Hari Bhayangkara dan Pasukan Elite Gadjah Mada, Inilah Makna Lambang Polri Rastra Sewakottama

Makna lambang Polri bernama Rastra Sewakottama, patut diketahui saat peringatan Hari Bhayangkara ke-73 pada 1 Juli 2019.

zoom-inlihat foto Hari Bhayangkara dan Pasukan Elite Gadjah Mada, Inilah Makna Lambang Polri Rastra Sewakottama
Tribun Batam/ Istimewa
Lambang Polri bernama Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa

TRIBUNBATAM.id - Makna lambang Polri bernama Rastra Sewakottama, patut diketahui saat peringatan Hari Bhayangkara ke-73 pada 1 Juli 2019.

Sebelum ditetapkannya Hari Bhayangkara, pada masa awal kemerdekaan Indonesia kepolisian awalnya berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara.

Pada tanggal 1 Juli 1946, berdasarkan Penetapan Pemerintah No 11/S.D. tahun 1946, tanggung jawab yang semula kepada Kementerian Dalam Negeri, beralih menjadi langsung ke Perdana Menteri.

Tanggal 1 Juli inilah yang menjadi dasar diperingati sebagi hari Bhayangkara hingga saat ini.

Lambang Polri bernama Rastra Sewakottama yang berarti "Polri adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa".

Sebutan ini merupakan Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.

Adapun isi Tri Brata adalah sebagai berikut:

Polisi ialah:

1) Rastra Sewakottama (Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa);

2) Nagara Janottama (Warga Negara Tauladan daripada Negara);

3) Jana Anusasana Dharma (Wajib Menjaga Ketertiban Pribadi daripada Rakyat)

Lambang Polri
Lambang Polri (IST)

Dilansir Tribunnews.com dari situs Polri.go.id, makna lambang Polri adalah sebagai berikut:

Perisai : Pelindung rakyat dan negara

Tiang dan Nyala Obor : Penegasan tugas Polri.

Polri selain memberi penerangan juga bermakna penyadaran hati nurani masyarakat agar selalu sadar akan perlunya kondisi kamtibmas yang mantap.

Pancaran Obor : Berjumlah 17 dengan 8 sudut pancar berlapis 4 tiang dan 5 penyangga, bermakna sebagai hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Hal ini berarti Polri berperan langsung pada proses kemerdekaan dan sekaligus pernyataan bahwa Polri tak pernah lepas dari perjuangan bangsa dan negara.

Tangkai padi dan kapas : menggambaran cita-cita bangsa menuju kehidupan adil dan makmur.

29 daun kapas dengan 9 putik dan 45 butir padi merupakan suatu pernyataan tanggal pelantikan Kapolri pertama 29 September 1945 yang dijabat oleh Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.

3 Bintang di atas logo bermakna Tri Brata adalah pedoman hidup Polri. Sedangkan warna hitam dan kuning adalah warna legendaris Polri.

Warna hitam adalah lambang keabadian dan sikap tenang mantap yang bermakna harapan agar Polri selalu tidak goyah dalam situasi dan kondisi apapun; tenang, memiliki stabilitas nasional yang tinggi dan prima agar dapat selalu berpikir jernih, bersih, dan tepat dalam mengambil keputusan.

Bermula pasukan Gadjah Mada

Peringatan pada hari ini merupakan hari penting dalam institusi kepolisian nasional sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1962 yang menyatukan kepolisian di daerah-daerah menjadi satu di bawah komando Kepala Negara.

Namun, dari mana sebenarnya nama Bhayangkara berasal?

Dilansir dari keterangan Divisi Humas Polri melalui akun Facebook-nya, nama Bhayangkara adalah istilah yang digunakan Patih Gadjah Mada dari Majapahit untuk menamai pasukan keamanan super elite yang ditugaskan menjaga raja dan Kerajaan Mataram pada abad ke-14.

Mereka ditugaskan untuk menjaga keamanan raja dan kerajaan, termasuk masyarakat Majapahit agar mereka tidak berbuat sesuatu yang mengancam kejayaan pemerintahan kerajaan.

Sementara itu, dikutip dari buku Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara Volume 2 karya Langit Kresna Hariadi, pasukan keamanan Bhayangkara memiliki anggota dengan kemampuan tinggi dalam hal membidik sasaran.

Kemampuan itu bahkan dikatakan hampir mustahil dimiliki oleh orang biasa di luar Bhayangkara.

Bahkan, penulis menganalogikan melalui kalimatnya pasukan Bhayangkara bisa mendapatkan sasarannya, walau hanya kakinya saja yang terlihat menyembul dari balik batang pohon.

Ada 3 senjata yang digunakan oleh pendekar Bhayangkara dalam menjalankan tugasnya menjaga keamanan.

Ketiga senjata itu adalah anak panah, pisau terbang, dan pedang panjang.

Anggota Bhayangkara tidak dibekali dengan tombak bermata 3 atau Trisula, sebagaimana banyak digunakan oleh pasukan kerajaan yang tergambar lewat film-film kolosal Tanah Air.

Ciri khas lain dari Pasukan Bhayangkara yang disebutkan dalam buku adalah formasi para pasukan jika tengah menaiki kuda.

Pasukan Bhayangkara menunggang kuda tidak dalam formasi yang sangat rapat, melainkan cukup berjarak.

Mungkin itu salah satu bagian dari taktik yang mereka terapkan. Salah satu peristiwa besar di Majapahit yang melibatkan Bhayangkara adalah saat terjadi pemberontakan Ra Kuti pada 1319.

Pemberontakan ini memiliki misi ingin menumpas kepemimpinan Jayanegara yang saat itu menjadi Raja Majapahit.

Oleh karena itu, nyawa sang raja pun terancam. Bhayangkara sebagai pasukan elite penjaga Raja, atau sejenis Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat ini, berupaya menyelamatkan sang raja dengan cara membawanya menjauh dari pusat pemerintahan.

Wilayah Bedander yang ada di pegunungan kapur utara (saat ini pedalaman Bojonegoro, Jawa Timur) menjadi tempat tujuan Bhayangkara untuk mengamankan Jayanegara. Tidak banyak, pasukan Bhayangkara saat itu hanya terdiri dari 15 pendekar termasuk Gajah Mada sebagai pemimpin pasukan.

Gajah Mada dikenal sebagai seorang patih yang tegas dan keras dalam menjalankan aturan hukum. Selama proses mengamankan raja, Gajah Mada melarang siapa pun dari anggota Bhayangkara pergi meninggalkan pasukan.

Namun, ada salah satu dari mereka yang pergi hingga dianggap mengkhianati perintah.

Padahal, perintah dikeluarkan bukan untuk mengekang tapi untuk memastikan misi berjalan sesuai rencana, mengingat pengikut Ra Kunti ada yang membuntuti mereka hingga ke tempat persembunyian.

Dengan prinsip yang ia pegang teguh bahwa hukum harus ditegakkan, siapa pun yang melanggar maka harus menerima akibatnya.

Meskipun, ia adalah temannya sendiri. Baca juga: Sejarah di Balik Penetapan 1 Juli sebagai Hari Bhayangkara Anggota yang meninggalkan pasukan itu kemudian dicari hingga ditemukan dan langsung dibunuh oleh Gajah Mada.

Kedisiplinan dan kesetiaan pada negara selalu ditunjukkan Gajah Mada dalam menjalankan tugasnya. Tanpa nilai-nilai itu, seorang prajurit akan kehilangan ke-bhayangkara-annya.

Pasukan Gajah Mada memegang teguh 4 nilai kebhayangkaraan (Catur Prasetya). Keempat nilai ini hingga sekarang masih dianut oleh Polri, yakni Satya Haprabu (setia kepada pimpinan negara), Hanyaken Musuh (mengenyahkan musuh negara), Gineung Pratidina (bertekad mempertahankan negara), dan Tan Satrisna (iklhas dalam bertugas).

Tak hanya nilai-nilai, sosok Gajah Mada juga hingga saat ini masih berdiri kokoh di Halaman Gedung Markas Besar Polri di Jakarta, sebagai tokoh yang mengawali keberadaan pasukan keamanan di Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hari Bhayangkara Diperingati tiap Tanggal 1 Juli, Ini Makna dari Lambang Polri

dan di Kompas.com dengan judul "Bhayangkara", Dipilih dari Nama Pasukan Elite Majapahit Pimpinan Mahapatih Gajah Mada"

Sumber: Tribunnews
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved