bincang syariah haji

Menyentuh Kaligrafi Al-Qur’an, Haruskah Berwudhu Terlebih Dahulu?

BincangSyariah.Com – Seni kaligrafi Islam adalah salah satu seni yang sangat diminati oleh umat Islam di Indonesia. Terbukti banyak pesantren, madrasah, maupun sekolah yang memasukkan kesenian sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Wajar bila Indonesia tak kekurangan stok ahli dalam bidang kesenian kaligrafi ini. Tak heran bila banyak even perlombaan kaligrafi bertumbuhan baik di tingkat lokal maupun nasional. Biasanya yang ditulis dalam seni kaligrafi adalah Al-Qur’an, hadits, maupun kalam hikmah ulama. Lantas, bila menyentuh kaligrafi Al-Qur’an, haruskah berwudhu terlebih dahulu?

Sebagaimana jamak diketahui, mayoritas ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan menyentuh dan membawa mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats. Larangan ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الـمُطَهَّرُوْنَ

Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan” (QS. Al-Waqi’ah:79)

Selain ayat Al-Qur’an di atas, juga ditemukan dalil keharamannya dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas dalam kitab al-Muwaththa’ (1/159) berikut :

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لاَ يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr bin Hazm tertulis: “Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci”

Namun, ulama menggarisbawahi bahwa tulisan Al-Qur’an yang dihukumi mushaf apabila ditulis dengan tujuan untuk mempelajarinya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatu al-Muhtaaj (I/149) karya Ibnu Hajar al-Haitami:

وَيَحْرُمُ بِالْحَدَثِ…وَحَمْلُ وَمَسُّ ( مَا كُتِبَ لِدَرْسِ قُرْآنٍ ) وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ (كَلَوْحٍ فِيْ الأَصَحِّ ) لِأَنَّهُ كَالـمُصْحَفِ.

“Dan haram sebab hadats yaitu membawa dan memegang tulisan Al-Quran untuk dibaca dan dipelajari walaupun hanya sebagian ayat saja, seperti ayat yang ditulis di papan menurut pendapat yang paling shahih karena ia seperti mushaf”

Dalam konteks kaligrafi, tentu si penulisnya tidak ada maksud karyanya akan dijadikan bacaan untuk mempelajari al-Qur’an sebagaimana mushaf pada umumnya. Hasil karya seni kaligrafi Islam ini lumrahnya akan menjadi pajangan dan hiasan. (Baca: Bolehkah Menyentuh Al-Quran Braille Tanpa Berwudhu?)

Dengan demikian, ia tidak termasuk dalam kategori mushaf yang untuk menyentuhnya harus dalam keadaan suci. Jadi, boleh saja bagi orang yang tidak mempunyai wudhu untuk menyentuh kaligrafi Al-Qur’an dan membawanya. Hal ini senada dengan pernyataan Imam An-Nawawi dalam kitab Raudlatu at-Thalibin wa Umdatu al-Muftin (1/26):

وَأَمَّا مَا كُتِبَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنْ القُرْآنِ لَا لِلدِّرَاسَةِ كَالدَّرَاهِمِ الأَحَدِيَّةِ وَالثِّيَابِ وَالْعِمَامَةِ وَالطَّعَامِ وَالْحِيْطَانِ وَكُتُبِ الفِقْهِ وَالأُصُوْلِ فَلَا يَحْرُمُ مَسُّهُ وَلَا حَمْلُهُ عَلَى الصَّحِيْحِ

Menurut pendapat shahih, tidak haram menyentuh dan membawa sesuatu bertuliskan ayat Al-Qur’an yang tidak ditujukan untuk mempelajarinya, seperti uang logam dirham bertulisan ayat ‘Qul huwa Allahu Ahad’, baju, sorban, makanan, dinding, dan buku-buku fikih maupun ushul fiqh”

Wallahu A’lam…

Afif Thohir Furqoni
Afif Thohir Furqoni
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Madura dan alumni PP Annuqayah

ARTIKEL LAINNYA

ARTIKEL TERBARU