Dark
Light
Dark
Light

Now and Then, Revolusi Kedua The Beatles?

Now and Then, Revolusi Kedua The Beatles?

Di awal kemunculannya The Beatles disebut melakukan revolusi musik dunia. Kini, dengan bantuan kecerdasan buatan, mereka merilis single terbaru Now and Then. Sebuah awal dari revolusi kedua?

 

Hari Jumat, 2 November 2023 adalah sebuah hari yang membahagiakan untuk Beatlemania – sebutan untuk penggemar band The Beatles, di seluruh jagat. Akhirnya, “Now and Then” dirilis secara resmi. 

Lagu ini sudah menjadi perbincangan di kalangan mereka. Terutama setelah Sir Paul McCartney – 81 tahun, pemain bas grup band kawakan itu, mengumumkannya Juni lalu.  “Kami baru saja menyelesaikannya dan akan dirilis pada tahun ini,” katanya pada BBC.

McCartney tidak menyebutkan nama lagu itu. Tapi penggemarnya mafhum lagu itu adalah komposisi yang ditulis John Lennon pada 1978, “Now And Then”. Semula komposisi ini direncanakan masuk dalam antologi band itu pada 1995.

Kala itu, McCartney, Ringo Starr – 81 tahun, dan George Harisson berkumpul di studio bersama produser Jeff Lynne – kini 75 tahun. Mereka membedah beberapa kaset demo Lennon yang diberikan Yoko Ono sebelum kematiannya pada 1980. 

Dalam kaset yang tertulis kalimat "Untuk Paul" terdapat beberapa demo di antaranya “Free as a Bird", "Real Love", dan “Now and Then”.  Dua lagu pertama muncul dalam antologi itu. Namun tidak dengan "Now and Then".  

Bersama Lynne, mereka berusaha untuk memfinalisasi lagu itu tapi tidak berhasil. Problem utamanya, kualitas audionya. Vokal dan piano Lennon tidak mungkin dipisahkan. Maklumlah, demo ini dibuat dengan iringan piano yang direkam di apartemennya di New York, dengan tape recorder, yang kualitasnya jauh dari rekaman di studio. Banyak noise di sana-sini.

Harrison yang paling melek teknologi di antara mereka, mengaku sulit untuk mengakalinya. “Saat itu, setelah beberapa hari di studio mengerjakan lagu tersebut, George merasa masalah teknis pada demo tersebut tidak dapat diatasi,” kata Olivia, 75 tahun, istri Harrison. “Dia menyimpulkan lagu itu mustahil selesai dengan standar yang cukup tinggi.” ​​​​​​​

Lynne, sang produser, pun bercerita. “Sore itu sungguh kacau,” katanya. Tak hanya kualitas audio yang buruk, di beberapa titik masih banyak hal yang perlu ditambah dan disempurnakan. Beberapa lirik ada yang terputus, sehingga menimbulkan berbagai makna.

“Lagu ini memiliki bagian chorus tetapi hampir seluruhnya kekurangan syair. Kami mengerjakan backing track, sebuah lagu kasar yang belum kami selesaikan."

Lagu yang tidak rampung kemudian diputuskan tak masuk dalam antologi tersebut. Para personelnya, saat itu menganggapnya tidak cocok untuk dirilis. Belakangan nasibnya kian tak jelas terlebih Harrison wafat pada 29 November 2001 di Los Angeles, Amerika Serikat.

Terus Mengusik McCartney

Rupanya mandeknya proses penggarapan lagu itu terus mengusik pikiran McCartney. Dalam sebuah wawancara dia bercerita soal kegundahannya itu. “Katakanlah saya punya kesempatan untuk bertanya kepada John. Apakah dia ingin kami menyelesaikan lagu ini?” katanya. “Tentu jawaban dia, ya!'”

Namun sekali lagi, McCartney ragu bisa mewujudkan mimpinya itu. Meski, dalam hatinya dia tetap ingin menyelesaikan lagu itu sebagai penghormatan terhadap karya kawannya yang  belum selesai.

Tak hanya untuk Lennon. Tapi juga, tentu saja Harrison. Ketika mengulik lagu itu, pada 1995, Harrison sempat berujar lagu ini akan membuka sebuah peluang baru untuk menyelesaikannya.  Ringo Starr menanggapinya, “tapi apakah ini akan membuka satu tahun kerja lagi?”. Saat itu tak ada jawaban dari Harrison. 

Akhirnya, McCartney mengontak Peter Jackson, 62 tahun,  sutradara Lord of The Ring. Itu terjadi pada Juli 2022. “Paul McCartney menghubungi saya  untuk meminta bantuan dalam memproduksi versi baru dari lagu itu,” kata Jackson.​​​​​​​

Jackson bukanlah orang baru buat McCartney.  Setahun sebelumnya dia menggarap dokumenter band itu dengan tajuk “Get Back” -- sebuah serial dokumenter berdurasi delapan jam yang --  orang jaman dulu bilang: amat yahud.​​​​​​​

Jackson pun langsung bekerja. Seperti halnya ketika menggarap “Get Back”, dia menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang sama yang digunakan Jackson dalam film dokumenternya.

Perangkat lunak audio, yang disebut MAL (machine audio learning), memungkinkan vokal Lennon dipisahkan dari demo. Hasilnya sungguh istimewa. Suara Lennon amat bersih, bening, dan tanpa sedikit pun noise. Persis seperti vokal yang direkam di studio.​​​​​​​

McCartney tentu senang tiada kepalang. Selama bertahun-tahun hal itulah yang membuatnya kesal. Suara Lennon dengan berbagai trik di studio tetap tak bisa dipisahkan dari suara piano dan kebisingan lainnya yang masuk saat demo itu direkam. 

Selanjutnya, bersama Ringo Starr dia pun berkutat di studio untuk membangun kembali demo itu menjadi sebuah lagu utuh. Rekaman gitar George Harrison, 26 tahun sebelumnya, diambil dan dimasukkan dalam proses mixing lagu.  

Hasilnya, sebuah lagu yang sempurna. Ada permainan solo gitar McCartney di sana. Harrion hadir dengan permainan gitar dan backing vokalnya. Mereka – Lennon dan Harrison yang telah wafat bermain bersama dengan dua anggota The Beatles yang masih hidup, McCartney dan Starr yang menggebuk drum.   

Siapa pun akan terharu dengan lagu ini. Dhani, 45 tahun, anak dari Harrison pun meneteskan air mata. Bersama anak Lennon dari Yoko Ono, Sean Ono, dia memang ikut terlibat dalam rekonstruksi yang luar biasa menguras emosi ini.  "Jika Harrison ada di sini hari ini,  Dhani dan saya tahu dia akan senang bergabung dengan Paul dan Ringo dalam menyelesaikan rekaman ini,” kata Olivia.  

Memantik Revolusi Berikutnya? 

“Now and Then” disebut sebagai lagu terakhir Beatles. Namun, Peter Jackson malah berpikir sebaliknya. Lagu ini, menurut dia, akan menjadi pembuka jalan untuk menghidupkan kembali lagu-baru dari band legendaris ini yang kini masih tersimpan dalam bentuk demo.  

Sutradara asal Selandia Baru ini mengakui bahwa proyek ini akan menjadi impian penggemar band. Selepas Now and Then diluncurkan banyak suara yang menginginkan dia dan anggota The Beatles yang tersisa, untuk menghidupkan kembali lagu yang ditinggalkan beberapa dekade lalu.  

Di awal kemunculannya, pada awal 1960-an, keempat anak muda asal Liverpool, Inggris ini telah mengguncang dunia dengan suguhan musik yang berbeda pada masanya. Mereka disebut telah melakukan revolusi besar dari industri musik dunia. Beatlemania menyerbu ke seluruh jagat. Gadis-gadis muda berteriak histeris ketika melihat mereka beraksi di atas panggung. 

Adakah “Now and Then” akan memantik revolusi kedua? 

“Dalam kondisi dunia saat ini, kita perlu The Beatles untuk tampil lagi,” kata Jackson. “Seolah-olah sebuah piring terbang telah mendarat dan mereka turun dan memberikan kita satu lagu terakhir mereka untuk menyemangati kita."

Dengan teknologi yang sudah teramat maju. Tentu semua yang ada dalam benak Jackson – juga penggemar berat band ini, hal  tersebut bukan lagi sekadar angan-angan. Saat menggarap Get Back, dia menggeluti video band itu dengan durasi 60 jam dan 150 jam rekaman audio. Harta karun yang luar biasa, pastinya.  

“Kita dapat mengambil pertunjukan dari Get Back, memisahkan John dan George, dan kemudian meminta Paul dan Ringo menambahkan paduan suara atau harmoni,” katanya. “Anda mungkin akan mendapatkan lagu yang bagus tapi saya belum berbicara dengan Paul tentang hal ini.”

Home 1 Banner

Perspektif Lainnya

Home 2 Banner