Prof. Nelson Tansu, Ph.D

Sumber : saifullahfisika.blogspot.com

Nelson Tansu

Prof. Nelson Tansu, Ph.D dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, tanggal 20 Oktober 1977. Ia adalah lulusan terbaik SMU Sutomo 1 Medan pada tahun 1995 dan juga menjadi finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Setelah menamatkan SMA, ia memperoleh beasiswa dari Bohn’s Scholarships untuk kuliah di jurusan matematika terapan, teknik elektro, dan fisika di Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Tawaran ini diperolehnya karena ia menjadi salah satu finalis TOFI. Ia berhasil meraih gelar bachelor of science kurang dari tiga tahun dengan predikat summa cum laude.

Setelah menyelesaikan program S-1 pada tahun 1998, ia mendapat banyak tawaran beasiswa dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat. Walaupun demikian, ia memilih tetap kuliah di Universitas Wisconsin dan meraih gelar doktor di bidang electrical engineering pada bulan Mei 2003. Selama menyelesaikan program doktor, Prof. Nelson memperoleh berbagai prestasi gemilang di antaranya adalah WARF Graduate University Fellowships dan Graduate Dissertator Travel Funding Award. Penelitan doktornya di bidang photonics, optoelectronics, dan semiconductor nanostructires juga meraih penghargaan tertinggi di departemennya, yakni The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award. Setelah memperoleh gelar doktor, Nelson mendapat tawaran menjadi asisten profesor dari berbagai universitas ternama di Amerika Serikat. Akhirnya pada awal tahun 2003, ketika masih berusia 25 tahun, ia menjadi asisten profesor di bidang electrical and computer engineering, Lehigh University. Lehigh University merupakan sebuah universitas papan atas di bidang teknik dan fisika di kawasan East Coast, Amerika Serikat.

Saat ini Prof. Nelson menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University, Pensilvania dan mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3) dan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer. Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Ia juga sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, baik di berbagai kota di AS dan luar AS seperti Kanada, Eropa dan Asia. Prof Nelson telah memperoleh 11 penghargaan dan tiga hak paten atas penemuan risetnya. Ada tiga penemuan ilmiahnya yang telah dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.

Ketika masih di Sekolah Dasar, Prof. Nelson gemar membaca biografi para fisikawan ternama. Ia sangat mengagumi prestasi para fisikawan tersebut karena banyak fisikawan yang telah meraih gelar doktor, menjadi profesor dan bahkan ada beberapa fisikawan yang berhasil menemukan teori (eyang Einstein) ketika masih berusia muda. Karena membaca riwayat hidup para fisikawan tersebut, sejak masih Sekolah Dasar, Prof. Nelson sudah mempunyai cita-cita ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.

Walaupun saat ini tinggal di Amerika Serikat dan masih menggunakan passport Indonesia, Prof. Nelson berjanji kembali ke Indonesia jika Pemerintah Indonesia sangat membutuhkannya.

Prof. Pantur Silaban, Ph.D

Pantur Silaban 2

Beliau menjadi guru besar fisika teori Institut Teknologi Bandung per Januari 1995 dan dikenal sebagai fisikawan pertama Indonesia (bahkan Asia Tenggara) dalam teori relativitas khususnya Relativitas umum yang tergolong langka di bidangnya.

Pada tahun 1967, 3 tahun setelah diangkat menjadi staf pengajar Fisika (1964), putra dari Israel Silaban dan Regina br Lumbantoruan ini berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar relativitas umum dan ia diterima di pusat kajian gravitasi Universitas Syracuse langsung di bawah bimbingan Peter Gabriel Bergmann dan Joshua N. Goldberg yang dikenal sebagai otoritas relativitas umum setelah pencetusnya, Albert Einstein. Di sana Pantur Silaban memasuki isu paling hangat yakni mengawinkan Medan Kuantum dan Relativitas Umum untuk meminak Teori Kuantum Gravitasi. Itulah impian terkenal Albert Einstein yakni meramu keempat interaksi yang ada di alam semesta dalam satu formulasi yang gagal ia peroleh sampai akhir hayatnya: Grand Unified Theory. Pekerjaan ini diselesaikan dengan disertasi yang berjudul “Null Tetrad, Formulation of the Equation of Motion in General Relativity” pada tahun 1971.

Setelah kembali ke Indonesia, Pantur Silaban menjadi orang pertama di Indonesia yang mempelajari relativitas Einstein sampai tingkat doktor. Beberapa risetnya diterbitkan Journal of General Relativity and Gravitation. Sekian banyak makalahnya dimuat berbagai proceedings. Seniornya, Prof. Achmad Baiquni (almarhum), selalu menyebut nama Pantur Silaban sebagai otoritas bila menyinggung nama Einstein dan beberapa kali diundang sebagai pembicara di International Centre for Theoretical Physics (ICTP), Trieste, Italia, yang didirikan Nobelis Fisika, Abdus Salam. Pantur Silaban selalu mencermati indikasi akan keberhasilan Teori Kuantum Gravitasi hingga kini.

Di lingkungan keluarga ia menebang folklore, “rebung tak jauh dari rumpunnya”. Keempat putrinya, buah perkawinan dengan Rugun Lumbantoruan, merupakan sarjana dari perguruan tinggi negeri. Anna Silaban lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran; Ruth Silaban dokter spesialis saraf lulusan Universitas Padjajaran; Sarah Silaban lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung dan magister Universitas Teknologi Chalmers, Swedia; dan si bungsu Mary Silaban adalah lulusan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung. Atas kontribusinya dalam dunia sains khususnya fisika, Freedom Institute – Center of Democracy, Nationalism, and Market Economy Studies manganugerahkannya Achmad Bakrie Award pada tahun 2009.

Prof. Yohanes Surya, Ph.D

Sumber : wikipedia.org

Yohanes Surya (lahir di Jakarta, 6 November 1963; umur 51 tahun) adalah seorang fisikawan Indonesia. Selain itu ia dikenal juga sebagai pembimbing Tim Olimpiade Fisika Indonesia/TOFI. Saat ini Prof. Yohanes Surya Ph.D. aktif dalam berbagai pelatihan Matematika dan Fisika GASING (Gampang Asyik dan Menyenangkan)

Selepas dari SMA 90, Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986 dan mengajar di SMAK I Penabur Jakarta hingga tahun 1988. Selanjutnya dengan didorong oleh Para dosen pembimbingnya, ia menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat. Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya pada tahun 1994 dengan predikat cum laude. Selepas mendapatkan gelar Ph.D., Ia sempat menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/ CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia – Amerika Serikat (1994). Walaupun sudah punya Greencard (izin tinggal dan bekerja di Amerika Serikat), Yohanes Surya akhirnya pulang ke Indonesia dengan tujuan ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika (semboyannya waktu itu adalah “Go Get Gold”) serta mengembangkan fisika dan ilmu sains di Indonesia.

Pelopor TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia)

Keterlibatan Yohanes Surya dalam Olimpiade Fisika, dimulai ketika ia masih menjadi kandidat doktor Fisika di College of William and Mary. Ia tertarik ketika melihat pengumuman bahwa akan diadakan Olimpiade Fisika International (IPhO – International Physics Olympiad ke-24) di kampus William and Mary. Bersama dengan rekannya Agus Ananda, ia meminta bantuan Universitas Indonesia untuk mengadakan seleksi bagi 5 orang siswa SMA Indonesia. Selanjutnya 5 orang siswa ini diundang untuk dilatih olehnya di Amerika Serikat. Universitas Indonesia, melalui Fakultas MIPA akhirnya terseleksi 5 orang siswa, yaitu: Oki Gunawan (SMAN 78 Jakarta), Jemmy Widjaja (SMAK 1 Jakarta), Yanto Suryono (SMAK 1 Jakarta), Nikodemus Barli (SMAN 5 Surabaya), dan Endi Sukma Dewata (SMAN 2 Kediri). 5 Orang inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Akhirnya mereka berhasil mengikuti IPhO dan berhasil menyabet medali perunggu untuk Indonesia atas nama Oki Gunawan.

Tahun 1994 akhir, Ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia untuk melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Selain itu Yohanes Surya juga menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995–1998). Pada tahun 1995, akhirnya Yayasan TOFI resmi berdiri, Yayasan ini merupakan wadah yang melakukan pelatihan dan pencarian tunas-tunas bangsa untuk berlomba di IPhO. Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional.[3] Pada tahun 2006 [4] seorang siswa binaannya, Jonathan Pradana Mailoa[5], berhasil meraih predikat “The Absolute Winner” (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IPhO) XXXVII di Singapura.

Sejak tahun 2000, Yohanes Surya banyak mengadakan pelatihan untuk guru-guru fisika dan matematika di hampir semua kota besar di Indonesia, di ibukota kabupaten/kotamadya, sampai ke desa-desa di seluruh pelosok Nusantara, termasuk pesantren-pesantren. Untuk mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute. Pada tahun 2009 Surya Institute bekerja sama dengan pemerintah daerah, World Vision Internasional, serta Lembaga Nobel Indonesia mempersiapkan sejumlah siswa dari beberapa daerah di Provinsi Papua untuk mengikuti olimpiade sains atau matematika di tingkat nasional dan internasional.

Dalam dunia pendidikan Indonesia

Yohanes Surya merupakan penulis produktif untuk bidang Fisika/Matematika. Ada 68 buku sudah ditulis untuk siswa SD sampai SMA. Selain menulis buku, ia juga menulis ratusan artikel Fisika di jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, harian KOMPAS, TEMPO, Media Indonesia[7] dan lain-lain. Ia juga pencetus istilah MESTAKUNG[8] dan tiga hukum Mestakung, serta pencetus pembelajaran Gasing (Gampang, Asyik, Menyenangkan).

Selain sebagai penulis, Yohanes Surya juga sebagai narasumber berbagai program pengajaran Fisika melalui CD ROM untuk SD, SMP dan SMA. Ia juga ikut memproduksi berbagai program TV pendidikan diantaranya Petualangan di Dunia Fantasi dan Tralala-trilili di RCTI.

Yohanes Surya adalah guru besar fisika dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Ia pernah menjadi Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan, Kepala Promosi dan Kerjasama Himpunan Fisika Indonesia (2001-2004), juri berbagai lomba sains/matematika (XL-com, L’oreal, UKI dsb.), anggota Dewan Kurator Museum Iptek Taman Mini Indonesia Indah, salah satu founder The Mochtar Riady Institute, anggota Dewan Wali Amanah Sekolah Tinggi Islam Assalamiyah Banten. Selain itu Prof. Yohanes Surya pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Multimedia Nusantara (Kompas Gramedia Group) hingga akhir 2010, serta aktif mengkampanyekan Cinta Fisika (Bali Cinta Fisika, Kalbar Cinta Fisika dsb) di seluruh Indonesia. Sejak pertengahan 2009, Prof. Yohanes Surya merintis berdirinya Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya (STKIP Surya) di Tangerang.

Dalam organisasi internasional

Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize (1997-sekarang), penggagas dan president Asian Physics Olympiad (2000-sekarang), Chairman of The first Asian Physics Olympiad, di Lippo Village, Karawaci, Tangerang (2000), Executive member of the World Physics Federation Competition, Chairman of The International Econophysics Conference 2002, Chairman the World Conggress Physics Federation 2002, Board of Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali.

Selama berkarier di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan berbagai award/fellowship antara lain CEBAF/SURA award AS ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir pada wilayah tenggara Amerika), penghargaan kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Pada tahun 2007, ia menulis buku “Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia” yang mendapatkan penghargaan sebagai penulis Best Seller tercepat di Indonesia.

Selain itu, Yohanes Surya juga memprakarsai beberapa kegiatan internasional yang berhubungan dengan pengembangan sains, matematika dan fisika, diantaranya adalah:

  • 24 November – 5 Desember 2010: Olimpiade Astronomi Tingkat Asia-Pasifik ke-VI atau The Asian-Pacific Astronomy Olympiad / APAO, di Tolikara, Papua.
  • 14 – 17 November 2011: Lomba Matematika dan Sains Asia tingkat SD (ASMOPS / Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary School) pertama.
  • 28 Desember 2011 – 3 Januari 2011:Olimpiade Fisika tingkat Dunia atau World Physics Olympiad / WoPhO, di Mataram, Lombok.
  • 2 – 7 September 2012 Asia Pacific Conference of Young Scientists atau APCYS 2012 di Palangkaraya.
  • 15 – 22 April 2013 International Conference of Young Scientists atau ICYS 2013 di Bali.
  • 13 – 20 Mei 2013 Asia Pacific Conference of Young Scientists atau APCYS 2013 di Palembang.
  • 5 – 15 Mei 2013 Asian Physics Olympiad atau APhO ke-14 di Bogor, Jawa barat.

Surya Research Education Center

Surya Research Education Center

Pada tahun 2010, Prof. Yohanes Surya mulai merintis pembangunan gedung Surya Research Education Center, sebuah gedung pusat penelitian dan pendidikan, khususnya dibidang Matematika dan Fisika. Gedung ini berada di kawasan Summarecon Serpong, Tangerang dan diresmikan pada 29 Maret 2011. Gedung ini akan dipakai untuk pelatihan bagi mereka yang ikut olimpiade sains atau matematika, pelatihan guru dan pelatihan anak-anak Papua.

Novel TOFI

Selain aktif sebagai penulis buku fisika, Prof. Yohanes Surya bersama timnya, Ellen Conny dan Sylvia Lim juga menerbitkan novel fiksi ilmiah Petualangan Tofi yang berjudul “Perburuan Bintang Sirius”. Novel yang bercerita tentang seorang tokoh benama Tofi ini memakan waktu penulisan selama tiga tahun dan sebagian besar nama karakter tokohnya menggunakan istilah‐istilah sains yang memang sesuai dengan sifat dan karakter para tokohnya.

Surya University dan Sekolah Genius

 Surya University, Scientia Garden, Summarecon Serpong

Pada tahun 2013, Yohanes Surya mendirikan universitas berbasis riset, Surya University yang kampusnya berlokasi di Summarecon Serpong, Tangerang. Universitas baru ini memiliki 3 fakultas dan 10 jurusan dan memulai perkuliahannya pada bulan september 2013. Pada 9 Maret 2013, Surya University mengadakan Grand Launching di Grand Hyatt Hotel, Jakarta. Pada kesempatan itu Surya University pertama kali diperkenalkan sebagai universitas berbasis riset kepada publik oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D. Pada 2014, Yohanes Surya mendirikan Sekolah Genius, sebuah sekolah untuk anak-anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Penghargaan

  • SUPERSEMAR Fellowship 1982/1983.
  • Summer School Fellowship HUGS at CEBAF, Amerika Serikat pada tahun 1989,1990,1991.
  • Summer School Fellowship Dronten, Belanda 1992.
  • Summer School Felloship di TRIUMF Kanada 1993.
  • CEBAF/SURA award Amerika Serikat 1992 – 1993 (one of the best students in nuclear physics at the south east area of the USA).
  • Zable Fellowship Amerika Serikat 1993 – 1994.
  • Yayasan Pengembangan Kreativitas, Penghargaan Kreativitas 2005 Atas Karya- karya Kreatifnya di Bidang Pendidikan, 1 Mei 2005.
  • Satyalancana Wira Karya, berhasil membina Tim Olimpade Fisika Indonesia dalam memperoleh 4 medali emas, 1 medali perak dan penghargaan Absolute Winner pada Olimpade Fisika Internasional ke-37 di Singapura serta 1 penghargaan The First Step to Nobel Prize, Juli 2006.
  • Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia, Partisipasi dan Sumbangsihnya untuk Kemajuan Bidang Kepemudaan dan Olah Raga Nasional, 18 April 2007.
  • Metro TV Award
  • Harian Merdeka Award
  • Radio Elshinta Award
  • Penghargaan sebagai Best writer (penulis buku tercepat) dari Penerbit Mizan (Buku Mestakung) 2007
  • Award Pahlawan Masa Kini pilihan Modernisator dan Majalah Tempo 2008
  • Penghargaan “Icon Anak Muda” Radio TRAX FM 2009
  • Koran Jakarta Award dalam bidang Iptek dan Pendidikan 2009
  • Award “Tokoh Perubahan 2009” dari Harian Republika
  • Penghargaan Seputar Indonesia Social Transformer 2011
  • Penghargaan Kategori Tokoh Pendidikan Akademisi BNSP Competency Award 2012
  • Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2013 kategori Tokoh Inspirator Publik untuk Kemajuan Sains

Al-Khazini Fisikawan Besar Muslim

Sumber : Suaramedia.com

Alkazimi

Begitulah  Charles C Jilispe, editor  Dictionary of Scientyfic Bibliography menjuluki saintis Muslim, al-Khazini. Para sejarawan sains menempatkan saintis kelahiran Bizantium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat. Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M – tepatnya 1115-1130 M – itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. al-Khazini merupakan saintis Muslim serbabisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, serta filsafat. Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains seperti: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gravitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi. “Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Al-Khazini adalah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa,” ungkap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul ”al-Khazini” yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.

Sejatinya, al-Khazini bernama lengkap Abdurrahman al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk “Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescription for Failure“, sang ilmuwan hidup di abad ke-12 M. ”Dia berasal dari Bizantium atau Yunani,” tutur Klotz. al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukkan wilayah kekuasaan Kaisar  Konstantinopel, Romanus IV Diogenes. Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah metropolitan terkemuka pada Abad ke-12 M. Merv berada di Persia dan kini Turkmenistan. Sebagai seorang budak, nasib al-Khazini sungguh beruntung. Oleh tuannya yang bernama al-Khazin, ia diberi pendidikan sang sangat baik. Ia diajarkan matematika dan filsafat.

Tak cuma itu, al-Khazini juga dikirimkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, dia mempelajari sastra, metematika, astronomi dan filsafat.  Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya “Abu’l-Fath Abd al-Rahman al-Khazini, saat itu Omar Khayyam juga menetap di kota Merv. Berbekal otak yang encer, al-Khazini pun kemudian menjelma menjadi seorang ilmuwan berpengaruh. Ia menjadi seorang matematikus terpandang yang langsung berada di bawah perlindungan, Sultan Ahmed Sanjar,  penguasa Dinasti Seljuk. Sayangnya, kisah dan perjalanan hidup al-Khazini tak banyak terekam dalam buku-buku sejarah.

Salah Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan, al-Khazini adalah seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, ia tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar 1.000 keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk. ”Ia hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun,” papar Zaimeche.

Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi,  Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al-Khazini adalah Gregory Choniades – astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.

Pemikiran
Salah satu kontribusi penting yang diwarisakan al-Khazini dalam bidang astronomi adalah Tabel Sinjaric. Tabel itu dituliskannya dalam sebuah risalah astronomi bertajuk  az-Zij as-Sanjari. Dalam manuskrip itu, dia menjelaskan jam air 24 jam yang didesain untuk kegunaan astronomi. Inilah salah satu jam astronomi pertama yang dikenal di dunia Islam. Selain itu, al-Khazini juga menjelaskan tentang  posisi 46 bintang. Risalahnya yang berjudul Al-Khazini’s Zij as-Sanjari itu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani oleh  Gregory Choniades pada abad ke-13 M. Risalah astronomi yang ditulis al-Khazini pun menjadi rujukan para ilmuwan dan pelajar di Kekaisaran Bizantium.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan al-Khazini dalam bidang fisika adalah kitab Mizan al-Hikmah atau Balance of Wisdom. Buku yang ditulisnya pada  1121 M itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, al-Khazini menjelaskan sacara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan dan  hidrostatika. Selain menjelaskan pemikirannya tentang teori-terori itu, al-Khazani juga menguraikan perkembangan ilmu itu dari para pendahulu serta ilmuwan yang sezaman dengannya. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga menjelaskan beberapa peralatan yang diciptakan ilmuwan pendahulunya seperti araeometer buatan Pappus serta  pycnometer flask yang diciptakan al-Biruni. Buku itu dinilai Nasr sebagai sebuah karya ilmiah Muslim yang paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika, dan terutama studi mengenai pusat gravitasi. Dalam buku itu pula, al-Khazini mengupas prinsip keseimbangan hidrostatis dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran mikrogram (10-6 gr), suatu level ketelitian yang menurut K Ajram  dalam The Miracle of Islamic Science  hanya tercapai pada abad ke 20 M.

Al-Biruni and al-Khazini merupakan dua ilmuwan Muslim yang pertama kali mengembangkan metode ilmiah dalam bidang ilmu keseimbangan atau statika dan dinamika. Metode itu dikembangkan untuk menentukan berat yang didasarkan pada teori keseimbangan dan berat. Al-Khazini dan ilmuwan pendahulunya menyatukan ilmu statika dan dinamika ke dalam ilmu baru bernama mekanika. Selain itu, mereka juga menggabungkan ilmu hidrostatika dengan dinamika sehingga melahirkan ilmu baru bernama hidrodinamika. Mereka juga menerapkan teori rasio matematika dan teknik infinitesimal  serta memperkenlkan aljabar dan teknik penghitunang ke dalam statika.  Al-Khazini dan ilmuwan Muslim lainnya juga merupakan yang pertama mengeneralisasi teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi. Para ilmuwan Muslim, salah satunya al-Khazini telah melahirkan ilmu gravitasi  yang kemudian berkembang di Eropa.  Al-Khazini telah berjasa dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa. Al-Khazini wafat pada abad ke-12 M. Meski begitu, pemikiran-pemikiran yang telah diwariskannya bagi peradaban dunia hingga kini masih tetap abadi dan dikenang.

Sumbangan Sang Ilmuwan
Al-Khazini sungguh luar biasa. Ilmuwan Muslim dari abad ke-12 M itu tak hanya mencetuskan sejumlah teori penting dalam fisika dan astronomi. Namun, dia juga berhasil menciptakan sejumlah peralatan penting untuk penelitian dan pengembangan astronomi. Ia berhasil menemukan sekitar tujuh peralatan ilmiah yang terbilang sangat penting. Ketujuh peralatan yang diciptakannya itu dituliskannya dalam Risala fi’l-alat atau Manuskrip tentang Peralatan. Ketujuh alat yang diciptakannya itu adalah triquetrum, dioptra, perlatan segi tiga, quadran dan sektan, astrolab serta peralatan asli tentang refleksi.

Selain berjasa mengembangkan fisika dan astronomi, al-Khazimi juga turut membesarkan ilmu kimia dan biologi. Secara khusus, dia menulis tentang evolusi dalam kimia dan biologi. Dia membandingkan transmutasi unsur dengan transmutasi spesies. Secara khusus, al-Khazini juga meneliti dan menjelaskan definisi ”berat”. Menurut dia,  berat merupakan gaya yang inheren dalam tubuh benda-benda padat yang mnenyebabkan mereka bergerak, dengan sendirinya, dalam suatu garis lurus terhadap pusat bumi dan terhadap pusat benda itu sendiri.  Gaya ini pada gilirannya akan tergantung dari kerapatan benda yang bersangkutan.

Al-Khazini juga mempunyai gagasan mengenai pengaruh temperatur terhadap kerapatan, dan tabel-tabel berat spesifiknya umumnya tersusun dengan cermat. Sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi, al-Khazini lebih dahulu telah mendalaminya. Al-Khazini pun telah banyak melakukan observasi mengenai kapilaritas dan menggunakan aerometer untuk kerapatan dan yang berkenaan dengan temperatur zat-zat cair, teori tentang tuas (pengungkit) serta penggunaan neraca untuk bangunan-bangunan dan untuk pengukuran waktu.