima di bahen goar nai Tambun Raja , jala gabe
marlobian do holong ni siPinggan Matio tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni
angka akkang na ( Sihaloho sahat tu si Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon
ibana hian do siampudan ...” (8:2)

Terjemahan:
“...Perasaan raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio
kepada anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga
menimbulkan iri hati abang-abangnya (Sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja
karena tadinya si batu raja ini yang menjadi anak bungsu...” (8:2)

Kasih sayang Deang Namora kepada adiknya Tambun Raja sehingga ia

sangat berat untuk melepaskan kepergian adiknya yang telah diasuhnya sejak

kecil.

“...Mambege hata-hata si Pinggan Matio , iboto na Deang Namora tu matangis jala


manghaol si Tambun Raja dohot roha na mansai lungun di dokh ma tu si Tambun Raja “
Borhat ma ito tu huta ni tulangta , nadenggan ima paboa tu inang pangintubu, gabe jala
horas ma ho amang na burju “...” (8:9)

Terjemahan:
Mendengar kata - kata Pinggan Matio, Itona (saudarinya) Deang Namora menangis
lalu merangkul dan mencium Si Raja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata:
”Borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu,
gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Sepertinya
mereka membayangkan mereka tidak akan saling bertemu lagi, setelah itu
berangkatlah Si Raja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa...” (8:9)

Kasih sayang Si Boru Nailing kepada anak dan suaminya hingga ia

merelakan kepergian anak dan suaminya demi keselamatan.

“...Jala di dokh si siboru nailing ma tu Raja Silahisabungan asa di boan anak nai tu
silalahi nabolak. nai tu silalahi nabolak. Alai holong ni roha ni siboru nailing tu Raja
Silahisabungan dohot anak na bawa i , di paborhat siboru nailing ma alaki nadua
nangpe ibana tading manarita, jala dilehon do sada tintin tumbuk tu Silahisabungan laho
parsahaton tu anakhon nai molo nunga mangodang umur na , manandahon na ahu do
inong nai na manubuhon ibana...”(7:6)

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:
“...Siboru nailing berkata “ amang boru aku sangat mencintaimu dan anak kita ini,
selamatkan lah dirimu dengan anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita, ini
sebuah cincin (tintin tumbuk) kalau anakku ini sudah besar, berikanlah kepadanya tanda
akulah ibunya yang melahirkannya” katanya sambil memberikan tintin tumbuk itu...”
(7:6)

Kasih sayang raja Silahisabungan kepada anak dan istrinya, diuraikan

ketika raja Silahisabungan membuat sumber air (mual sipaulak hosa) ketika

istrinya yang sedang hamil tua merasa haus dan dahaga, ketika istrinya sangat

menginginkan seorang anak perempuan dan nasehat raja Silahisabungan kepada

seluruh keturunannya bahwa masih berusaha untuk menjanjikan bahwa roh atau

tondinya masih akan menjaga seluruh keturunannya yang mau meminta

pertolongan kepadanya.

“...Mambege arsak ni parsonduk bolon nai , Silahisabungan mambuat


sior lombung (tombak) sian kantong nai. Jala martonggo tu mulajadi
nabolon asa di lehon mual aek sipaulak hosa (air kehidupan) ,alana
nungga tung mauas parsonduk bolon nai. Gabe di tombakkon
Silahisabungan ma sior lombung i tu dinding batu najogal ,gabe kaluar
ma aek, jala di inum Pinggan Matio sabahat-bahat na ( sepuas-puasnya) ,
jala di bahen goar ni “Aek Sipaulak Hosa” , jala tu sadarion adong do di
dolok di huta silalahi nabolak...” (6:2)
“...Di bagas ni arsak roha ni Pinggan Matio di bereng Silahisabungan , laho ma ibana
martapa tu goa batu di ginjang huta lahi , ibana manjalo tu Mulajadi Nabolon asa di
lehon sada boru-boru. Tubu ma sada boru ni Silahisabungan , alana nunga tubu boru
nai...”(6:6)

“...Pada suatu ketika tepat pada saat bulan purnama, Silahisabungan mengumpulkan
sanak saudaranya di huta lahi dan berkata :” Domma jonok tingki mulak ahu tu mulajadi
nabolon dengan-denggan ma hamu marsihaholongan, tongkin nari borhat ma ahu
mandapotkon parsonduk bolonhu tu liang batu. Tu si ma pataru hamu pangurason na
gabe balanjoku, alai dung tutup liang batu i, naung marujung ma ngoluku jagaon ni raja
harangan (babiat) dohot ulok naga ma ngoluku. Jagaonni raja harangan(babiat) dohot
ulok naga ma batu i, jala dipintuna jongjong ma sahala ni saribu taon, paruban
namardangka, parjanggut na sungkut tu hae hae, parbaju-baju pahaen bontar partali-tali
sipitu dopa, hola sahala ni partondionku nama na boi mangurupi hamu. Molo mangido
pangurupion hamu dok ma, ale ompung si saur matua, partambak liang batu, partapian
simenak-enak, ro ma hamu marhuta-huta, hanami naeng mangido pasu-pasu dohot miak-
miak, oloi ompung pangidoan nami on. Jala molo manjou ahu boi do holan unte pangir
pangurason dohot napuran simauliate” katanya memberi pesan...” (11:1)

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Karena Pinggan Matio boru batanghari merasa haus, kemudian Silahisabungan


menancapkan siorlombingnya ke dingding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum
Pinggan Matio boru padang batanghari sepuas-puasnya, air itulah yang disebut “mual
sipaulak hosa” hingga saat ini yang terdapat dilereng bukit Silalahi Nabolak. Setelah rasa
haus hilang dan tenaga mulai pulih, mereka melanjutkan perjalanan ke kampung
mertuanya di Deang Namora...” (6:2)

“...Hati Pinggan Matio boru Padang Batanghari yang gundah gulana diperhatikan raja
Silahisabungan, lalu pergi bersemedi ke gua batu di atas huta lahi. Dia memohon kepada
mulajadi nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan
Matio dan permohonan Silahisabungan dikabulkan oleh mulajadi nabolon, Pinggan
Matio melahirkan anak keempat seorang anak perempuan,..” (6:6)

Bentuk Rasa kasih sayang yang ditemukan dalam cerita Sejarah

Berdirinya Tugu Silahisabungan secara umum adalah rasa kasih sayang kepada

keluarga.

4.2.5). Pertentangan

Pertentangan dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, salah paham,

dendam, tidak menerima kondisi dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang di

maksudkan dalam cerita ini adalah pertentangan yang timbul dikarenakan rasa iri

di antara anak-anak raja Silahisabungan dari Pinggan Matio karena kasih sayang

yang berlebihan yang diberikan oleh ibu dan saudarinya (pingan matio dan Deang

Namora) kepada adik tiri mereka (Tambun Raja) . Secara umum pertentangan itu

adalah luapan emosional dari satu orang (satu kelompok)dengan orang lain

(kelompok lain).

Pertentangan dalam cerita sejarah tugu Silahisabungan, diuraikan dalam kutipan

berikut:

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pertentangan pertama adalah saat Silahisabungan dengan dua saudaranya

pergi meninggalkan kampung halaman mereka didasari oleh rasa sakit hati.

“..Alani hansit ni roha nasida natolu tu akkang na sibagot na pohan , borhat ma nasida
natolu anggi nai manadinghon huta lumban garot Balige , nina namargoar si raja pahet
tua , Raja Silahisabungan , dohot Raja Oloan. Di tingki naeng borhat nasida , lao ma
nasida tu mual sibuti lao mambuat aek dohot tano, diisi nasida ma aek i tu bagasan tabu-
tabu dohot tano tolu pohul tu bagas gampil...” (1:1)

Terjemahan :

“...Karena didasari rasa sakit hati kepada kakak kandung Sibagotni Pohan, 3(tiga) orang
adiknya pergi meninggalkan lumban gorat, ketiga adiknya terebut adalah Sipaet Tua,
Silahisabungan dan Raja Oloan. Awal mereka pergi ke mual sibuti mengambil air minum
dan tanah. Mereka mengisi air kedalam tabu-tabu (kendi dari buah labu kering) dan
mengambil tanah tiga kepal (tolu pohul) lalu dimasukkan ke dalam gampil (terbuat dari
kulit) masing-masing...” (1:1)

Pertentangan kedua adalah saat Silahisabungan memiliki seorang anak

dari Si Boru Nailing yang menimbulkan rasa iri dari anak-anaknya dari Pinggan

Matio, dan konflik yang terjadi di antara keturunan Silahisabungan.

“...Perasaan raja Silahisabungan menjadi lega , karena kasih sayang Pinggan Matio
kepada anak bungsunyaTambun Raja (Tambunan) bahkan berlebihan sehingga
menimbulkan iri hati abang-abangnya (Sihaloho hingga Pintu Batu) terutama batu raja
karena tadinya si batu raja ini yang menjadi anak bungsu. Si boru Deang Namora sangat
sayang kepada Tambun Raja sebagai satu-satunya perempuan yang ikut marorot
(mengasuh) Tambun Raja sampai besar, bahkan menjadi orang paling dekat dengan
Tambun Raja. Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio sangat memanjakan Tambun Raja
(Tambunan). Konon suatu ketika , raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah
(tanoh galot) kepada anak-anaknya (sihaloho sampai Tambunan) agar jangan terjadi
persoalan kemudian hari.Tambun Raja mendapat tanah yang paling luas dan subur yang
mengakibatkan kecemburuan abang-abangnya (sihaloho sampai Pintu Batu)...” (8:2)

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjemahan:

“...Songon nan sonang ma rohana , ala holong ni siPinggan Matio tu dakdanak posir
pisu gabe anakkon na siampudan, ima di bahen goar nai Tambun Raja , jala gabe
marlobian do holong ni siPinggan Matio tu poso-poso i , mambahen ro sogo ni roha ni
angka akkang na ( Sihaloho sahat tu si Pintu Batu), tarlumobi si Batu raja naeng songon
ibana hian do siampudan , alai ianggo ibotona si Boru Deang Namora aha ma burju
jala holong hian rohana tu si Tambun Raja , tarlumobi sahalak ibana do boru ni Raja
Silahisabungan , gabe dohot ma ibana marorot Tambun Raja sahat tu namagodang , jala
mansai jonok do ibana tu si Tambun Raja , naeng songon silahi sabungan dohot
siPinggan Matio aha ma manjahon Tambun Raja. Disada tingki di patupa si Raja
Silahisabungan ma laho mangalehon panjaheon tano tu angka anakkon nai (Tano
Galot), parjolo sian sihaloho sahat tu si tambunan , asa unang adong parbadaan di
parpudihon ni ari , jala di pasahat ma tu Tambun Raja “ Ima tano na godang”. Jala
napu na mambahen gabe tubu hansit ni roha ni akkang sian sihaloho saat tu si pintu
batu...” (8:2)

4.3 Pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita Sejarah Berdirinya

Tugu Silahisabungan

Cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan memiliki banyak dampak

positif pada masyarakat desa Silalahi karena bisa dijadikan sebagai media untuk

menasehati, mengingatkan dan mengenang keberadaan raja Silahisabungan.

Tugu Silahisabungan yang terletak di desa Silalahi III adalah monumen

sejarah yang sangat dihormati dan dijaga keberadaannya oleh masyarakat desa

Silalahi, tidak hanya keturunan asli Silahisabungan (keturunan rumpun marga

Silahisabungan) tetapi masyarakat pendatang yang berasal dari rumpun marga

lain dari sub etnik batak lainnya seperti simalungun, karo, toba,

angkola/mandailing, pakpak yang berdomisili di Silalahi Nabolak sangat

menghormati keberadaan tugu Silahisabungan dan cerita sejarahnya.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Masyarakat di desa Silalahi adalah salah satu rumpun masyarakat yang sangat

menjaga dan melestarikan budayanya, hal ini dibuktikan dengan sangat

terawatnya situs-situs budaya yang ada di desa Silalahi, dan pengetahuan setiap

warga masyarakat mengenai cerita dari setiap situs budaya yang ada di Silalahi,

walaupun tidak dapat menceritakan secara rinci namun pokok cerita dari setiap

cerita sejarah tersebut sudah diketahui oleh masyarakat Silalahi secara umum,

tidak terkecuali tugu Silahisabungan yang merupakan salah satu situs sejarah

yang menjadi salah satu ikon pengenal Silahisabungan ke dunia luar.

Cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan dipandang sebagai salah satu

cerita yang membawa dampak positif terhadap masyarakat desa Silalahi, karena

banyak amanat yang terkandung dalam cerita yang bisa diteladani untuk mencapai

sebuah kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga. Setiap

bagian cerita telah melebur kedalam adat istiadat dan norma yang berlaku di desa

Silahisabungan, mulai dari Poda sagu-sagu marlangan, keturunan

Silahisabungan sangat memegang teguh dan taat kepada poda sagu-sagu

marlagun yang diamanatkan oleh raja Silahisabungan, hal tersebut menunjukkan

bahwa mereka sangat menghargai cerita tersebut tidak hanya sebatas sebagai

sebuah cerita sejarah tetapi juga sebagai harta peninggalan yang harus ditaati.

Tugu Silahisabungan sebagai bukti nyata cerita sejarah tugu Silahisabungan

adalah tempat yang dihormati dan dijaga oleh masyarakat Silahisabungan. Cara

masyarakat menjaga dan melestarikan tugu Silahisabungan adalah bukti bahwa

masyarakat Silalahi sangat mempercayai cerita sejarah Silahisabungan.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tugu Silahisabungan dianggap sebagai kunci masuk bagi pendatang yang hendak

melakukan sebuah kegiatan atau acara di Silahisabungan, setiap kelompok

masyarakat yang datang ke Silahisabungan harus terlebih dahulu meminta ijin ke

tugu agar diperkenankan melakukan sebuah kegiatan di desa tersebut, tugu

Silahisabungan menjadi media pemersatu keturunan raja Silahisabungan di

berbagai pelosok dunia karena setiap tahun diadakan sebuah pesta tugu yang besar

yang dihadiri oleh keturunan raja Silahisabungan dari berbagai daerah sehingga

hubungan di antara mereka sebagai saudara pomparan Silahisabungan tetap

terjaga dan terjalin dengan baik.

Tugu Silahisabungan dianggap masyarakat sebagai tempat yang sangat dihormati

oleh masyarakat Silalahi baik oleh pomparan Silahisabungan maupun marga

pendatang yang berdomisili di Silalahi Nabolak. Ketika berkunjung ke tugu

Silahisabungan untuk berjiarah maka tidak diperkenankan untuk memakai alas

kaki, dan tidak diperkenankan mengucapkan kata-kata yang kotor apabila ada

orang yang dengan sengaja berkata kotor dan berlaku tidak sopan di tugu maka

orang tersebut akan mendapat malapetaka seperti terkena penyakit (misalnya

gatal-gatal dan ruam-merah disekucur tubuh dan penyakit lainnya).

Tugu Silahisabungan adalah sebuah monumen yang dibangun oleh pomparan

Silahisabungan untuk membangun rasa persatuan di antara pomparan

Silahisabungan agar tidak ada lagi konflik di antara mereka sesama saudara

serumpun marga, dan tidak ada lagi perselisihan di antara mereka, apabila ada

sesuatu permasalahan yang berat dan sulit untuk diselesaikan maka permasalahan

tersebut akan diselesaikan secara kekeluargaan dan di bawa ke tugu untuk

diselesaikan dipimpin oleh para raja turpuk sebagai mediator.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cerita sejarah tugu Silahisabungan diilustrasikan dalam bentuk relief yang di

bentuk disetiap sisi tugu, agar suasana kejadian dalam cerita dapat dipahami

dengan mudah, bahkan terdapat burung elang yang dipelihara dan dijaga dengan

baik di belakang tugu di sekitaran sisi pantai Silalahi, burung tersebut merupakan

burung yang dijadikan sebagai bentuk pengingat kepada keturunan raja

Silahisabungan bahwa burung tersebutlah yang mempertemukan raja

Silahisabungan dengan Raja Parultop hingga memberikan putrinya dipersunting

oleh raja Silahisabungan hingga raja Silahisabungan mendapat ijin tinggal dan

berketurunan di Silalahi Nabolak.

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Struktur cerita Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Kabupaten Dairi:

1) Tema dalam cerita sejarah berdirinya Tugu Silahisabungan di desa

Silalahi kabupaten Dairi adalah sejarah kehidupan raja Silahisabungan

hingga berdirinya Tugu Silahisabungan.

2) Alur cerita tugu Silahisabungan adalah alur maju yang diuraikan dalam

5 (lima) pemaparan yaitu pengenalan (pembukaan), pengembangan,

pertentangan (konflik), Peleraian (Rekonsiliasi), dan penyelesain.

3) Latar/setting cerita tugu Silahisabungan diuraikan dalam 4 (empat)

bagian yaitu latar tempat, latar waktu , latar sosial dan latar suasana.

Latar tempat: Balige, Silalahi Nabolak, Sibisa, Deang Namora

Latar waktu: pagi, siang, sore, tahun

Latar sosial: pada masa kerajaan dengan keadaan sosial yang sangat erat

hubungannya dengan keadaan alam dan mistisme

Latar suasana: haru, cinta, kasih, terdesak, penuh kejutan, sedih, bahagia,

merasa bersalah, pertentangan, bingung, kekeringan, badai.

4) Dari pemaparan tokoh dan penokohan yang dijelaskan ditarik

kesimpulan bahwa terdapat 13 (tiga belas) tokoh yang berperan dalam

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


cerita. Setiap tokoh dalam cerita memiliki penokohan/perwatakan yang

berbeda yang ditemukan dari kutipan cerita baik dari percakapan langsung

maupun tidak langsung dalam cerita.

5) Sudut pandang dalam cerita adalah sudut pandang orang ketiga :

Penulis berada di luar cerita serta tidak terlibat secara langsung pada

cerita.

Nilai-nilai sosiologi sastra pada cerita Tugu Silahisabungan di Desa

Silalahi, Kabupaten Dairi:

1) Tanggung jawab : terjadi hubungan tanggungjawab yang timbal balik

antara raja Silahisabungan dengan keturunannya. Raja Silalahi sabungan

bertanggung jawap untuk menyelesaikan konflik di antaraketurunannya

dan keturunan (pomparan) raja Silahisabungan bertanggung jawap

menjaga amanat yang disampaikan oleh raja Silahisabungan

2) Kesadaran sosial dalam cerita diuraikan dalam 3 (tiga) pembagian yaitu

kesadaran sosial kepada lingkungan, kesadaran sosial kepada masyarakat,

kesadaran sosial kepada keluarga.

3) Bentuk Rasa kasih sayang yang ditemukan dalam cerita Sejarah

Berdirinya Tugu Silahisabungan secara umum adalah rasa kasih sayang

kepada keluarga.

4) Pertentangan dalam cerita sejarah tugu Silahisabungan:

Pertentangan pertama adalah saat Silahisabungan dengan dua saudaranya

pergi meninggalkan kampung halaman mereka didasari oleh rasa sakit

hati.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pertentangan kedua adalah saat Silahisabungan memiliki seorang anak

dari Si Boru Nailing yang menimbulkan rasa iri dari anak-anaknya dari

Pinggan Matio, dan konflik yang terjadi di antara keturunan

Silahisabungan.

Pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita Sejarah Berdirinya Tugu

Silahisabungan:

Masyarakat di desa Silalahi satu rumpun masyarakat yang sangat menjaga

dan melestarikan budayanya termasuk Tugu Silahisabungan dan cerita sejarahnya.

Cerita sejarah berdirinya tugu Silahisabungan dihargai dan tidak hanya dipandang

sebatas sebagai sebuah cerita sejarah tetapi juga sebagai harta peninggalan yang

penuh norma yang harus ditaati. Cerita Sejarah Berdirinya Tugu Silahisabungan

memiliki banyak dampak positif pada masyarakat desa Silalahi karena bisa

dijadikan sebagai media untuk menasehati, mengingatkan dan mengenang

keberadaan raja Silahisabungan.

5.2 Saran

Cerita sejarah adalah salah satu aset budaya daerah yang harus dijaga

keberadaannya dan ke-eksistensiannya. Cerita sejarah berdirinya tugu

Silahisabungan sangat baik untuk di ketahui dan pahami oleh masyarakat

khususnya keturunan raja Silahisabungan karena bisa menumbuhkan rasa

persaudaraan yang lebih baik lagi karena telah mengerti tentang kehidupan nenek

moyangnya yaitu Raja Silahisabungan. Setiap cerita daerah pasti ada amanat yang

terkandung di dalamnya, yang berguna sebagai media pengatur dalam kehidupan

masyarakat tempat cerita tersebut berkembang. Sebagai anggota masyarakat yang

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencintai budaya kita harus menjaga setiap aspek budaya yang ada, segala

sesuatu yang berhubungan dengan kelestarian budaya harus dijaga dengan baik,

agar keberadaannya tidak hilang. Kepada seluruh pomparan Silahisabungan

tetaplah untuk saling mendukung dalam persaudaraan agar tercipta keharmonisan

keluarga seperti yang di harapkan oleh Raja Silahisabungan.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Abram,1981.Teori Pengantar Fiksi : Yogyakarta: Hanindita Graha Wida

Danandjaja, James. 2002 .Foklor Indonesia Ilmu Gosip Dongeng Dan Lain-Lain.

Jakarta : Pustaka Utama Grafiti

Depdikbud. 1996. Penelitian Tindakan. Jakarta. P2LPTK Dirjen Dikti.

Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra Dari Strukturalime Genetik Sampai

Post-Modernisasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Levin, Harry. 1973. “Literature as an Institution”. Dalam Elizabeth and Tom

Burns. Sociology of Literature and Drama. Middlesex: Penguin Books.

Nababan, Astina.2016. Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Aek Sipaulak

Hosa.(Skripsi). Medan: FIB, USU

Pengembangan Model Asesmen Otentik dalam Pembelajaran Bahasa

(Jurnal Cakrawala Pendidikan, berdasarkan laporan penelitian tahun

pertama), 2009.

S. Arikunto.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka

Cipta

Sinaga,Nere Dora .2016.Pesta Tugu Sarana Mempererat Kekerabatan Keturunan

Silalahi Di Kecamatan Silahi Sabungan (SKRIPSI). MEDAN: UNIMED

Sinurat,Irma Junita 2015. Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahi

Sabungan Dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahi

Sabungan (Studi Kasus Pada Masyarakat Silalahi Nabolak. Kecamatan

Silahi Sabungan , Kabupaten Dairi) (SKRIPSI). MEDAN:USU

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik (II). Metode dan Aneka Teknik

Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Edisi-19.

Bandung: CV. Alfabeta.

Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

TKBPLA Raja Turpuk Silahisabungan.2017. Raja Silahisabungan Sejarah, Situs,

Budaya Dan Ulos.

http://www.kamarsemut.com/2015/05/pengertian-sosiologi-sastra-menurut

ahlihttps://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi

sastra/diakses 20 September 2017

http://dedyrony.blogspot.co.id/2013/03/konsep-teoritis-pengertian

tugu.html/diakses 20 September 2017

https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu/ diakses15 September 2017

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keterangan

(1:3) : Singkatan dari bagian dan paragraf sumber kutipan cerita. (1:3)

artinya adalah bagian satu paragraf ke tiga, (3:6) artinya bagian tiga paragraf enam

demikian seterusnya

“... : menyatakan bahwa ada cerita atau kalimat sebelum kata-kata atau

kalimat yang dikutip.

...” : menyatakan bahwa ada cerita atau kalimat setelah kata-kata atau

kalimat yang dikutip.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2

RELIEF ILUSTRASI GAMBAR PADA SISI TEMBOK TUGU


SILAHISABUNGAN

GAMBAR 1: huta Balige

GAMBAR 2: Si Paet Tua dan Raja Oloan ketika mengambil tanah sebagai bekal
(tano pitu pohul : tanah tujuh genggam)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 3: Ketika mengambil air sebagai perbekalan (satatabu: satu wadah air
yang terbuat dari labu yang sudah kering) nb: gambar diatas adalah anggi Raja
Silahisabungan yang mengisi tempat airnya dengan wadah bambu

GAMBAR 4 : Si Paet Tua, Silahisabungan dan Si Raja Oloan ketika akan


berangkat ke tempat pemukiman lahan yang baru

GAMBAR 5: Silahisabungan dan Si Raja Oloan berpisah dengan abang mereka


Si Paet Tua karena sudah mendapatkan tempat pemukiman yang diinginkan yaitu
di Laguboti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 6: Silahisabungan berpisah dengan adiknya Si Raja Oloan di Dolok
Siogung-ogung.

GAMBAR 7: Silahisabungan menatap hamparan indah sebuah pemukiman yang


indah dan cocok dengan lokasi yang sesuai dengan ikrarnya (tidak terlihat Balige).
Tempat tersebut yang kemudian dinamai Silalahi nabolak

GAMBAR 8: Silahisabungan mendapat wahyu dari debata yang tak tampak


keberadaannya namun dapat didengar suaranya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 9: (a) harimau buas yang hendak memangsa Silahisabungan (b) ular
berbisa yang hendak mematuk Silahisabungan

GAMBAR 10: gelang dan laklak tumbaga holing yang berada diatas batu

GAMBAR 11: Silahisabungan bertapa di hutan untuk memperdalam ilmu


kesaktiannya dari lak-lak tumaga holing selama 30 hari 30 malam

GAMBAR 12 : Setelah bertapa Silahisabungan mandi membersihkan badan


dengan jeruk purut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 13 : Dalam kesehariannya Silahisabungan senang menangkap ikan,
dia menangkap ikan dengan menggunakan bubu.

GAMBAR 14 : Raja Parultop Padang Batanghari berburu atau menyumpit burung


di hutan marnasar diatas Silalahi Nabolak.

GAMBAR 15: Silahisabungan memilih seorang wanita (pinggan matio) diantara


enam siluman yang berwujud wanita yang berwajah elok.

GAMBAR 16 : Silahisabungan membuat sumber air dengan siorlombingnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 17: suasana kegiatan keturunan Raja Silahisabungan sehari-hari di
Silalahi nabolak

GAMBAR 18: Silahisabungan mengobati Siboru Nailing yang terkena penyakit


parah yaitu dorma sijundai (dorma siunde).

GAMBAR 19 : Silahisabungan bertanding kekuatan dengan datu dari pomparan


naiambaton (raja parna)

GAMBAR 20: Pinggan Matio memberi asi kepada raja tambun anak dari
pernikahan Raja Silahisabungan dengan Si Boru Nailing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 21: Deang Namora mengantar kepergian adiknya Si Raja Tambun
(Tambun Raja) hingga ketepi pantai di Naulibasa

GAMBAR 22: Silahisabungan dan Si Raja Tambun berlayar ke Sibisa

GAMBAR 23: Deang


Namora menyuruh
ibotona (saudaranya)
membuat pondok
tempatnya bertenun diata
batu (sekarang nama
tempat itu disebut
parnamoraan atau
tokkonon namboru)

GAMBAR 24: Raja Silahisabungan berpisah dengan Tambun Raja di Sibisa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 25: Si Boru Nailing menjatuhkan kendi berisi air yang dijunjungnya
hingga pecah dan memeluk Si Raja Tambun setelah melihat cincin yang
dikenakannya (mengenalinya sebagai putranya dan Silahisabungan).

GAMBAR 26: Batu sigadap dan batu jongjong sebagai batu pengadilan untuk
menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.

GAMBAR 27 : kedelapan anak Raja Silahisabungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 28: Pemaparan nama anak Silahisabungan dan teks poda sagu-
sagumarlangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBAR 29: Ilustrasi patung yang buat untuk menggambarkan bentuk
keturunan yang tidak patuh, disebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3

DATA INFORMAN

NAMA : J.Situngkir

UMUR : 53 tahun

PENDIDIKAN: SMP

NO.HP : 0812-6002-8129

ALAMAT : Desa Silalahi III

PEKERJAAN : Pargonsi
Silalahi

Bapak J.Situngkir

merupakan seorang tokoh yang

berkecimpung di bidang seni

musik batak dan telah mengikuti berbagai acara adat budaya yang ada di

berbagai daerah khususnya pada saat pesta tugu Silalahi Bapak M.Situngkir

selalu dipakai sebagai salah satu pargonsi (pemusik). Sejak kecil beliau telah

mengikuti berbagai kegiatan adat di Silalahi nabolak sehingga sebagai salah satu

keturunan dari Raja Silalahi Sabungan beliau telah banyak mengerti tentang

seluk beluk cerita sejarah berdirinya Tugu Silalahi Sabungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


NAMA : M.Situngkir

UMUR : 45 tahun

PENDIDIKAN: SMP

NO.HP : 0812-2253-9427

ALAMAT : Desa Silalahi III

PEKERJAAN : Wirausaha

Bapak M. Situngkir merupakan

seorang wirausaha yang

berdomisili di desa Silalahi,

salah satu keturunan raja

Silahisabungan yang telah tumbuh besar di desa Silalahi dengan mengikuti adat

istiadat dan norma adat yang berlaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai