Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH adalah salah satu dokter yang memelihara kumis sejak awal karirnya sebagai dokter. Baginya, kumis sudah menjadi identitas yang membuatnya lebih percaya diri dan menaikkan wibawa.
"Ini permintaan istri saya nggak boleh potong kumis," tutur Dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, dokter yang kini aktif di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, saat dihubungi detikHealth, Jumat (11/1/2013).
"Dulu waktu baru lulus dokter saya kan masih muda, baru 24 tahun. Kalau polos saja (tanpa kumis) mungkin pasien merasa kurang percaya. Kepercayaan itu penting untuk pasien, salah satunya usia lebih matang. Walaupun usia masih muda, tapi punya kumis kesannya terlihat lebih tua, lebih wibawa," tambah Dr Ari, yang sudah memelihara kumis sejak menjadi dokter.
Untuk menjaga kesehatan rambut di atas bibir, Dr Ari pun rutin merapikan kumisnya. Ia selalu mencukur kumis 2 atau 3 hari sekali agar panjang kumis tidak melewati bibir atau menutupi lubang hidung. Hal ini dilakukan agar kumis selalu tampak rapi, tidak mengganggu saat makan atau pun jalan napas dan saat bersin.
Menurut Dr Ari, bila tidak dirawat dengan baik kumis sama halnya dengan kulit yang bisa menjadi sarang bakteri. Namun tentu tidak seperti rambut di bagian tubuh lainnya, karena kumis tumbuh di wajah yang sangat mudah terlihat.
"Kalau tidak dirawat sebenarnya sama seperti kulit (sarang bakteri), tapi kan kumis tumbuhnya di muka jadi saya rasa pasti selalu dibersihkan. Apalagi letaknya dekat dengan mulut dan hidung, kalau tidak dirapikan pasti akan mengganggu saat makan atau lubang hidung. Setiap cuci muka kumis kan juga tercuci," tutup Dr Ari.
(mer/vit)