Sejarah Tari Legong Keraton di Bali, Baju Adat Iriana Jokowi

Sejarahnya berhubungan dengan mimpi Raja Sukawati

Presiden Joko Widodo beserta tamu undangan yang hadir dalam upacara bendera Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia di Istana Merdeka tampak memakai baju adat dari Tanah Air, Kamis (17/82023) lalu. Jokowi memakai baju adat Ageman Songkok Singkepan Ageng dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sedangkan Ibu Negara Iriana terlihat memakai baju adat khas Bali.

Iriana Jokowi menggunakan mahkota berwarna emas yang berpadu dengan bunga kamboja di bagian atasnya. Pakaiannya sendiri memiliki unsur warna hijau berpadu kuning, dan hiasan berukiran berwarna emas. Baju adat Bali ini adalah baju Tari Legong Keraton. Seperti apa ya tari khas Bali tersebut?

Baca Juga: Arti Amor Ing Acintya, Ucapan Dukacita Bahasa Bali

Baca Juga: 5 Jenis Tari Legong, Seni Tari Bali dengan Gerakan Indah

1. Sejarah Tari Legong

Sejarah Tari Legong Keraton di Bali, Baju Adat Iriana JokowiPresiden Jokowi dan peserta upacara bendera Hari Kemerdekaan ke-78 RI di Istana Merdeka. (YouTube.com/Sekretariat Presiden)

Dikutip dari Jurnal Sejarah Tari Legong di Bali yang ditulis oleh Ida Bagus Surya Peredantha SSn, sejarahnya tertulis dalam Babad Dalem Sukawati. Tari ini ada kaitannya dengan Kerajaan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Tari Legong diciptakan berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang memerintah tahun 1775-1825 Masehi. Ia bermimpi saat melakukan tapa semadi di Pura Jogan Agung Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati.

Dalam mimpinya itu, ia melihat bidadari dengan hiasan kepala yang terbuat emas sedang menari di surga. Raja Sukawati kemudian memerintahkan bendesa (pemimpin desa) Ketewel untuk membuat beberapa topeng dan tarian yang mirip seperti bidadari dalam mimpinya. Kesembilan topeng ini ditarikan oleh dua orang penari perempuan, dan kini menjadi tari sakral dengan nama Tari Sang Hyang Legong yang berasal dari Desa Ketewel.

Setelah terciptanya tari sakral tersebut, Raja Gianyar kala itu, I Dewa Agung Manggis, menonton pementasan tari dari kelompok Tari Nandir yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Jelantik, dari Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Raja Gianyar tertarik melihat tarian itu mirip dengan Tari Sang Hyang Legong.

Raja meminta dua orang seniman Sukawati untuk menata ulang tari tersebut, dengan mempergunakan dua orang penari perempuan. Tari inilah yang kemudian dikenal dengan nama Tari Legong Klasik hingga saat ini.

2. Makna nama Legong

Sejarah Tari Legong Keraton di Bali, Baju Adat Iriana JokowiPertunjukan tari Legong Kreasi. (Indonesia.go.id)

Nama Legong berasal dari kata leg dan gong. Kata leg memiliki makna luwes atau elastis, sedangkan kata gong memiliki arti gamelan. Jika digabung, maka artinya gerakan yang diikat oleh gamelan pengiringnya. Dapat dikatakan, Tari Legong sangat mengedepankan unsur artistik, gerakan yang dinamis, teratur, dan simetris.

Pada awal kemunculannya, Tari Legong Klasik hanya dipentaskan di lingkungan istana saja. Hal ini tentunya menjadi kebanggaan bagi penari dan kelompoknya bisa tampil di hadapan raja. Menurut Jurnal Eksistensi Legong Keraton yang ditulis oleh I Wayan Mastra, Luh Putu Pancawati, dan kadek Agung Sariwigna, nama Legong Keraton baru digunakan sekitar tahun 1920-an dan mulai populer pada 1960. Nama Keraton digunakan untuk mempertegas bahwa Tari Legong dulunya hanya dipentaskan di lingkungan istana atau keraton saja. Tari Legong Keraton juga disebut dengan Tari Legong Lasem.

Masing-masing daerah memiliki bentuk dan kreasi Tari Legong Keraton yang berbeda. Sehingga muncullah gaya palegongan seperti Palegongan Desa Saba, Bedulu, Peliatan, Binoh, Kelandis, dan lainnya. Dari segi gamelan, pengiring memiliki perkembangan sesuai dengan kreasi para senimannya.

Awalnya, tari ini menggunakan gamelan pengiring yang disebut Gamelan Palegongan. Yaitu terdiri dari dua pasang gender rambat, gangsa jongkok, sebuah gong, kemong, kempluk, klenang, sepasang kendang krumpungan, suling, rebab, jublag, jegog, dan gentorang. Seiring mulai populernya gamelan gong kebyar di Bali, beberapa Tari Palegongan juga diiringi oleh gamelan ini.

3. Busana Tari Legong Keraton

Sejarah Tari Legong Keraton di Bali, Baju Adat Iriana JokowiPertunjukan tari Legong Keraton. (Kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Tari Legong Keraton meggunakan busana yang sangat anggun, karena menyimbolkan bidadari. Berikut busana dan properti yang digunakan pada Tari Legong Keraton:

  • Menggunakan hiasan kepala seperti mahkota yang disebut dengan gelungan. Masing-masing jenis Tari Legong memiliki bentuk gelungan yang berbeda. Untuk Tari Legong Keraton menggunakan jenis gelungan bernama Pupundakan yang berbentuk seperti mahkota segitiga
  • Kembang goyang diletakkan di bagian gelungan. Menggunakan bunga kamboja berwarna putih/kuning yang disusun memanjang dengan bunga merah pada bagian ujungnya. Rangkaian bunga ini akan turut bergoyang mengikuti gerakan kepala penarinya
  • Kipas tangan yang memberikan kesan mewah. Warna kipas dibuat cerah, yang memadukan unsur emas atau disebut dengan prada untuk memberi kesan mengilap
  • Badong adalah hiasan yang dilekatkan pada bagian leher untuk menutupi bagian dada penari. Biasanya dibuat dari bahan kulit yang dihiasi warna emas
  • Gelang pada bagian pergelangan tangan dan lengan yang dibuat dengan ukiran berpadu warna emas
  • Lamak adalah kain memanjang vertikal yang terdapat pada bagian depan. Lamak memiliki warna dominan emas untuk memberi kesan mewah dan berwibawa
  • Pakaian dan kamen menggunakan warna cerah seperti hijau, biru, dan merah yang dipadukan unsur emas dari prada dengan corak khas Bali.

Jadi kalau mau memakaikan baju adat khas Bali untuk Ibu Negara Iriana, diperlukan orang yang benar-benar paham mengenai tata busana tari klasik Bali ini. Tata rias wajah pun memiliki ciri khas tersendiri, dan menyesuaikan dengan busana adat tersebut. Indahnya melihat keberagaman yang ada di Nusantara.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya